Luna masih berada di pasar dengan Boby. Laki-laki berwajah culun tapi membuat Luna betah karena dia tidak pernah marah jika di ledek oleh Luna. Berbeda dengan Sapri, yang mudah terainggung dengan ucapan sedikit menyindir atau meledek.
Luna sendiri tidak mengerti, kenapa Sapri punya sifat sensitif dan mudah tersinggung. Dulu tidak begitu, dia asyik saja jika Boby dan Luna meledek bahkan sering mengerjainya. Tiga orang sahabat terjadi di pasar induk.
"Bob, lo beli makan dong buat gue." kata Luna.
"Males, gue pengen tidur dulu Lun. Tadi malam gue ngga tidur." kata Boby.
"Kenapa lo ngga tidur, maling rumah tetangga lo ya?" tanya Luna dengan sarkas tapi itu hanya candaan yang biasa dia katakan pada Boby.
"Kagak! Enak aja. Emak gue sakit gigi, beliau selalu nyuruh gue ambil ini ambil itu, kadang teriak-teriak kesakitan. Kan gue jadi ngga bisa tidur, makanya gue pengen tidur di jondol ini. Lo beli makan sendiri aja sana." kata Boby.
"Ish, lo kalau tidur suka ngorok. Mulut nganga lebar, ngga sadar kalau lalat pada masuk ke mulut lo itu." kata Luna lagi.
"Gue tutup muka gue sama topi. Lo sana pergi, katanya mau makan. Gue ngga mau di ganggu."
"Sialan! Lo ngusir gue?!"
"Iya, gue usir lo sana."
"Kampret lo."
Luna akhirnya pergi dari jondol yang biasa buat nongkrong setelah menagih iuran keamanan di pasar. Dia pergi menuju warung makan di depan pasar, menyeberang jalan. Dia bingung mau makan apa, berhenti di depan tenda-tenda penjual beberapa masakan.
Setelah lama berpikir, Luna akhirnya pergi ke tenda tukang penjual bakso. Bakso langganananya memang enak, hampir setiap minggu dia membeli baso di sana. Kadang di bawa pulang, kadang juga makan di tempat.
"Bang, baso satu." ucap Luna.
"Tumben kamu sendirian Luna." kata penjual bakso yang sudah kenal Luna.
"Boby lagi tidur, semalam ngga bisa tidur katanya emaknya sakit gigi." jawab Luna.
Dia duduk nongkrong, kaki di angkat satu dan meletakkan topinya yang tidak pernah lepas jika sudah di pasar. Penjual bakso pun membuatkan semangkok bakso untuk Luna.
"Luna, kenapa si Sapri ngga di pasar lagi? Dia di parkiran depan tuh." kata penjual bakso bernama Udin.
"Ngga tahu bang, dia ngga pernah jelas kalau di tanya. Biarin ajalah, orang suka ambekan gitu males temenannya." kata Luna.
"Dia ngambek sama kamu?"
"Ngga tahu juga bang Udin, itu kira-kira gue aja."
"Emm, tapi abang pernah lihat dia suka pergi sama orang yang bukan orang-orang pasar deh. Kayak preman daerah lain." kata bang Udin.
"Biarinlah bang, suka-suka dia mau berteman dengan siapa. Gue males sama dia, kemarin juga sebelum pergi dari pasar bikin rusuh. Minta iuran sama pedagang pasar sebelum Boby menarim iuran. Sebagian ada yang ngasih, lha si Boby nagih iuran katanya Sapri udah minta. Kan itu nikung namanya ya bang." kata Luna.
"Ooh, jadi dia pergi gara-gara nikung lo di pasar?"
"Kagak itu juga bang, dia minta bagian jatahnya. Tapi dia ngga nagih iuran di pasar, ya kan gue kesal. Dulu juga dia ngga nagih di pasar, tapi gue kasih bang jatahnya dia." kata Luna lagi.
"Ya udah, teman kayak gitu mending jauhin. Kan kamu ada Boby yang setia sama kamu, tuh makan baksonya." kata bang Udin.
"Makasih bang, sambelnya dong." ucap Luna.
Bang Udin menyodorkan mangkuk sambal pada Luna. Luna pun menyendok sambal dua kali, lalu dia memakan bakso langganananya dengan lahap. Bang Udin hanya geleng-geleng kepala dengan tingkah Luna. Dalam benaknya, dia berpikir. Kenapa gadis secantik Luna bisa jadi preman pasar?
"Luna, kamu ngga mau sekolah tinggi gitu?" tanya bang Udin.
"Ngga bang, males mikir pelajaran." jawab Luna.
"Anak bang Udin aja sekolah tinggi Lun, masa kamu ngga sekolah lagi sih."
"Gue males bang, tamat SMA aja udah mending. Bapak gue aja santai bang, ngga nyuruh gue sekolah lagi." kata Luna menyeruput kuah baksonya setelah habis baksonya.
"Iya juga ya, lha kan bapak lo juga preman." kata bang Udin.
"Nah, itu dia. Kan lucu bapaknya preman, masa anaknya sekolah tinggi sih." ucap Luna yang ceplas ceplos.
"Eeh, jangan salah Luna. Ada kok bapaknya pengemis, tapi anaknya sekolah tinggi. Katanya bapaknya dia sudah di suruh berhenti mengemis, tapi kata bapaknya ngga mau. Dia mau terus mengemis sampai anaknya lulus sekolah tinggi. Nah, setelah anaknya lulus sekolah tinggi. Benar deh tuh bapaknya berhenti ngemis." kata bang Udin antusias bercerita.
"Gue males mikir bang, banyak dari mereka yanv meremehkan dan selalu meledek bahkan membuly anak-anak dari orang-orang pinggiran seperti gue bang. Mereka merasa tidak pantas bergaul dengan kita orang miskin dan orang pinggiran." kata Luna.
"Ya kan, jangan di ambil hati. Memang kita orang pinggiran, tapi kalau menuntut ilmu itu hak kita. Tinggal buktikan aja, kalau kita mampu bersaing dengan mereka." kata bang Udin sok bijak.
"Haish, bang Udin ngomongnya hebat. Seperti anak kuliahan aja. Hahah!" kata Luna dengan tertawa lepas.
"Kan anak bang Udin yang sulung, si Mamat udah kuliah Luna." kata bang Udin.
"Ah, masa sih bang?" tanya Luna tidak percaya.
"Kamu main aja sana ke rumah bang Udin. Si Mamat sekarang sering keluar bareng sama teman-temannya. Katanya sih kerja kelompok, ada tugas dari dosen. Mau cari bahan untuk presensi." kata bang Udin.
"Presensi apaan bang?"
"Apa ya itu, yang jelasin di depan orang tuh Luna."
"Presenstasi?"
"Nah, iya itu maksud bang Udin. Heheh!"
Luna hanya diam saja, dia lalu tersenyum tipis. Di teguknya es teh di meja lalu mengeluarkan uang dua puluh ribuan untuk bayar bakso yang dia makan.
"Nih bang uangnya. Gue kenyang sekarang. Eergh aah." kata Luna sambil bersendawa keras.
"Ish, anak gadis sendawanya begitu. Jorok Luna."
"Biarin bang, ngga ada yang naksir gue ini." kata Luna cuek.
"Kamu itu cantik sebenarnya Luna, kalau dandan yang bener. Pasti banyak yang naksir sama kamu." ucap bang Udin.
"Udah ah, males kalau ngomongin itu. Gue pergi bang." ucap Luna.
Dia pun keluar dari tenda bakso mang Udin. Dia kembali ke jondol lagi, membangunkan Boby. Baru melangkah beberapa langkah, ada orang dalam mobil hitam memanggilnya.
"Luna!"
Luna menoleh ke arah sumber suara. Dia melihat senyum laki-laki yang dia kenal. Kakek Wira, Luna pun berhenti di depan mobil bergerak pelan menghampirinya.
"Ada apa lagi kek?" tanya Luna.
"Kakek mau bicara sama kamu. Masuk yuk dalam mobil kakek." kata kakek Wira.
Luna mendengus kasar, dia ingin menolak. Tapi tidak tega, lama dia diam saja. Dan akhirnya dia pun masuk ke dalam mobil hitam milik kakek Wira tersebut. Setelah Luna masuk ke dalam, mobil itu pun berjalan pelan melintasi jalan pasar yang ramai. Entah mau di bawa kemana lagi Luna oleh kakek Wira.
_
_
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Dara Muhtar
Lanjut Thor
2023-02-15
0
Eneng Ersha
ayo ke cepet temukan s sherly yg lg selingkuh dn beri tau leon
2022-12-10
1