Pagi-pagi ini langit begitu cerah dan suara burung pun berkicau menyambut kedatangan sang Pajar. Yang menghangatkan bumi dan seisinya.
Alfandi sedang bersantai dengan laptop di atas meja. Saat ini pria itu mengenakan kaos putihnya. Kedua netra nya Alfandi melirik ke arah pintu kamar mandi yang baru saja muncul sang istri sehabis dari sana.
"Seharusnya semalam gak perlu lah pulang terlalu larut malam. Hari-hari weekend kan?" Ucapnya Alfandi menatap ke arah sang istri yang tampak segar.
Vaula mendudukkan dirinya di depan cermin rias. "Emangnya kenapa? semalam aku tuh habis pertemuan dengan rekan-rekan model dan artis juga."
"Terus hari ini, mau ke mana? temani anak-anak ajak liburan mungkin. Buat mereka senang," tambah Alfandi seraya memfokuskan pandangan ke layar laptop, dengan rangkaian desain sebuah bangunan yang cantik.
"Hari ini ada acara pemotretan dan peluncuran butik ku yang baru." Jawabnya Vaula.
"Apa aku bisa ikut?" tanya Alfandi melirik sekilas.
"Buat apa ikut, seperti biasa aku ingin lebih mandiri tanpa ada embel-embel nama suami yang jelas-jelas sudah mempunyai nama besar." Timpal Vaula dengan nada sinis.
"Lho, bukannya semua orang sudah tahu bahwa kau itu istriku? kan nggak mungkin bisa ditutupi," ucapnya Alfandi kepada sang istri.
"Iya, makanya semua orang udah pada tahu! dan bukan berarti aku terus-terusan menyandang embel-embel namamu itu sambungnya Vaula.
"He'eh, kamu aneh. Dari awal kamu itu memang sudah menyandang nama aku, karena memang namamu itu sebagian dari namaku. Suamimu dan sekarang kamu bilang seperti itu aneh tahu nggak.
"Sekarang aku sudah punya nama sendiri, namaku mungkin akan lebih terkenal dari namamu, jadi biarlah lah namaku melambung tinggi," tambahnya Vaula kembali.
"Yang aku inginkan bukan untuk mengekang kebebasan mu?bukan. Bukan untuk mengatur keseharian mu? tidak, yang aku inginkan hanyalah, pandai lah membagi waktu untuk keluarga. Perankan kewajiban mu sebagai istri, terhadap suami maupun anak-anak," lirihnya Alfandi.
Vaula berbalik sedikit, menghadap kepada pada Alfandi. Membelakangi cermin nya. "Emangnya, kau pikir aku tidak memerankan peranku sebagai istri iya? berapa tahun yang lalu, dulu aku benar-benar menjadi yang istri diem di rumah, kan? menjadi ibu buat anak-anak dan sekarang anak-anak sudah pada dewasa, apa salahnya? aku sekarang punya kesibukan apa salahnya? kamu kan ada yang memperhatikan mereka?"
"Cukup, tidak usah dibahas soal aku yang perhatian sama anak-anak itu, karena aku sendiri tahu peran aku, jangan sampai kamu kehilangan peranmu sebagai seorang ibu," ucapnya Alfandi sambil beranjak serta menutup laptopnya, kemudian keluar dari kamar tersebut.
Hatinya Alfandi terlalu terlalu jengah, terlalu muak bila harus terus-terusan berdebat dengan istrinya itu.
"Iih, siapa yang aneh?" gumamnya Vaula.
Setelah berada dekat pintu, Alfandi menoleh pada sang istri. "Ingat ya? anak-anak itu nggak akan cukup menerima perhatianmu dengan uang atau barang-barang mewah atau sebagainya, tapi mereka juga membutuhkan belalai kasih sayang darimu sebagai ibunya, camkan itu?"
"Alah ... ceramah mulu?" lalu melanjutkan aktivitasnya, merias wajah dan mempercantik diri, setelah itu Vaula turun, namun sebelumnya Vaula ingin menemui kedua putranya terlebih dahulu.
"Sayang ... Fikri? Sudah bangun belum sayang! ini Mama." Tangan Vaula mendorong handle pintunya lalu dia masuk dan mendapatkan putranya masih tertidur pulas, apalagi habis semalam bersama kakaknya dan papanya yang pulang larut dari mall.
"Hem ... nasih tidur jam segini!mentang-mentang hari Minggu," Vaula yang berdiri di depan pintu kemudian menutup kembali pintu yang masih dia pegang nya itu. lanjut melangkah membawa kakinya ke kamar Firza.
"Fikri? Sudah bangun belum? ini Mama," Vaula langsung mendorong pintu kamar Firza.
Firza pun tidak jauh beda dari sang adik. Sama masih tampak tidur di balik selimut.
"Lah ini juga masih tidur?" gumamnya Vaula sambil merogoh tasnya mengambil berapa lembar uang yang berwarna merah, lalu ia simpan di atas nakas.
Sesaat kemudian, barulah Vaula meninggalkan kembali kamar Firza yang tampak sepi karena penggunanya masih berada dalam mimpi.
Selepas mamanya tidak ada lagi di kamar, Firza terbangun karena memang sebenarnya dia sudah bangun. Cuman malas aja untuk bertemu sang bunda, dia melihat ke atas nakas karena biasanya di situ tersimpan uang dari sang bunda, Firza mendekati nakas dan menatapnya lekat, yang didapatkan dari sang bunda adalah uang-uang dan uang tanpa ada belaian kasih sayang ataupun perhatian.
Firza menghela nafas kasar, lala perlahan mengambil uang itu yang ia simpan ke dalam laci. Di sana sudah menumpuk uang-uang yang jarang dipergunakan, kecuali dia membuat ulah seperti merokok dan mengajak anak-anak lainnya untuk minum dan nongkrong.
Vaula duduk di kursi meja makan, sudah siap untuk sarapan, di sana sudah ada suaminya yang sudah lebih dulu sarapan sendiri.
"Bi, ini uang belanja bulanan, dan ini uang buat Fikri. Barusan kulihat di kamarnya masih tidur, kalau untuk Firza, sudah aku kasih dan ku simpan di atas nakas, sama sih anak itu juga masih tertidur. Mentang-mentang hari Minggu deh," gumamnya Vaula sambil merapikan tasnya.
Alfandi hanya terdiam tanpa sepatah katapun yang dia keluarkan dari mulutnya kala itu.
...---...
Di kontrakan, Sukma dan adiknya pagi-pagi sudah bangun, seperti biasa setelah salat subuh mereka memulai aktivitas masing-masing ada membersihkan tempat tinggalnya saat ini. Ada yang menyapu, mengepel juga mengelap kaca, sukma sendiri ke warung untuk membeli buat sarapan.
"My, mau beli sarapan apa?" tanya Sukma pada sahabatnya Mimy.
"Aku beli telor aja lah, lagian kan aku bisa masak nasi di rumah. Agar lebih hemat," jawabnya Mimy sambil mengambil beberapa.
"Iya-ya, seharusnya aku juga kayak gitu ya membeli beras, kalau ada alatnya." Timpal Sukma.
"Kalau kamu mau, alatnya punyaku aja ada. Kita gantian pakainya, itu lebih irit lho ... beli lauk buat makan seperti telur, cukup berapa kali makan," katanya Mimy.
"Sebenarnya ... aku malu merepotkan kamu terus, My" keluh Sukma.
"Terus gimana? kamu mau ngerepotin siapa lagi? kalau bukan aku di sini? nanti juga kalau kamu udah dapat lebih, kehidupan dah normal. Pasti akan lebih mandiri," ucap Mimy.
Sukma melamun, dia berandai-andai, kapan kehidupannya akan normal apalagi kedepannya harus bayar kontrakan, belum lagi buat makan? sebelum dapat gajian pula. Pikirnya.
"Hidup jangan dibikin bingung!jalani saja, siapa tahu saja ada dermawan yang menyayangi kalian atau om-om gitu, yang mau nikahin kamu tentunya om-om kaya lho ... nantinya kamu bisa kuliah lagi, adik-adik bisa sekolah juga, hidup lebih enak." Kata Mimy sambil tersenyum.
"Iih ... kau ini ada-ada saja, gimana kalau om-omnya itu sudah punya istri? punya anak? berarti aku pelakor dong ... perebut suami orang," sahutnya Sukma sambil menggeleng kan kepalanya, lalu dia membayar belanjaan dari warung yang tidak jauh dari kontrakannya itu.
"Ya, nggak apa-apa, Ama. Yang penting orangnya tanggung jawab, kita mah cari aman saja yang penting hidup kita senang, nggak susah. Tau nggak? kalau aku sih mau-mau saja, ngarep. He he he ..." Mimy terkekeh sendiri.
Kemudian keduanya berjalan pulang ke kontrakan ....
.
...Bersambung!...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 212 Episodes
Comments
maulana ya_manna
tjor kok blm lanjut lagi 🤧
2022-10-31
1
Sri Supadmi
ceritanya blm sesuai judul udahan aja kurang seru
2022-10-31
1
Ratna Aza
lanjut kak masih nyimak alur ceritanya.......
2022-10-29
1