"Jadi, kalian mau menumpang di sini? kalian tahu kondisi kami gimana susahnya? masih mending kehidupan Abang almarhum, ketimbang Bibi." Keluh bu Lilian sambil menghela napas nya yang panjang.
"Bapak mu itu, sok-sokan mau menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sehingga meminjam ke BANK segala? akhirnya seperti ini, boro-boro sekolah, tempat tinggal saja raib," ungkap suami bu Lilian, yang bernama paman Dandi dengan nada sinis dan tatapan yang tajam.
Sukma dan kedua adik-adiknya saling pandang. Lalu menunduk dalam, terlihat jelas kesedihan dari wajahnya mereka bertiga.
"Kami mohon, Bi. Paman, ijinkan kami tinggal di sini sampai aku dapat kerjaan dan bisa ngontrak! nanti kami pindah dari sini, Bi. Paman. Untuk sementara saja." lirih Sukma setengah memohon dan menunduk.
"Sekarang, kamu kerja di mana?" selidik paman Dandi menatap tajam pada Sukma.
Sukma menggeleng. "Belum, Paman. Tapi aku akan segera mencari kerjaan apa aja, Paman. Kami gak tau harus minta tolong pada siapa lagi selain ke sini." Sukma terlihat sedih.
Bagaimana pun Sukma dan adik-adiknya adalah keponakan bu Lilian. Dia menatap iba keponakannya itu.
"Baiklah, tapi janji sampai kamu dapat kerja dan mendapat kontrakan. Sebab kami tidak bisa menampung kalian lebih lama lagi, karena kehidupan kami pun susah." Lirih Bu Lilian, sebenarnya dia merasa tidak enak pada sang suami.
"Makasih, Bi. Paman, makasih banyak? Sukma janji akan segera membawa adik-adik dari sini bila sudah mendapat kerjaan." Sukma berterima kasih sekali pada paman dan bibi yang akhirnya mau menampung mereka bertiga.
Sukma merasa lega, akhirnya ada tempat tinggal untuk berteduh. Menitipkan kedua adik nya.
"Kalian tidur di kamar tadi bekas kalian salat. Oya, kalau kalian mau makan beli lauk sendiri. Sebab Bibi sedang kehabisan lauk." Sambung Bu Lilian menatap ketiganya.
"Iya, Bi. Sekali lagi makasih ... banyak, Aku janji akan segera mendapat kerjaan dan tidak menyusahkan Bibi dan Paman lagi," ujar Sukma. Kemudian mengajak adik-adiknya ke kamar yang tadi.
Kini mereka sudah berada di dalam kamar yang tepatnya seperti gudang. Mereka membereskan semua barang-barang ke samping supaya mereka punya tempat buat tidur.
"Apa tidak sebaiknya bara-barang ini dikeluarin Kak?" tanya Jihan melirik sang kakak yang sedang membereskan ruang tersebut.
"Bener, Kak. Sempit," sambung Marwan membenarkan kalimat dari Jihan, kakak keduanya.
"Tidak, jangan. Kecuali bibi yang suruh." Sukma menggeleng sambil mendongak melihat ke langit-langit yang sudah tampak banyak bocor sehingga banyak kotoran atau debu yang turun.
"Hah ... gini amat sih nasib kita Kak?" keluh Marwan sembari menghela napas berat dan panjang.
"Sabar, Kakak akan berusaha kok, tenang saja. Dan Kakak cuma minta sama kalian berdua untuk sabar dan mendoakan Kakak." Sukma menggenggam tangan Jihan dan Marwan. Dengan tatapan yang nanar, namun Sukma berusaha untuk tersenyum walaupun senyumannya getir.
Kemudian di antara mereka tak ada lagi banyak pembicaraan, Marwan langsung berbaring. Tampak jelas rasa lelah di wajah adik lelakinya tersebut. Begitupun Sukma dan Jihan berbaring berdekatan.
Namun Sukma tidak semudah itu untuk tertidur, dalam pikirannya berjubel segala permasalahan hidupnya. Gimana bisa menghidupi kedua adiknya? sekolahnya? dirinya pun yang ingin melanjutkan pendidikan dan menggapai cita-cita untuk menjadi seorang suster.
"Ha? pusing-pusing, pusing ..." gumamnya Sukma dalam hati.
Dan lambat laun mata Sukma pun terpejam, mengistirahatkan semua anggota tubuhnya dari lelah dan penat. Bersiap menyongsong hari esok entah bagaimana? indah kah atau sebaliknya, yang jelas hari esok sudah direncanakan dengan matang. Kalau hari itu Sukma harus mendapatkan kerjaan tuk biaya melanjutkan hidupnya.
...---...
Saat ini Sukma sedang berada di bawah teriknya matahari, berjalan gontai mencari pekerjaan. Kerjaan apa sajalah yang penting halal baginya. Sekalipun asisten rumah tangga bila saja gak ada yang lain.
"Permisi ..." ucap Sukma di depan pintu gerbang rumah yang besar.
Kebetulan ada yang tengah berdiri di dekat sebuah mobil mewah, seorang wanita cantik dengan penampilan yang elegan.
"Iya, ada apa ya?" wanita itu menatap intens dari sela-sela pintu gerbang yang tinggi tersebut. Di dalamnya ada dua buah mobil terparkir cantik.
Kepala Sukma mengangguk hormat. "Em, kali saja di sini membutuhkan pekerja? eh ... sebagai asisten atau pengasuh, saya bersedia."
Netra wanita itu menatap curiga, matanya melihat ke arah Sukma dari atas ke bawah tanpa terlewatkan sedikitpun. "Maaf, saya tidak membutuhkan pekerja! Sorry ya!"
Sukma membuang napasnya kasar lalu mengangguk hormat. "Permisi?"
Sukma melanjutkan langkahnya yang bingung, harus melangkah kemana lagi? hari ini sudah beberapa gedung pun dia telah datangi melamar sebagai cleaning service sebab kalau ke Rumah sakit kemampuannya untuk menjadi perawat belum memadai masih harus kuliah beberapa semester lagi.
"Ya Allah ... gini amat ya hidup gue? sudah dua hari ini cari kerjaan gak satu pun terima gue," gerutu Sukma di bawah teriknya matahari. Rasa haus pun menghiasi tenggorokannya.
"Mana haus, gak ada uang lagi, kecuali buat ongkos." Sukma membuka dompetnya yang tidak ada isinya selain lembaran lima ribuan.
Sukma memberanikan diri memasuki sebuah warung dan duduk di sana, Netra nya menyapu keadaan warung yang cukup ramai.
"Mau pesan apa Mbak?" suara penjaga warung mengagetkan Sukma yang sedikit bengong dan menelan saliva nya. Tenggorokan sangat kering.
"Ooh maaf, Bu. Saya cuma numpang duduk saja." Sukma mengangguk hormat.
"Duduk? halangi orang-orang yang mau makan dong?" kata penjaga warung itu.
Sukma tersenyum sembari celingukan. Lalu menghampiri ibu warung.
"Bu, maaf benget. Saya haus dan saya tidak ada uang buat beli minum! Boleh gak? saya minta satu gelas saja. Eh ... maksud saya! sebagai bayarannya Ibu boleh suruh saya apa aja, mencuci piring misalnya." Sukma penuh harap.
Sebentar si ibu warung terdiam, menatap intens ke arah Sukma yang bertubuh mungil rambut di bawah bahu. Wajah oval, penampilan nya sangat sederhana.
"Boleh, kau boleh mencucikan piring kotor di belakang." Ibu itu memberikan satu liter air mineral pada Sukma.
Sukma sangat bahagia. "Makasih, Bu. Makasih? saya sedang mencari kerjaan namun belum dapat juga. Sekali lagi terima kasih, Bu?" Sukma mencium tangan ibu warung sebagai ungkapan terima kasih yang tiada tara.
"Sudah, kamu harus membayar dengan tenaga mu, cucian piring kotor di belakang." Tegas ibu warung.
"I-iya, Bu sekali lagi terima kasih?" Sukma meneguk minumnya lalu ke belakang mau lihat cucian.
Sukma langsung mencuci piring kotor, setelah mengikat rambutnya. Di kuncir kuda agar leluasa dalam bekerja.
Kriuk ....
Kriuk ....
Kriuk ....
Perut Sukma bersuara, cacing-cacing sudah demo meminta makan. Tadi pagi cuma minum air teh saja, mau minta sarapan sama bibinya malu. Apalagi adiknya dua di rumah, tentunya ikut sarapan walau membeli lauknya sendiri.
"Aduh, perutku keroncongan. Ya Allah ... beri aku kemudahan untuk mendapatkan uang. Aku gak ingin menyusahkan bibi dan paman." Gumamnya dalam hati.
"Gue harus semangat! demi adik-adik gue juga." Monolog Sukma sambil membereskan cucian yang datang lagi dan datang lagi ....
.
...Bersambung!...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 212 Episodes
Comments
Wiwik Murniati
hidup penuh perjuangan selagi kita mau berjuang segala nya bisa tercapai tapi harus dengan kesabaran
2023-08-25
0
Indra Fiantikara
Si ibu warung kejem amat cm minta air putih aja suruh cuci piring, sini sukma kerumah aq aja gratis plus tak kasih mkan..
2022-11-26
1
Irma Malini
netes ni air mata😭😭😭😭
2022-11-02
1