Pada akhirnya cucian pun selesai. Dan untuk menghilangkan rasa lapar, Sukma menghabiskan minumnya sampai tandas tak tersisa lagi.
"Bu, tugas saya sudah selesai dan terima kasih minumnya?" ucap Sukma setelah menghadap ibu warung.
"Ooh, iya. Terima kasih dan ini upah mu," si ibu warung memberikan selembar uang Rp 50 kepada Sukma yang bengong.
Ada rasa sedih dan bahagia bercampur menjadi satu. "Lho. Saya kan, mencuci piring buat bayar air minum." Sukma Menatap uang tersebut dengan tatapan nanar.
"Nggak pa-pa ambil saja? dan ini nasi bungkus, buat kamu makan." Si ibu warung menambahkan sebungkus nasi.
Sukma tidak menyangka kalau ibu ini sangat baik, padahal di awal raut wajahnya sangat jutek.
"Terima kasih, Bu? aku ucapkan sangat-sangat berterima kasih atas kebaikan Ibu." Wajah Sukma begitu sumringah. Bahagia.
"Ambilah. Kamu pasti lapar, kan?" kemudian ibu warung pergi entah kemana. Tinggallah pekerjanya saja dan beberapa orang yang belanja masakan.
"Ya Allah ... makasih, semoga ibu ini warungnya semakin rame! Aamiin." Sukma begitu bahagia yang tadinya cuma inginkan segelas air, akhirnya dapat plus-plus, uang bersama nasinya.
Sukma berjalan membawa hati yang senang. "Aku harus dapat kerjaan hari ini juga!" dia terus berjalan menyusuri pinggiran jalan.
Namun di tengah perjalanan Sukma berhenti, mengambil bungkus nasi nya yang ingin ia makan. Perut semakin lama semakin keroncongan, tubuh pun terasa lemas.
Akhirnya Sukma duduk di pojokan membuka nasi bungkusnya. Kemudian melahap tak tersisa.
"Alhamdulillah ... kenyang nya perut ku!" gumamnya Sukma.
Setelah selesai makan, Sukma kembali mengayunkan kakinya untuk mencari pekerjaan, tidak selang lama tibalah di depan sebuah Rumah sakit.
"Apa gue ngelamar di sini aja ya buat cleaning service? yang penting kerja dapat uang." Gumam Sukma menatap gedung tersebut.
Pada akhirnya Sukma memutuskan untuk mencoba masuk dan melamar di sana.
Kebetulan ada pengumuman kalau ada lowongan untuk cleaning service, bibir Sukma tertarik membentuk sebuah senyuman.
"Permisi?" ucap Sukma pada suster yang kebetulan berpapasan dengan memberi anggukan hormat.
"Iya, ada apa ya?" menatap intens ke arah Sukma yang berpenampilan biasa saja.
"Katanya di sini ada lowongan kerja buat cleaning servis, dan saya berniat melamar," ucap Sukma dengan mengangguk hormat.
"Oh, datang aja ke pihak resepsionis. Mari? saya permisi?" suster berlalu dan Sukma pun langsung ke ruangan resepsionis.
Derap langkah Sukma menuju ruang tersebut, dengan yakin dan mempunyai harapan kalau ia pasti mendapatkan pekerjaan di sini.
"Selamat siang?" Sukma mengangguk hormat setelah berada di depan orang yang duduk di meja resepsionis itu.
Dan Sukma langsung mendapat respon baik dari pihak sana. Dengan ramahnya Sukma dilayani dengan sangat baik.
Kemudian terjadilah perbincangan, dan akhirnya Sukma bersyukur sekali dia diterima kerja sebagai tukang bersih-bersih.
Sukma sangat bersyukur dirinya mendapat kerjaan, apapun itu yang penting ia punya pendapatan untuk menghidupi ia dan adik-adiknya.
Pihak Rumah sakit menganjurkan kalau Sukma bisa mulai bekerja besok pagi, dan pagi-pagi sekali harus sudah berada di lokasi.
"Terima kasih, Bu? terima kasih banyak. Saya akan datang pagi-pagi sekali dan saya janji." Sukma beberapa kali berterima kasih atas diterimanya dia bekerja di tempat tersebut.
Setelah itu, Sukma langsung berjalan menuju jalan raya lantas naik angkutan umum untuk pulang ke rumah bibinya.
"Alhamdulillah ... akhirnya gue dapat kerja juga. Ya Allah ...."
Di dalam angkutan umum, Sukma senyum-senyum sendiri hatinya berbunga-bunga. bahagia akhirnya ia mendapatkan kerjaan.
Pekerjaan yang sangat dia butuhkan untuk menopang kelanjutan hidup dia dan kedua adiknya. Dia harus mampu menjadi ibu sekaligus ayah bagi adik-adik nya tersebut.
"Dek, kau kenapa senyum-senyum sendiri? gak ke sambet apa gitu?" tanya seorang ibu yang duduk dihadapannya Sukma.
"He he he ... em ... tidak, Bu." Sukma menganggukkan kepala.
"Kok senyum-senyum tanpa sebab?" timpal yang lainnya.
"Saya cuma merasa seneng saja karena sudah mendapatkan kerjaan."
"Ooh, begitu?" sambung ibu yang tadi.
"Lah. Gue bisa dibilang gila kalau senyum-senyum sendiri, ada-ada ah kamu Sukma." Batin Sukma sembari mengedarkan pandangan ke luar jendela.
"Ooh ... gitu, pantas wajah nya berseri-seri roman-roman dapat durian runtuh." Kata si ibu lainnya lagi.
Sukma menoleh. "Lah Ibu, saya ketiban dong! he he he ...."
"Ha ha ha ... itu perumpamaan. Bukan betulan." Timpal si ibu, yang lain pun ikut tersenyum pada Sukma.
Di jalan perempatan, angkutan umum berhenti dan Sukma langsung turun, setelah membayar angkot tersebut.
Kemudian dia berjalan menelusuri jalan yang cuma bisa masuk sepeda motor. Namun tidak jauh dari situ rumah bibinya Sukma terlihat.
Baru nyampe teras pun, Sukma langsung disambut oleh kedua adiknya yaitu Jihan dan Marwan.
"Gimana kak? dapat kerjaannya? dapat duit gak. Atau kontrakan gitu?" Marwan mengajukan rentetan beberapa pertanyaan.
"Kamu ini, Wan. Kakak baru pulang sudah di berondong pertanyaan, gimana sih?" Jihan menatap tidak suka pada adik laki-lakinya itu.
"Ya, Kakak. Aku kan penasaran. Masa kita mau numpang terus? di sini, perut saja kita sudah kelaparan!" keluh Marwan cemberut.
Manik mata Sukma mengedarkan pandangan ke arah adik-adiknya bergantian. "Kalian belum pada makan?"
"Pagi sudah Kak. Siang belum dapat, bibi cuma masak nasi buat kita. Nggak ada lauknya." Keluh Marwan menunduk lesu. Perutnya yang sedari tadi berdemo meminta makan kini berdemo lagi.
Sukma menghela napas panjang. Hatinya mencelos, sedih mendengar kata Marwan seperti itu. "Sabar ya sayang. Kakak akan berusaha kok, untuk kalian." Memeluk kepala Marwan.
Hening!
Jihan hanya memilih untuk terdiam, tak tahu harus berkata apa? dia tahu sang kakak pun sedih dan menanggung beban yang cukup berat.
"Ya sudah. Ini uang sepuluh ribu. Beli lauk sana buat kalian makan," tangan Sukma merogoh tasnya dan memberikan selembar uang yang berwarna ungu.
"Yah ... Kak. Mana cukup segini?" lagi-lagi Marwan mengeluh.
"Beli Padang lauknya doang. Kenapa sih?" protes Jihan pada sang adik. Hatinya mencelos namun kendati demikian dia tidak ingin perlihatkan kesedihannya pada sang kakak.
"Iya, Wan ... sabar aja dulu. Nanti kalau Kakak sudah bekerja dan dapat gajih, Kakak traktir deh ... ya? sekarang beli telor aja." Sambung Sukma.
Pada akhirnya Marwan pergi ke warung depan dengan membawa uang tersebut. Dengan langkah lebih cepat.
"Cepat ya? Maghrib nih?" kata Jihan.
"Iya bawel." Lantas Marwan berlari.
Sukma membuka mulutnya. "Nggak lari juga, Wan ...."
Kemudian keduanya masuk ke dalam rumah bibi Lilian. Ketika melintasi pintu ditegur paman Dandi.
"Adik mu itu sudah memecahkan gelas kesayangan Paman, dan kamu harus ganti," ucap paman Dandi dengan nada marah.
Sukma kaget, baru saja melangkah memasuki pintu. "Paman?" terus Sukma melirik ke arah sang adik yang berada di belakangnya. Seolah memberi pertanyaan apa maksud paman Dandi dan siapa yang memecahkan gelas tersebut?
Namun Jihan menunduk dalam. Ia mengakui sudah memecahkan gelas milik paman Dandi. Dan itu bukan disengaja ....
.
...Bersambung!...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 212 Episodes
Comments
Wiwik Murniati
sabar kunci dari segalanya
2023-08-25
0
Indra Fiantikara
Ibu warung nya ternyata baik hati, maap ya bu udah buruk sangka
2022-11-26
2
Maulana ya_Rohman
paman durjana tu orang😡
2022-10-28
1