Luna sedang berjalan menuju pasar di mana dia biasa mangkal dengan teman-temannya. Dengan pakaian kemeja kotak, celana belel dan kaos kedodoran. Tidak lupa juga topi lusuhnya, selalu menempel di kepalanya yang berambut panjang sebahu.
Rambut Luna sebenarnya bagus, lurus dan hitam. Hanya saja tidak terurus karena dia tidak peduli dengan penampilannya yang urakan itu. Dia selalu berpikir, tak penting penampilan menarik. Yang penting dia berjiwa penolong dan tidak silau dengan harta.
"Woi Luna! Lo mau kemana?" tanya seseorang yang mengejarnya dari belakang.
Luna menoleh, Yadi tetangga rumah ayahnya itu menghampiri Luna. Luna berhenti.
"Apa apa sih lo?!" tanya Luna ketus.
"Antar gue ke gang sebelah yuk." pinta Riki.
"Males. Lo aja sendiri sana, gue mau ke pasar." jawab Luna berjalan.
"Eh, gue takut ada pengroyokan lagi seperti kemarin. Gue hampir bonyok kemarin."
"Ck, ya lagian kenapa lo pergi ke gang sebelah sih. Mau apa kamu kesana?" tanya Luna.
"Lun, sebentar aja. Gue bayar deh, anggap aja lo jadi bodyguard gue. Heheh." kata Riki dengan tawa cemprengnya.
"Dih, bodyguard tuh mahal bayarannya. Udah deh, gue cabut." kata Luna kembali meninggalkan Riki
Riki teman kecil Luna di rumahnya, perawakannya kecil dan kurus. Tapi Luna selalu membantu Riki jika dia membutuhkan bantuan. Kali ini dia memohon pada Luna, untuk mengantarnya ke gang sebelah. Dia tahu Luna tidak mau mengantarnya ke gang sebelah karena ada preman musuhnya, terutama si Baron.
"Ayo dong Lun, gue lagi mendesak mau ke gang sebelah. Kalau ngga ada kepentingan, gue juga ngga bakal kesana kok." kata Riki lagi.
Luna tetap berjalan terus tanpa mempedulikan Yadi bicara seperti itu. Riki tidak berhasil membujuk Luna mengantarnya ke gang sebelah, tapi wajahnya tersenyum dan kembali mendekat pada Luna.
"Lo beneran ngga mau antar gue ke gang sebelah?"
"Ogah!"
"Ya udah, gue akan bilang kalau tadi malam lo nyolong burung pak Madi sama om Jack." kata Riki tahu kesalahan Luna yang satu itu.
Luna berhenti, dia menatap tajam pada Riki dan menarik kerah bajunya dengan kasar. Matanya melotot, giginya menggeretak.
"Lo jangan coba-coba mengadu ke bapak, brengsek!" kata Luna.
"Kalau lo mau antar gue ke gang sebelah, gue janji ngga bilang sama bapak lo. Mau ya?"
"Ish! Maksa sih lo!"
"Bentar aja Lun." Riki memelas.
"Kampret lo, gue males urusan sama si Baron." kata Luna.
"Jangan ladenin dia, kita lewat aja. Kalau ngga ladeni dia juga ngga bakal dia ngomong terus." kata Riki lagi.
"Ya udah, berisik lo. Cepat jalan!" kata Luna dengan kesalnya.
Riki tersenyum, dia sebenarnya takut juga lewat di gang sebelah karena ada kawanan si Baron yang selalu ganggu orang lewat. Apa lagi yang lewat kadang dari gangnya dan pergi ke gang sebelah, sudah pasti nanti di tanya-tanya dan di mintai duit jika terlihat bawa tas bagus.
"Lagian lo kemarin hampir di keroyok si Baron, kenapa sih? Lo nyolong sendal dia?" tanya Luna.
"Kagak, apaan. Nyolong yang gedean dikit, sendal gue lebih bagus dari punya dia." kata Riki menyangkal.
Mereka berjalan dengan tenang, melewati jondol di depan gang yang biasa kelompok Baron berkumpul. Dan Luna heran, kenapa jondol itu sepi? Kemana kelompok Baron. Pertanyaan Luna sama halnya dengan Riki, namun dia senang bisa lewat tanpa harus di ganggu Baron dan kelompoknya.
"Tuh, di jondol ngga ada Baron. Lo pergi sana, gue mau ke pasar." kata Luna.
"Eh, iya. Tapi nanti kalau pulangnya tiba-tiba ada, gimana?" tanya Riki.
"Udah sih ah, bawel banget. Paling lo nanti di kejar-kejar lagi. Gue pergi!"
Luna tidak peduli teriakan Riki padanya, dia terus berjalan menuju pasar yang biasa dia mangkal untuk meminta bayaran pada tukang parkir dan pada ibu-ibu yang belanjanya banya dia bantu dan meminta bayaran. Terkadang Luna baik, membantu orang yang susah. Kadang juga dia terlewat kasar pada orang yang rewel di pasar.
Saat sedang berjalan santai, dia melihat sekelompok Baron sedang memalak seorang kakek yang membawa tasnya. Luna berdecak kesal, ingin dia mengabaikannya. Tidak mau berurusan dengan kelompok Baron, namun kakek-kakek itu melihat Luna lewat dan meminta tolong.
"Hei tua bangka! Jangan harap lo minta bantuan bocah tengil itu! Dia sama aja dengan gue! Hahah!" ucap Baron, Luna menatap kesal pada Baron.
"Dek, tolong kakek. Kakek mau pergi, tapi dia menghadangnya." ucap kakek-kakek itu pada Luna.
"Udah deh kakek peyot, sini tasnya. Pasti isinya duit, gue tahu lo habis dari kantor bank kan? Sini tasnya!" teriak Baron mencoba menarik tas besar tipis yang di dekap di dada si kakek.
Anak buah Baron juga ikut menarik tas itu, kakek tersebut mempertahankan tasnya. Luna melihat itu sekilas jadi kesal sendiri, sejak tadi ada saja gangguannya. Dan akhirnya Luna menendang satu persatu anak buah Baron dan yang terakhir Baron di pukul keras di bagian perut juga pipinya.
Kemudian dia menarik tangan kakek tersebut dan membawanya kabur. Lari dengan cepat versi Luna, tapi kakek-kakek itu tidak mengimbangi Luna yang berlari kencang, sehingga dia jatuh tersungkur.
"Aduh, kakiku!" teriak si kakek itu.
"Kenapa bisa jatuh sih kakek!" teriak Luna, dia mendekat ingin membantu.
Tapi kelompok Baron segera mendekat, Luna pun berkelahi dengan Baron dan anak buahnya. Dia kuat menghadapi Baron dan tiga anak buah Baron, karena Baron hanya bisa bela diri saja tanpa mahir berkelahi.
Bug! Bug! Bug!
Baron dan anak buahnya terkapar, Luna menarik tangan kakek itu dan segera meninggalkan Baron dan anak buahnya.
"Sialan lo Luna! Jahanam lo!" terika Baron dengan tatapan tajam pada Luna yang pergi.
Luna berbalik dan mengacungkan jari tengah pada Baron dan meludah kesamping. Baron geram, dia bangkit dari duduknya dan mengibas kakinya yang kotor. Kemudian dia pun mengajak anal buahnya kembali ke tempat jondol di mana dia biasa mangkal.
Preman gang sebelah itu, kalah berkelahi dengan Luna. Sekelas Baron bukan lawan tangguh Luna untuk berkelahi, dia lawannya preman di pasar juga yang jago berkelahi. Tapi preman di pasar tidak akan berani menyerang Luna, karena segan pada bapaknya Luna yaitu bang Jack. Biasa mereka menyebutnya.
Luna sendiri tidak masalah jika ada yang berurusan dengannya, tapi jika dia tidak salah. Maka dia akan maju dan berurusan dengannya sampai orang tersebut meminta maaf padanya.
"Kakek mau kemana?" tanya Luna ketika mereka sampai di pinggir jalan besar.
"Mau pulang saja." jawab kakek itu.
"Ya sudah, naik angkot saja pulangnya. Saya antar sampai rumah." kata Luna.
"Tidak usah nak, kakek bisa pulang sendiri." jawab kakek tersebut.
"Ya sudah, saya sih takutnya kakek pikun. Lupa jalan pulang, nanti nyasar lagi kayak tadi." ucap Luna dengan santainya, membuat kakek tersebut tersenyum.
Luna menghentikan sebuah angkot, kemudian kakek tersebut pun naik angkot yang berhenti di depannya.
"Terima kasih ya nak, lain kali kita bertemu lagi." kata kakek itu dengan senyum senangnya.
"Terserah kakek!"
Mobil angkot melaju, Luna pun segera pergi menuju pasar. Tadi ponselnya berbunyi dan teman satu profesinya pun memanggilnya untuk segera ke pasar.
_
_
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
NAHHH BISA DUEL JUGA, KNP KMARIN LARI DIKEJAR PREMAN.
2023-09-05
0
✨Nana✨
psti ini aslinya kakek nya kaya raya ya atau dia kakeknya leon🤭🤭 maafken thor cm mengira-ngira✌️✌️😂
2023-04-04
0
Ans
kayaknya dia kakek dr CEO yg nanti jadian sama Luna
2023-04-03
0