Tepat sebulan Arjuna bekerja di SMA Guna Bangsa. Perjuangan awal yang cukup berat. Bukan karena sulitnya mengajar anak-anak SMA, tapi sisa uang satu juta lebih yang harus diatur supaya cukup untuk 37 hari.
Arjuna memeriksa mobile banking miliknya. Angka yang lumayan untuk guru tanpa pengalaman.
Pak Slamet sudah menyampaikan di awal, kalau selama Arjuna menjadi asisten Pak Wahyu, aekolah hanya akan membayarnya sekitar separuh dari gajinya sebagai guru. Itu pun tergantung kebijakan dari pihak yayasan.
Arjuna tetap bersyukur, setidaknya angka yang terpampang di layar handphonenya lebih dari 2 juta. Cukup untuk bayar biaya kost, makan dan transport satu bulan ke depan.
Sudah berguling kanan kiri matanya tidak mau terpejam. Banyak pikiran yang mengganggu otak Arjuna yang memang pintar. Memikirkan banyak hal yang terjadi dalam hidupnya selama 5 minggu terakhir. Kangen keluarga sudah pasti. Rindu kehidupan lamanya masih bisa diatasi.
Hubungannya dengan Luna ? Bagaikan layangan putus menggelantung di dahan pohon mangga, ingin digapai terlalu tinggi, dibiarkan begitu saja mengganggu pandangan setiap kali melintas
Sudah sebulan ini bukan saja Luna tidak membalas pesannya, tapi nomor Arjuna sudah masuk daftar hitam di handphone gadis itu alias diblokir.
Sudah jam 10.15 tapi mata masih terang benderang. Akhirnya Arjuna memutuskan untuk ke “pujasera” istilah yang ia berikan pada deretan pangkalan gerobak makanan dekat taman yang menjadi tempat makan favoritnya.
Arjuna pun berjalan ke sana dengan gaya yang sudah semakin dihafalnya hingga jadi kebiasaan, tanpa perlu Dono yang mengingatkan.
Suasana masih cukup ramai meski hampir tengah malam. Arjuna baru teringat kalau ini adalah malam Sabtu dan tanggal pekerja gajian, sama seperti dirinya.
Arjuna memesan sekoteng tanpa kacang tanah dan duduk di salah satu meja kayu ala kaki lima yang ada dekat situ.
Belum juga pesanannya datang, mahluk yang tidak diharapkan sudah duduk di depannya tanpa permisi.
“Masih ingat jalan kemari ?” Sindir Arjuna.
“Saya sering kok kemari, cuma sepertinya kita tidak berjodoh. Seharusnya jodoh kita bertemu adalah saat makan pagi karena sebelumnya kita sudah pernah makan siang dan makan malam sama-sama.”
Arjuna mengernyit dan menggelengkan kepalanya. Kalimat yang aneh meski Arjuna mengerti maksudnya.
“Ngapain kamu masih keluyuran malam-malam begini ?”
Gadis itu mengerutkan dahinya sambil menatap Arjuna yang membalas tatapannya dengan senyum sinis.
“Di pikiran Bapak pasti mengira saya habis clubbing.”
Pesanan sekoteng pun datang, ternyata mahluk aneh ini pun memesan makanan yang sama.
“Ikut-ikutan aja ,” gerutu Arjuna.
“Helloow Pak Arjuna, ini tempat umum dan orang bebas mau pesan apa. Memangnya saya tahu kalau Bapak pesan sekoteng juga ?”
Arjuna masa bodoh dan mulai meniup sekoteng yang sudah disendoknya sebelum masuk ke dalam mulut.
“Terus ngapain anak perempuan keluar malam-malam, sendirian, dan nongkrong di tempat begini ?”
Cilla memutar bola matanya dengan malas. Tapi hatinya merasa tertantang karena baginya Arjuna adalah lawan debat yang akan mengasah otaknya.
“Saya sendirian karena belum punya pacar. Jelas Pak ? Dan kalau anak perempuan keluar malam apa bisa dibilang pasti clubbing ? Apa teman-teman Bapak model perempuan kayak begitu ?”
“Kepo !” Sahut Sebastian sambil mencebik.
“Bapak lebih kepo !” Seru Cilla tidak mau kalah. “Bapak kan yang ingin tahu saya darimana, kenapa sendirian dan tujuan apa nongkrong di sini.”
Arjuna kembali meniup sekoteng di sendoknya tanpa mendebat kembali omongan Cilla.
“Bapak juga sendirian, pasti belum punya pacar,”
Cilla mngejek Arjuna sambil tertawa, tapi sebentar kemudian dia menggeleng.
“Hmmm… tapi saya yakin kalau Bapak sudah punya pacar,” matanya menyipit menelisik Arjuna yang dengan santai menikmati sekoteng sesedok demi sesendok.
“Tebakan saya pasti benar kalau Bapak sudah diputusin sama pacar karena mendadak jatuh miskin.”
Cilla terbahak, tapi moodnya langsung kembali berubah dan wajahnya cemberut saat Arjuna kembali menyembur sekoteng di dalam mulutnya dan mengenai wajah Cilla.
“Bapak iihh… jorok banget sih !” Setengah berteriak Cilla mengomeli Arjuna.
Matanya langsung mencari-cari tissue yang ternyata tidak ada di meja, terpaksa Cilla mengeluarkan miliknya dari dalam tas.
Bukannya membantu membersihkan atau minimal minta maaf, Arjuna malah terbahak melihat wajah Cilla. Ada roti, kacang hijau dan merah delima menempel di beberapa bagian wajahnya. Tanpa permisi, Arjuna langsung mengambil handphone dan mengabadikannya.
“Pak Juna !” Pekik Cilla lagi sambil mengepalkan tangannya hendak meninju Arjuna yang masih terbahak.
“Memangnya kamu doang yang bisa punya koleksi foto dan video aneh saya ?” Arjuna menjulurkan lidahnya dan tetap melanjutkan tawanya, apalagi serelah melihat hasil jepretan handphonenya.
“Pembalasan pasri lebih kejam, Pak !” Omel Cilla.
“Dasar pendendam. Memangnya saya sengaja menyemburkan makanan ke wajah kamu !”
“Dasar jones… baru membahas mantan pacar aja udah baper sampai tersedak. Bapak itu guru apa dukun sih ? Hobi banget sembur-sembur orang !”
Cilla mengambil tissue basah untuk melap wajahnya yang terasa lengket karena kuah sekoteng.
Arjuna beranjak dari bangkunya. Cilla sudah langsung melotot, ia pikir Arjuna akan meninggalkannya setelah membuat wajah dan sebagian bajunya lengket. Ternyata tidak lama pria itu sudah kembali dengan dua botol air putih dalam kemasan botol.
“Bilas wajah kamu kalau memang masih terasa lengket.” Arjuna menyerahkan satu botol yang sudah dibukanya.
“Tumben bisa berbuat baik,” sindir Cilla sambil mencebik.
“Kamu aja yang suka melihat aib saya doang. Padahal saya ini masuk sebagai calon suami idaman, tampan, baik, perhatian, pintar,,…”
“Tapi melarat,” Cilla tergelak.
“Dasar cewek matere,” omel Arjuna sambil mendengus kesal.
“Pak, ini udah jaman now, bukan jaman Romeo dan Juliet yang bisa hidup cukup dengan cinta doang. Memangnya ada perempuan yang mau menikah sama lelaki yang hidupnya susah dari awal sampai akhir ? Mau kasih anak-anak makan apa ? Cinta doang memangnya bisa bikin kenyang ?”
Arjuna tertawa melihat wajah Cilla yang sedang mengomel.
“Apa lagi ?” Gadis itu melotot menatap Arjuna yang menertawakannya. “Mau gantian saya sembur ?” Cilla sudah siap memasukan sendok berisi kuah sekoteng ke dalam mulutnya.
“Eh jangan !” Arjuna mengankat kedua telapak tangannya di depan mulut Cilla. “Jangan bikin saya keluar biaya tambahan buat cuci baju. Soalnya baju saya pas-pasan buat Senin sampai Minggu.”
“Terus kenapa ketawain saya ?”
“Kamu kalau lagi ngomel-ngomel begitu kayak kumpulan emak-emak di gang tempat kost saya, yang lagi pada rempong adu informasi terkini.”
“Diihh mana bisa saya disamain sama emak-emak. Bapak buta ? Saya masih singset begini, wajah kinclong, bodi gitar spanyol, dan yang pasti saya masih muda, dong !” Cilla sengaja memasang wajah angkuhnya.
Arjuna menekan handphonenya dan melihat waktu sudah jam 11.20.
“Kamu nggak pulang ? Nggak dicariin orang tua kamu ?”
“Nggak. Saya aja nggak yakin kalau papi masih ingat saya sebagau anaknya.” Wajah Cilla terlihat sendu meski ia berusaha menutupinya.
“Jadi anak perempuan jangan suka keluyuran malam-malam, nggak bagus dilihat orang. Apalagi sendirian, nanti dianggap cewek nggak benar.”
“Apa Bapak salah satunya ?” Cilla bertanya dengan galak dan menatap tajam mata Arjuna.
“Saya mengerti pikiran orang kebanyakan…”
“Saya tanya apa Bapak juga salah satu dari mereka !” Suara Cilla meninggi dan tangannya sempat menggebrak meja.
Arjuna langsung menoleh kiri kanan. Meskipun pengunjung sudah tidak ramai, tapi lumayan untuk dijadikan penonton adegan mereka.
“Saya ini sebagai guru dan lelaki dewasa yang menasehati kamu supaya jangan salah jalan. Kamu masih muda, pintar, papimu orang yang disegani sebagai pemilik sekolah, kamu…”
“Jadi Bapak sudah tahu kalau saya adalah pemilik sekolah makanya Bapak menghindari debat dengan saya karena tidak mau dianggap sebagai pencari masalah ?”
Arjuna terkejut saat melihat ada cairan bening keluar dari gadis pemberani di depannya.
“Saya kira Bapak berbeda. Melihat saya sebagai Pricilla, siswi SMA Guna Bangsa. Ternyata Bapak sama saja dengan cowok lainnya. Baik pada saya karena tahu saya anak pemilik sekolah.”
Cilla berusaha menghapus air mata dengan kedua punggung tangannya. Dia beranjak bangun dsn meninggalkan Arjuna.
Cilla menghentikan langkahnya dan berbalik menatap tajam Arjuna dengan linangan air mata.
“Kalau Bapak tidak mengenal seseorang, jangan gampang memberi predikat. Saya bukan anak nakal seperti pikiran Bapak !”
Arjuna terpaku melihat reaksi Cilla. Ia bisa merasakan kalau ada luka yang disembunyikan dalam tatapan gadis belia itu.
Arjuna menarik nafas dan menghelanya dengan kasar dan memandang ke meja di depannya. Bahkan air mineral yang diberikan olehnya belum tersentuh oleh Cilla.
Baru pertama kalinya Arjuna ikut merasa terluka dan menyesal saat mengingat bias luka di tatapan gadis yang selama ini dikenal pemberani dan dianggap pembuat onar..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 270 Episodes
Comments
Kawaii 😍
cilla kayaknya tau kalau juna pria yang dijodohkan sama dia🤔
2024-01-18
1
Kawaii 😍
arjuna thor..
2024-01-18
0
AsriMaria
Hehehe...thor..msh kebawa mas bastian ya😀😀😀
2023-02-28
2