"Ponsel, ponsel Kakak. Nggak ada. Kamu lihat gak? Atau kalian ambil ya?" tuduh Sukma sambil terus mencari.
"Tidak, Kak!" Jihan dan Marwan menggeleng.
Di tas pakaiannya pun tidak ada juga. "Coba di tas kalian ada gak?" tanya Sukma panik karena kalau di jual lumayan lah buat makan satu dua hari saja.
Jihan dan Marwan pun ikut mencari di tas nya masing-masing, tetapi hasilnya sama nihil.
"Kalian lihat gak atau mainin gitu?" tanya Sukma sembari mengingat-ngingat, terakhir ia simpan dimana.
"Nggak, aku gak lihat. Apalagi pakai, buat apa juga." Marwan menggeleng.
"Aku juga nggak. Nggak tau Kak." Jihan pun sama menggeleng.
Sukma frustasi. Tadinya barang itu menjadi harapan satu-satunya buat ia jadikan uang tetapi barang tersebut malah raib entah kemana?
Jihan dan Marwan merasa sedih melihat sang kakak yang tampak sedih. Keduanya mendekat.
"Aku tidak mengambilnya, Kak. Aku juga, tidak Kak." Jihan dan Marwan bergantian.
Sukma memeluk keduanya. "Ya sudah, mungkin Kakak lupa naro di mana. Aduh lupa aku simpan dimana ketika terakhir itu."
Heningh!
...---...
Keesokan harinya.
Pagi-pagi Sukma sudah siap pergi bekerja. Sukma berpesan pada adik-adiknya supaya di rumah bibinya ini rajin membantu pekerjaan bibi dan paman. Mereka harus tahu diri kalau mereka cuma numpang.
"Huuh ... tidak sekolah, Huuh ... calon orang bodoh. Anak gelandangan," cibiran Loli dan Deni di tujukan pada Jihan dan Marwan.
Loli dan Deni putra-putri nya bibi Lilian, sementara putri pertamanya yang bernama Fira, sudah bekerja dan jarang pulang. Loli dan Deni mereka masih di bangku sekolah SMP, dan usianya pun tidak jauh dari Jihan dan Marwan.
Jihan menatap tidak suka ke arah mereka berdua. Apalagi Marwan giginya mengerat dengan kata-kata mereka berdua.
Deni dan Loli melihat reaksi Jihan, Marwan tampak marah. Malah ingin puas dengan menambahkan kata-kata berikutnya.
"Masih mending ya? kita masih punya tempat tinggal, ketimbang yang hidup numpang, tinggal numpang, makan numpang. Sekalian aja gembel." Loli memutar bola matanya jengah.
"Beneran Kak, kalau aku sih dari pada apa-apa numpang! mendingan hidup di kolong jembatan ajalah. Minta-minta, ha ha ha ..." timpal Deni.
Mendengar perkataan mereka berdua hati anak-anak itu rasanya sakit dan sedih. Saling melempar pandangan dengan mulut terkunci. Sukma menggeleng, berharap adik-adiknya sabar dan tidak melayani mereka berdua.
Sukma mengajak kedua adiknya keluar, yaitu ke teras. "Kalian sabar ya? suatu saat nanti kita pasti punya tempat tinggal kok, percayalah sama Kakak. Kakak akan berjuang demi kalian agar bisa hidup layak dan bersekolah lagi."
Tangan Sukma merangkul kedua adiknya. Netra Sukma berkaca-kaca, sedih. Pedih, sudah tidak punya orang tua. Hidup numpang, di cibir lagi.
"Ini buat kalian beli makanan, baik-baik ya sini? jangan nakal bantuin bibi." Sukma memberikan uang Rp 20 untuk mereka makan.
Loli dan Deni melintas dengan tas punggung keperluan sekolah. Sikunya menyenggol bahu Marwan.
"Huuh, seperti kita dong ... bersekolah mencari ilmu. Mencari ilmu kagak? mencari duit kagak, minta-minta saja sana," ucap Deni sambil pergi.
Marwan saking kesalnya, dia menonjok angin.
"Sabar ya sayang, jangan dengerin ya? kita jangan pernah minta-minta sama orang, apalagi mencuri! mencari rongsokan lebih baik ketimbang meminta-minta. Pokonya, kalian sabar dulu biar Kakak yang berusaha?" tangan Sukma mengelus pipi kedua adiknya itu sebelum pergi.
"Hati-hati, Kak?" keduanya melambaikan tangan ketika kakaknya pergi.
Sukma terburu-buru mengayunkan langkahnya. Meninggalkan tempat tinggal bibinya, dengan membawa harapan yang lumayan besar.
"Jihan, Marwan?" panggil bibi Lilian dari dalam.
Keduanya segera menghampiri dengan dada tidak karuan. "Iya Bi?" setelah berada di hadapan sang bibi.
"Kalian bagi-bagi tugas membersihkan rumah. Menyapu dan mengepel, dan yang mencuci piring di tambah mencuci pakaian. Sebelum tugas selesai tidak ada sarapan." Jelas bibi Lilian.
Jihan yang menunduk, lantas mengangguk. "Baik, BI."
Marwan, memegangi perut yang sudah keroncongan dan terasa lapar.
Melihat Marwan memegangi perutnya, bibi Lilian melanjutkan kata-katanya. "Sebelum tugas selesai, tidak ada namanya makan."
Kemudian bibi Lilian memutar tubuhnya meninggalkan anak-anak itu. Bi Lilian kesehariannya adalah bekerja sebagai tukang cuci atau bersih-bersih di tempat tetangga, sementara suaminya seorang pekerja serabutan yang kadang kerja kadang tidak.
Sesaat Jihan dan Marwan saling pandang. Kemudian Jihan mengambil sapu dan pelan dikasihkan ke Marwan. Sementara dia yang akan mencuci perabotan dan mencuci pakaian.
"Tapi, Kak ... aku lapar." Kata Marwan sambil memegangi perutnya.
"Kerja dulu, baru makan. Buruan?" suara Jihan pelan-pelan.
"Tapi, Kak?" protes Marwan.
"Sudah, bekerja dulu. Baru nanti makan." Jihan langsung mencuci piring.
"Tapi, tadi Kakak Sukma ngasih uang buat makan. Aku minta, Kak?" Marwan membuka tangan meminta uang.
"Marwan ... itu buat beli lauknya. Nanti kalau bibi gak ngasih lauk dan cuma nasinya, kamu mau makan sama apa ha? masih mending di kasih nasinya. Kalau tidak sama sekali gimana? kamu mau kelaparan lebih dari itu?" ujar Jihan pelan sambil celingukan.
Marwan terdiam dan mulai menyapu lanjut ngepel. Hatinya kesal, marah. Dengan keadaan!
... ---...
Sukma buru-buru turun dari angkutan umum. Menuju sebuah Rumah sakit yang menjadi tempatnya bekerja saat ini.
"Maaf, Bu. Kalau saya terlambat?" ucap Sukma setelah berhadapan dengan kepala cleaning service.
Ibu Siska menoleh jam tangan nya. "Kamu mulai saja bekerja, dan ini seragam buat kamu. Saya harap kau bisa bekerja dengan baik."
"Em, baik Bu." Sukma mengangguk sambil menyambut pemberiannya.
Sukma langsung bekerja, membawa alat bersih-bersih. Seraya memutar otaknya, nanti siang mau makan apa? sementara uang yang ada cuma untuk ongkos hari ini saja. Besok juga entah gimana tanpa memegang uang sepeserpun.
"Mbak-Mbak, kerja yang bener dong ... masa kaki saya mau diseruduk? jangan melamun dong." Kata seorang wanita yang melintas di depan Sukma.
"Ooh, Maaf Bu. Ma-maaf, saya tidak sengaja." Sukma mengangguk hormat.
"Kerja kok melamun?" kata wanita tersebut sambil berlalu.
"Aku lihat-lihat, kau banyak melamun. Kenapa?" tanya seorang gadis yang sama-sama pekerja yang bernama Mimy.
Sukma menoleh. "Oh, nggak." Sukma menggeleng.
"Nggak gimana? orang jelas-jelas kamu melamun kok," tambah Mimy sambil terus membersihkan kaca.
Sukma menatap gadis itu yang kelihatannya sangat baik. "Saya bingung. Tapi, nanti saja ceritanya setelah jam kerja. Sekarang kan sedang bekerja."
"Oke, nanti ya kita ke kantin, sama-sama ke kantin kalau sudah jam istirahat." Mimy setuju dengan Sukma.
Saat ini jam istirahat sudah tiba. Mimy mengajak Sukma ke kantin buat makan siang. Sukma kembali dilanda kebingungan, ke kantin juga dia gak ada duit. Mana lapar dari kemarin siang gak ada makan lagi sampai detik ini.
"Woi! bengong, napa sih?" Mimy membuyarkan lamunannya Sukma.
Sukma menggercapkan kedua matanya. "I-iya. Ayo? tapi aku gak ada duit, apa pihak kantin bisa kasih ngutang dulu ga ya? sampai gajian!"
Mimy memandangi ke arah Sukma sambil berjalan, terlihat ada kejujuran dari wajah Sukma yang anggun itu.
"Bisa, coba aja ngomong. Aku juga sering gitu kok kalau kekurangan." Kata Mimy.
"Beneran bisa? tapi aku di sini orang baru, apa mereka akan percaya?" Sukma ragu.
"Percaya! nanti aku bantu ngomong deh." Tambah Mimy meyakinkan Sukma ....
...---...
Tidak semua kehidupan seseorang itu mulus
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 212 Episodes
Comments
Sunarmi Narmi
Marwan anak laki" jg kebangetan..anakku kls 5 SD jg bs mandiri ngak bnyak ngluh jg...letoy amat..😬😬😬😬😬😥
2023-08-17
0
Ummi Alfa
Smoga aja ya.... Mimy bisa bantu Sukma agar bisa makan siang.
Dan Sukma juga bisa melewati ujian hidup ini dengan ikhlas.
2022-10-22
1
Kurniaty
Semoga mimy teman yang baik buat Sukma.
Sukses thoor & lajut.
2022-10-20
2