"Kakak, jam berapa pulang?" tanya Jihan dengan suara parau nya.
"Kakak baru nyampe sekitar pukul 11.00 susah menunggu angkot dan Kakak punya berita baik untuk kalian berdua--"
"Apa tuh Kak? aku pengen tahu!" tanya Marwan sangat antusias.
"Beritanya ... kita akan pindah dari sini, pagi ini juga!" kata Sukma dengan wajah yang sumringah.
"Wah ... yang bener Kak? nggak bohong kan? kakak nggak bohong kan sama kita berdua!" tanya Jihan dan Marwan bergantian, menatap ragu.
"Aduh ... Beneran dong! makanya sekarang ... kalian mandi, siap-siap. Setelah salat, kita pamitan sama bibi dan paman, langsung deh pergi," ucap Sukma.
"Ya, Allah ...beneran kan kita mau pindah, kan Kak? tanya Jihan lagi berasa mimpi.
"Benar, masak nggak percaya sama Kakak sih? semalam, Kakak pulang dari kerja itu langsung ke kontrakan. Bersih-bersih di sana, setelah itu baru pulang ke sini! makanya pulang telat," Sukma menjelaskan.
"Ooh, iya semalam kalian makan gak?" selidik Sukma menatap lekat pada kedua adiknya.
"Makan, kan ada uang dari Kakak waktu pagi," kata Marwan sambil berdiri.
Sukma pun mengangguk. "Ya sudah, sekarang kalian mandi sana? sebelum kamar mandinya ada yang ngisi. Buruan?" pinta Sukma sambil dia sendiri beranjak membereskan tikar bekas tidurnya.
Kedua adiknya bergantian mandi, menuruti perintah kakaknya dengan hati yang senang akhirnya mereka akan pindah dari tempat bibi dan pamannya ini, selesai mengerjakan salat subuh Sukma mengajak adik-adiknya untuk menemui bibinya di dapur.
"Bi? terima kasih ya? sudah mau menampung ku dan adik-adik ku di sini?" ucap Sukma pada Bu Lilian.
Bu Lilian menatap heran kepada ketiga keponakannya itu yang sudah siap dengan tas ranselnya di punggung. "Kalian mau kemana? pagi buta begini?"
"Kami mau pindah ke kontrakan dekat tempat ku bekerja, Bi. Maaf, saat ini aku belum bisa membalas kebaikan Bibi dan paman." Sukma menunduk merasa gak enak hati belum bisa membalas kebaikan bibinya. Dan juga yang menjadi hurang.
"Emangnya kau mau tinggal di mana?" tanya paman Dandi yang baru datang ke tempat tersebut.
"Em ... ada kontrakan di dekat aku bekerja," Sukma menoleh pamannya yang menatap datar, dalam hatinya tersenyum.
"Biar saja mereka pergi, di sini juga cuma menambah beban," celetuk Fira sambil melipat kedua tangannya di dada.
"Siapa juga yang mau melarang? silakan saja kalau mau pergi. Pergi saja, dengan senang hati kok!" seru paman Dandi sambil Mendudukkan bokongnya di kursi yang sudah agak koyak.
Begitupun dengan Fira dia tersenyum sinis pada Sukma dan adik-adiknya, dia pun tidak suka dengan kehadiran Sukma dan adik-adiknya, hanya menambah beban begitu pikirnya.
"Aihs ... siapa juga yang mau tinggal di sini? males kali," akunya Marwan dengan suara sangat pelan.
Dengan refleks tangan Jihan menyenggol tangannya Marwan. "Eeh ... jangan bilang begitu? nanti kedengaran! emang kita nggak mau tinggal di sini, iya kan?"
Sukma menyembunyikan senyuman mendengar celetukan kedua adiknya itu.
"Sekali lagi aku ucapkan terima kasih? pada Bibi dan Paman juga yang lainnya, yang sudah menyediakan tempat untuk kami bertiga, kami mohon maaf Sudah menyusahkan kalian semua?" ungkap Sukma berulang-ulang.
"Itu tahu sudah menyusahkan keluarga di sini?" celetuk Fira lagi.
Sukma menoleh sesaat pada Fira. Lalu kembali menggerakkan netra nya pada Bu Lilian. "Saat ini kami belum bisa membalas kebaikan Bibi." Lirihnya Sukma kembali dengan nada sedih.
"Ya, sudah! kalau begitu hati-hati ya," balasnya bu Lilian sambil memeluk tiga keponakannya bergantian.
"Iya, Bi." Sukma mengangguk.
"Bibi nggak bisa membantu kalian!" tutur bu Lilian pada Sukma.
"Iya tak apa, Bi. Segini juga sudah cukup, aku mengingat kebaikan Bibi selama ini." Sukma memeluk wanita itu, yang harusnya menjadi ibu dan ayah sebagai ganti orang tuanya yang telah tiada.
"Seharusnya ada timbal baliknya dong, hampir hampir lebih 1 bulan kalian tinggal di sini dengan gratis, nggak bayar uang sewa, rumah. Listrik dan makan gratis." Fira kembali bersuara nyelekit.
"Iya, makan dikasih. Tetapi nggak dikasih lauk, cuma kasih nasi doang," kata Jihan kesal.
Sukma melirik pada adiknya itu, dengan memberi kode agar tidak lagi bersuara.
"Itu juga masih beruntung, kalian masih di kasih makan! emangnya kalian mau di sini kelaparan? apa kata tetangga? kalian tinggal di sini nggak dikasih makan sama sekali, bersyukur woi ..." sambung Fira menatap garang.
"Iya nih, sudah numpang hidup. Nggak tahu terima kasih lagi." timpal adiknya Fira.
"Sudah-sudah, Bibi minta maaf? Bibi nggak bisa buat apa-apa untuk kalian bertiga, padahal kalian itu sama aja dengan anak-anak Bibi. Karena kalian anak dari kakak bibi," tutur Bu Lilian dengan ada sendu.
"Nggak pa-pa, Bi. Kita juga ngerti posisi Bibi, cukup kok. Aku janji bila nanti ada rejeki lebih, tidak akan lupa sama, Bibi. Dan aku akan sering main ke sini! sekarang kami pamit pergi. Assalamualaikum?"
Sukma menarik tangan kedua adiknya, keluar dari rumah tersebut yang sebelumnya mereka mencium tangan bibi dan paman Dandi.
"Ingat! kalau nanti atau besok ada rejeki lebih, bagi kami. Jangan sampai kalau udah senang lupa sama keluarga, kalau susah. Baru ingat, datang nyusahin." Pekik Paman Dandi.
"Kalau sudah senang sih, paling lupa sama kita? mungkin ingat pun nggak." Tambah Fira menimpali omongan sang ayah.
Sukma terus berjalan menggiring kedua adiknya, agar tidak mendengarkan kata paman dan putrinya, yang lumayan menyakitkan hati.
"Dasar aki-aki, ngomongnya asal nyablak saja." Gerutu Jihan dan Marwan bergantian.
"Iya bener! emang siapa juga yang mau tinggal di sana? Sudah galak, pelit. Yang ada bikin rusak nih gendang telinga ku," tambahnya Marwan.
"Sudah, jangan gitu ah. Bagaimanapun mereka orang tua kita juga, gantinya ayah dan ibu. Nanti kita harus berbaik hati pada mereka. Jangan lupakan mereka, anggap mereka sebagai orang tua kita." Ucap Sukma lembut.
"Habis mereka itu lho ... nyebelin." Lanjut Jihan.
"Iya nggak pa-pa! yang penting sekarang kita keluar dari sana, kita jangan dendam ya? bagaimanapun mereka paman dan bibi kita, sebagai ganti orang tua kita yang sudah tiada!" tambah lagi Sukma sambil mengusap bahu kedua adiknya.
"Iya Kak. Terus, kita mau dimasukkan sekolah ke mana Kak?" tanya Marwan.
"Ini, sekolah lagi? pasti Kakak belum ada buat biayanya, buat makan aja belum tentu ada," sahut Jihan menimpali pertanyaan dari Marwan.
Sukma menghela nafas panjang. "Kalau sekedar makan dan tempat tinggal, Kakak akan usahakan karena itu nomor satu. Tetapi kalau untuk sekolah? nanti dulu ya? sabar dulu! sampai Kakak benar-benar mendapatkan biayanya," ungkap Sukma menatap kedua adiknya itu.
Jihan dan Marwan saling pandang, sebenarnya mereka ingin sekali segera melanjutkan sekolahnya. Mereka sudah bosan tiap hari di rumah tanpa ada yang dikerjakan.
"Kalian sabar ya? Kakak akan berusaha agar kalian bisa sekolah lagi," Sukma mengusap pipi kedua adiknya bergantian. Hatinya mencelos sedih, akhirnya keduanya, Jihan dan Marwan memberikan anggukan.
"Terima kasih atas perhatian kalian ya? Kakak sayang kalian berdua." Sukma memeluk keduanya penuh kasih dan sayang.
Sukma merangkul kedua adiknya. Sambil menunggu angkutan umum yang mengarah ke kontrakan yang berada dekat kontrakan Mimy, yang kalau dari situ tentunya lebih jauh jaraknya ....
.
.
...Bersambung!...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 212 Episodes
Comments
kia
sabar ya Jihan ,Marwan ,,ibarat pepatah mengatakan berakit2 kehulu berenang ketepian,,,,
2023-01-27
1
Ummi Alfa
Sabar ya kalian..... mungkin untuk saat ini jangan dulu berpikiran ingin sekolah kasian Sukma, kalian harus bersyukur saat ini kalian sudah ndak tinggal di rumah bibi lagi yg jelas2 smuanya tidak suka kehadiran kalian hanya bibi kalian aja yg baik.
Smua ada prosesnya satu2 kalian jalani, jika sudah tiba saatnya yakinlah kebahagiaan itu akan datang.
2022-10-23
2
Kurniaty
Semoga kehidupan Sukma & adik adiknya lebih baik dari sebelumnya.
Sukses thoor & la anjut.
2022-10-23
1