Sukma curiga pada Jihan. "Kamu Jihan, yang pecahkan gelas paman? kenapa kamu pecahkan?" Sukma menatap lesu.
Jihan mengangguk pelan. "Aku tidak sengaja, Kak. Tadi pagi aku habis nyuci perabotan, ke senggol, kak. Demi Allah aku gak sengaja, Kak."
Lalu Sukma melihat sang paman. "Maafkan Jihan Paman? aku janji akan menggantinya. Setelah punya uang nanti!"
"Baru saja beberapa hari sudah membuat ulah. Dan kamu kapan akan dapat pekerjaan nya? luntang-lantung saja." Kata paman Dandi sinis.
Sukma menghembuskan napasnya terlebih dahulu, setelah mendengar ocehan sang paman. "Sukma sudah dapat kok Paman. Mulai besok aku bekerja."
"Oya, Kakak sudah dapat kerjaan ya? Syukurlah." Jihan bahagia mendengarnya.
"Besok baru bekerja? kapan dapat gajinya? sok-sok'an mau ganti." Paman Dandi menatap dengan tajam, lalu melengos pergi.
"Saya, janji Paman! Nanti saya ganti." Sukma bertekad akan menggantinya.
Paman Dandi yang berhenti, dan menoleh pada Sukma. "Saya harap begitu!" kemudian melanjutkan lagi langkahnya.
Huuh ... Sukma membuang napasnya dari mulut. "Sudahlah, masuk? lain kali lebih hati-hati ya?" Sukma merangkul bahu Jihan lalu di ajaknya masuk ke dalam kamar.
"Aku gak sengaja, Kak!" akunya Jihan sambil menunduk merasa bersalah membuat kakaknya susah, setelah keduanya berada di kamar.
"Sudahlah. Kakak mau mandi dulu sebelum menunaikan maghrib. Kamu sudah ambil air wudu belum? Doa kan Kakak supaya dapat uang yang banyak." Sukma menoleh sang adik.
"Sudah, kak." Jawab Jihan pelan.
"Ya sudah, kamu salat dulu Kaka mau mandi." Sukma keluar kamar tersebut meninggalkan Jihan yang Sukma suruh salat duluan.
Sukma keluar dari kamar, berjalan memasuki kamar mandi yang cuma ada satu di dekat dapur.
Marwan yang datang dari warung, Membawa lauk buat makan dia dan kedua kakaknya. Di tegur oleh paman Dandi.
"Dari mana kamu? bawa apa itu?" matanya menatap tajam apa yang Marwan bawa.
"Oh, ini lauk buat makan." Marwan menunjuk yang dia bawa.
"Beli lauk kok sedikit? beli yang banyak dong ... jangan memikirkan perut kalian sendiri." Paman Dandi sinis.
"Marwan. Kamu punya lauk?" tanya bibi nya menatap sang keponakan.
"I-iya, Bi." Marwan mengangguk
"Ambil nasi secukupnya. Jangan dibuat mubazir." Kata bibinya. Lalu kembali ke kamarnya.
"Iya, Bi." Marwan mengambil piring dan mengambil nasi untuk bertiga dan tidak kira-kira, piring pun penuh dengan nasi.
Dan langsung mendapat teguran dari paman Dandi yang menepuk tangan Marwan. "He! kebanyakan nasinya. Di sini bukan kalian aja yang butuh makan. Masih banyak lagi yang belum makan."
Marwan bengong dan segera menyimpan kembali nasinya, sehingga yang tersisa hanya sedikit, yang hanya cukup untuk berdua bahkan mungkin hanya kenyang untuk sendiri saja.
Sukma yang mendengar ribut-ribut di dapur. Segera keluar dari kamar mandi dan menghampiri Marwan.
"Ada apa nih?" melihat ke arah Marwan dan pamannya bergantian.
"Ini adik mu, ngambil nasi banyak banget, emang kalian saja yang butuh makan? yang lain juga butuh makan." Paman Dandi menatap tidak suka ke arah mereka berdua.
"Maaf, paman? maafkan kami?" Sukma berkali meminta maaf kepada sang paman.
Kemudian mengalihkan pandangan pada sang adik. "Yu, kita ke kamar? bawa piring dan lauknya."
Sukma menggiring adiknya ke kamar tempatnya istirahat. "Permisi, Paman?"
Sukma merangkul adiknya. Di ajaknya ke kamar untuk makan di sana, Marwan yang membawa piring. Matanya berkaca-kaca, sedih kenapa nasibnya seperti ini.
Sukma mengusap punggung nya sang adik. "Kamu makan ya di sana sama kak Jihan. Kakak mau salat, kalian makan berdua. Kak Sukma kebetulan sudah makan kok."
Keduanya menatap piring berisi nasi dan lauk yang dari warung tadi. Bukannya di makan malah di lihatin.
Sukma yang bersiap salat pun merasa mencelos, sedih. "Kenapa kalian bengong? ayo makan? Kakak sudah makan tadi. Kalian makan saja. Dan kamu Marwan, ayo makan?"
Kedua adiknya terdiam, masing-masing hatinya merasa sedih. Mau makan saja susah.
"Marwan belum salat Maghrib juga kan? ayo dong ... mau makan dulu atau salat dulu? banyak-banyak berdoa, semoga kita segera pindah dari sini." Lirihnya Sukma, suaranya bergetar.
Kemudian, keduanya mengangguk lalu menyantap makannya dengan lahap. Jihan mengambil air minum dari dapur. Dia cuma makan sedikit, merasa kasihan pada sang adiknya yang terlihat masih lapar.
Sekilas ujung mata Sukma melirik ke arah adik-adiknya sela-sela berdoa. Dengan pandangan nanar, Sukma meminta agar segera bisa keluar dari kesulitan ini. Tidak tega melihat kedua adiknya susah seperti ini.
"Ya Allah, keluarkan segera kami dari keadaan ini? tidak tega rasanya melihat adik-adik ku susah. Mau makan aja susah, apa lagi sekolah, semoga engkau mengangkat segera kesulitan ini. Aamiin ya Allah." Sukma mengusap wajah dengan kedua telapak tangannya.
"Sesudah makan, bekasnya di cuci lalu kamu segera salat ya? nanti keburu habis waktunya." Sorot mata tertuju pada Marwan yang tampak masih pengen nambah makannya.
Sukma berusaha menyembunyikan kesedihan, dari kedua adik-adiknya itu. Dia harus terlihat kuat dihadapan mereka berdua.
"Iya, Kak." Marwan sambil menjilati jari-jarinya itu dengan nikmatnya.
Kemudian Marwan meneguk air minum yang tadi Jihan bawakan, lantas membawa semua bekas makannya ke dapur.
"Kak, apa benar Kak Sukma sudah dapat kerjaan?" tanya Jihan setelah Marwan tidak berada di sana.
"Iya, doa kan saja ya? semoga Kakak. Mendapatkan rejeki segera, agar kalian bisa sekolah lagi dan hidup normal seperti semula." Sukma mengangguk lantas membuka alat salatnya.
"Aku pasti mendoakan Kakak kok. Semoga Kakak segera mendapatkan rejeki dan dapat tempat tinggal untuk kita bertiga ya Kak?" ucap Jihan penuh harap.
Sukma menunjukan senyumnya. "Iya, Aamiin ... itu yang Kakak harapkan untuk kita semua."
Marwan masuk dengan air wudu yang masih membasahi wajahnya. "Kak, kapan kita bisa pindah dari sini sih? aku gak betah."
"Sabar, Kan Kakak baru dapat kerjaan, belum dapat gaji--"
"Iya, nih. Semuanya butuh proses, bukan dengan cepat kilat." Jihan memotong perkataan Sukma menatap tidak suka pada sang adik.
"Sudah, salat dulu sana?" Sukma takut mereka berdua bertengkar.
Kemudian Marwan menuruti perintah sang kakak. Sementara Sukma duduk bersandar di dinding dengan menatap langit-langit, dia berpikir sebelum mendapatkan gaji. Otomatis harus punya bekal buat ongkos sehari-hari, buat makan adik-adiknya juga.
Sukma menggaruk kepalanya yang tidak gatal itu. Lalu dia ingat, kalau ia punya ponsel yang sudah tidak ada pulsanya. Mungkin kalau di jual, lumayan lah untuk bisa menyambung hidup.
"Oke, sekalian besok aku bawa dan ku jual ponselku. Lumayan lah buat adik-adik ku makan," batin Sukma sambil mengangguk dan lantas mengambil tasnya.
Namun setelah mencari di tasnya, si ponsel tidak ada. Membuat Sukma terus mengeluarkan isi tas miliknya.
Jihan dan Marwan merasa heran. "Kakak mencari apa?" tanya Jihan dan Marwan bergantian.
Sukma menatap kesal dan curiga kepada kedua adik-adiknya itu ....
.
...Bersambung!...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 212 Episodes
Comments
Ummi Alfa
Aduuh Thor....... bacanya banyak bawangnya.
Mungkinkah adik2nya yang mengambil ponsel Sukma atau adik2nya tau sesuatu?
2022-10-22
1
Kurniaty
Mungkinkah ponsel Sukma ada yang ngambil,sewaktu dia cari kerja
Sukses thoor & lanjut
2022-10-20
1