Pulang dari Bawen, mereka sepakat untuk kembali ke hotel. Acara kejutan untuk Dono di malam sebelum pernikahannya juga batal karena Dono masih harus mengikuti acara keluarga lainnya.
Pagi jam 8, mereka sudah janjian berkumpul di lobby hotel. Keenamnya akan berangkat menuju tempat berlangsungnya acara menggunakan mobil yang kemarin.
Theo, Luki dan Erwin sempat terkesima dengan penampilan Cilla pagi ini. Mengenakan baju dress katun warna hijau pastel bermotif bunga kecil dengan panjang 10 cm di bawah lutut dan dipadu dengan warna baby pink, Cilla tampak cantik. Wajahnya yang hanya menggunakan bedak dan lip tint terlihat sangat natural dan membiaskan wajah kekanakannya.
Arjuna sempat mendengus kesal saat melihat tiga sahabatnya berdiri dengan tatapan mupeng. Kenapa satu persatu sahabatnya begitu tertarik dengan Cilla yang menurutnya biasa-biasa saja. Kecantikan gadis belia itu jauh dibandingan dengan Luna bahkan saat kekasih Arjuna itu
Jarak dari hotel ke tempat pemberkatan pernikahan tidak jauh, hanya dalam 15 menit mereka sudah sampai di sana.
“Kayak bintang film aja nih, Pak Dono,” ujar Cilla sambil memberikan jempolnya pada gurunya itu.
“Terima kasih, Cilla. Tapi jangan berharap nilai kamu akan saya kasih bonus di kelas 12,” sahut Dono dengan wajah tegas layaknya sedang mengajar di depan kelas.
Cilla langsung tergelak, sementara Dono hanya senyum-senyum saja. Kelima pria yang lainnya belum ikut berkomentar.
“Bapak kok tahu aja sih saya lagi PDKT. Punya satelit yang bisa membaca niat saya ya, Pak ?”
“Iya kok kamu tahu ? Kamu dukun ?” Dono terkekeh sementara Cilla masih tertawa.
“Namanya juga murid Pak, wajar kalau PDKT sama guru buat dapat nilai bagus. di Guna Bangsa aja ada guru baru yang PDKT sama kepsek biar status kontraknya nggak diperpanjang terus,” Cilla melirik ke arah Arjuna sambil terkikik.
Ketiga sahabat Arjuna langsung tertawa saat tahu siapa yang dibicarakan Cilla.
“Tuh kebagian jatah dari murid kesayangan,” ledek Luki menyenggol bahu Arjuna.
Terlihat pria itu mendengus kesal dan menatap galak ke arah Cilla. Gadis itu tertawa pelan sambil mengatupkan kedua tangannya di depan wajah tanpa bicara, hanya tertawa.
“Kamu tuh kalau nggak cari gara-gara sama saya kayak orang sakit nggak minum obat. Nanti ujung-ujungnya protes takut baper,” ledek Arjuna sambil tersenyum mengejek.
“Kan kemarin Pak Slamet sudah bilang, Pak Arjuna tinggal tanggungawab aja kalau saya baper sama Bapak. Kalau sampai nggak mau, tinggal minta papi buat surat SP3, kalau perlu SP5 biar Bapak nggak bisa ngajar lagi di sekolah lain. Ngajar saya aja,” Cilla menjawab dengan nada manja dan di ujung kalimatnya, ia sengaja mengerjapkan matanya beberapa kali.
“Mati lo Jun, dilamar sama anak SMA di depan kita,” Erwin menepuk bahu sahabatnya sambil tergelak.
“Ogah, masih cakepan Luna kemana-mana,” sahut Arjuna dengan wajah kesal.
“Pak, mimpi itu jangan ketinggian, nanri sakit kalau jatuh. Lebih baik yang nyata aja di depan mata, nghak perlu usaha susah-susah, modal kecil sesuai kantong.”
Kembali para sahabat Arjuna bahkan Theo ikut tertawa. Boni pun mendekati Cilla di sisa-sisa tawanya.
“Sudah kalau Pak Juna menolak kamu mentah-mentah, soalnya mau direbus sampai besok nggak akan matang. Lebih baik kamu pilih nih, ada cowok-cowok yang nggak kalah ganteng sama Juna, bersedia kamu lamar kapan aja.”
Boni menunjuk satu persatu sahabatnya.
“Boleh aja, asal isi dompetnya lebih sedikit dari punyanya Pak Arjuna. Soalnya kalau kantong tebel mana mau diajak makan sekoteng dan sate di taman langganan saya,” Cilla menaik turunkan alisnya sambil tersenyum.
Spontan ketiga sahabat Arjuna langsung saling berpandangan. Cilla belum tahu siapa Arjuna. Kalau soal isi dompet lebih sedikit dari Arjuna, sudah pasti Luki dan Erwi menjadi nominatornya.
Tapi tidak ada yang berani menjawab, mereka hanya tertawa karena Cilla bisa saja terjebak dengan ucapannya. Padahal target untuk jadi pacarnya adalh Arjuna.
Cilla mengernyit. Mencoba menebak arti pandang-pandangan para sahabat Arjuna yang diakhiri dengan tawa, sementara Arjuna menatapnya dengan wajah meledek dan tersenyum sinis.
Jam 9.30 akhirnya acara dimulai. Suasana berlangsung khidmat dan syahdu meski hanya dihadiri oleh keluarga dan para sahabat keduanya.
Cilla mengalihkan pandangannya ke samping dan mengusap sudut matanya saat Dono dan Wiwik mengucapkan janji suci mereka. Arjuna yang duduk persis di belakang Cilla, mengerutkan dahinya, tidak menduga kalau Cilla bisa menangis juga bahkan untuk hal seperti ini.
Saat prosesi sudah selesai, semua yang hadir memberikan selamat pada pasangan berbahagia. Tidak lupa acara foto-foto bersama. Cilla pun didulang untuk ikut foto dengan kelima sahabat Dono meski ia berusaha keras menolaknya.
Belum lagi foto dengan Pak Slamet, Pak Wahyu dan Arjuna sebagai perwakilan SMA Guna Bangsa. Entah siapa yang iseng mengaturnya, Cilla yang semula berdiri di sebelah Pak Wahyu, dipaksa pindah jadi bersebelahan dengan Arjuna.
Acara dilanjutkan dengan pesta sederhana di rumah keluarga Wiwik yang letaknya hanya 800 meter dari situ. Kali ini Cilla meminta duduk di paling depan sebelah sopir dan memilih membuka kaca daripada dengan AC. Kelima pria di belakang berbisik dan memberi isyarat menanyakan kenapa Cilla bisa mendadak berubah. Tidak ada yang ganj, bahkan Arjuna pun hanya bisa mengangkat kedua bahunya.
Pesta cukup ramai meski berkesan sederhana. Layaknya acara pernikahan di daerah, para tetangga bukan hanya jadi tamu tapi juga ikut sibuk membantu.
Cilla memilih pergi ke dapur dan bergabung dengan para ibu. Meski terkadang ia susah berkomunikasi karena kurang paham dengan bahasa Jawa, namun tidak menghalanginya untuk ikut membantu.
“Ndok, kenapa malah di dapur, nanti bajumu jadi bau dan mukamu lengket,” ujar Bu Tutik, salah seorang tetangga yang sejak kemarin sibuk mengurus soal perut.
Bu Tutik paham kalau Cilla tidak terlalu banyak ikut bicara karena kendala bahasa, karenanya Bu Tutik langsung mengajaknya bicara dengan Bahasa Indonesia.
“Ndak apa-apa, Bu. Jarang-jarang kan murid bisa membantu di pernikahan gurunya,” Cilla tertawa pelan.
“Kamu muridnya Dono atau Wiwik ?”
“Wajah saya tidak cukup imut untuk jadi murid Bu Wiwik, Bu. Saya murid Pak Dono.”
“Siapa namamu, Ndok ?”
“Pricilla, Bu. Biasa dipanggil Cilla.” Ia pun mengulurkan tangannya sambil membungkukan badannya.
“Saya Tutik. Saya guru juga. Guru SD di sini.”
“Wah keren, Bu Guru Tutik,” Cilla tersenyum sambil memberikan jempolnya. “Saya salut dengan pekerjaan para guru terutama yang mengabdi di daerah apalagi daerah terpencil, Bu.”
“Harus panggilan hati biar bisa rela menjalankan tugasnya, Ndok.”
“Bener banget, Bu.”
“Lima laki-laki yang datang sama kamu juga guru-guru temannya Dono ?”
“Bukan Bu. Mereka sahabat Pak Dono pas SMA. Saya sendiri baru kenal di sini, kami menginap di hotel yang sama.”
Bu Tutik mengangguk-anggukan kepalanya sementara tangannya masih sibuk memotong kue bolu yang baru dikeluarkan dari dalam dus.
“Tapi memang ada satu guru teman mengajar Pak Dono di sekolah saya. Yang pakai kemeja biru tua itu, Bu.”
Bu Tutik menautkan kedua alisnya berusaha mengingat siapa yang memakai baju biru tua dari antara kelimanya.
“Nanti saya kasih lihat ke Ibu kalau kita sudah ada di luar. Guru baru di sekolah kami.”
“Kamu hanya sendiri datang kemari ? Sebagai perwakilan murid ?”
Cilla mengangguk sambil terkekeh.
“Kok hanya datang sendiri, tidak dengan teman-temanmu, malah dengan temannya Dono ?”
“Saya murid spesialnya Pak Dono, Bu,” Cilla tertawa pelan. “Sudah ada dua guru senior ikut datang dan mereka sudah seperti orangtua yang menjaga saya.”
Bu Tutik mengangguk kembali. Dilihatnya Cilla sudah terbiasa bekerja di dapur meski penampilannya adalah anak kota yang terlihat cantik dan kinclong. Tangan gadis itu terlihat trampil dan cekatan dalam menyusun kue-kue di piring.
“Ah saya tahu deh, mana guru kamu yang katanya teman Dono. Itu kan orangnya ?“ Bu Tutik menunjuk dengan dagunya. Reflek Cilla menoleh mengikuti gerakan dagu Bu Tutik.
“Sedari tadi berdiri di balik tembok ngintip-ngintip, sepertinya lagi mengawasi kamu.” Bu Tutik terkekeh.
Cilla terbelalak karena terkejut, begitu juga dengan Arjuna yang sesuai ucapan Bu Tutik, sejak tadi bediri di belakang tembok menuju dapur memperhatikan aktivitas Cilla Apalagi Cilla langsung menoleh dan menatapnya meski tidak menertawakannya.
Dengan wajah memerah karena malu tertangkap basah sedang mengintip anak muridnya, Arjuna langsung berbalik badan menjauh dari dapur.
Cilla pun hanya diam dan kembali fokus pada pekerjaannya.
“Benar kan ?” Bu Tutik mengangkat kedua alisnya menatap Cllla yang mengangguk mengiyakan.
“Sudah sana temani guru kamu,” ujar Bu Tutik.
Cilla tertawa dan menggeleng. “Ndak usah Bu, guru yang satu itu memang sedikit unik. Kayak putri malu. Kalau didekati apalagi kesenggol, langsung nguncup.”
Bu Tutik sempat melongo mendengar ucapan Cilla. Apa iya seorang pria tampan punya sikap seperti putri malu ? Bukan biasany perempuan yang sifatnya begitu ?
“Jangan dipikirin, Bu,” Cilla terkekeh. “Nanti potongan kuenya jadi abstrak kalau ibu mikirin Pak Arjuna.”
Bu Tutik akhirnya tertawa. Tidak menyangka akan bertemu anak Jakarta seperti Cilla. Anak perempuan kota yang biasa di dapur, ringan tangan dan mudah akrab dengan orang yang baru dikenalnya.
*mupeng : muka pengen
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 270 Episodes
Comments
rista_su
aka anak bos besarnya pak dono ini bu e
2024-05-24
0
Jeankoeh Tuuk
Cilla cewek cerdas serba bisa
2023-08-26
0
⋆.˚mytha🦋
cieeeee... yg ke gep mantauin calon jodoh #eeh 😄
2023-07-15
0