Usai acara salam-salaman ini berakhir, tuan Arga turun dari panggung dan berbaur dengan tamu, sedangkan aku memilih untuk duduk sendirian di kursi kosong sebelah kanan panggung, lelah sekali rasanya kaki ini berdiri berjam-jam sambil menopang berat tubuhku, apalagi ditambah gaun yang bobotnya lumayan.
"Sabrina, kemarilah." Tuan Arga yang berdiri agak jauh dariku memanggil sambil melambaikan tangannya.
"Ada apa tuan?" aku sedikit berlari menghampirinya.
"Perkenalkan, ini nona Hana, anak dari sahabat papaku."
"Loh, nona Sabrina?" sapa nona Hana. Aku mencoba mengingat, sepertinya tidak asing.
"Saya Hana, yang pernah datang ke butikmu untuk meminta design gaun rancanganmu, Nona."
"Oh... Nona Hana, saya baru ingat, maafkan saya nona." Ingatanku langsung tertuju pada pertemuan tempo hari.
"Kalian sudah saling mengenal? Bagus," sela tuan Arga. dia berlalu meninggalkan kami berdua begitu saja menemui teman-temannya.
Dia ini bagaimana sih, memanggilku lalu meninggalkanku begitu saja, dasar laki-laki aneh!
Suasana canggung diantara kami membuatku bingung mau melakukan apa, lalu aku mengambil minuman yang dibawa oleh pelayan laki-laki yang lewat dan menawarkannya pada nona Hana.
"Minumlah, Nona." aku menyodorkan segelas sirup manis berwarna merah.
"Nona Sabrina, aku tidak menyangka Arga memilih wanita sepertimu untuk jadi istrinya." Nona Hana berucap sambil merai gelas di tanganku.
"Maksud, Nona?" aku mengernyitkan dahi tidak mengerti.
"Arga itu laki-laki tampan, berpendidikan tinggi, kaya raya, seharusnya dia mendapatkan istri yang lebih cantik darimu, Nona Sabrina!" sambil melirik tajam kearahku.
"Maaf nona Hana, sepertinya anda terlalu ikut campur urusan kami." Aku ingin berlalu meninggalkannya, namun tangannya menarik lenganku dengan kasar.
"Arga lebih pantas bersamaku nona Sabrina, paling tidak, aku sederajat dengannya, lagipula, paman Sam tidak akan pernah merestui hubungan kalian," ucapnya sambil menyipitkan mata memandangku penuh kebencian.
Aku menyingkirkan tangan nona Hana dengan kasar dan pergi sejauh mungkin darinya, aku tidak ingin berdebat dengan siapapun, apalagi membuat masalah baru diacara pernikahan tak diinginkan ini.
Kata-kata nona Hana sungguh membebani hati dan pikiranku, selama acara pernikahan ini berlangsung, aku tidak melihat kedatangan paman Sam, dialah Papa tuan Arga, mungkin nona Hana benar, papanya tidak merestui pernikahan kami, mungkin karena anaknya menikah dengan wanita yang bukan dari kalangan atas.
"Kak Sabrina!" suara Safira mengagetkanku.
"Siapa dia kak?" Safira menunjuk kearah yang ditanya.
"Nona Hana," jawabku singkat.
"Sainganmu? Hahaha." Safira mengejek.
"Bukan urusanmu." Aku bangkit dari tempat dudukku.
"Kenapa kak? ternyata bukan hanya aku saja sainganmu, masih ada lagi yang lebih cantik dan sederajat dengan tuan Arga yang akan berusaha merebut suami barumu itu kak."
"Aku sedang tidak selera berdebat denganmu, Safira!"
"Kenapa? kau takut aku benar-benar merebut suamimu? Hahaha." Safira berlalu sambil tertawa renyah meninggalkanku.
Aku kembali duduk, menangisi nasib diriku yang mulai tidak karuan, menjadi istri laki-laki sombong dan angkuh bukanlah keinginanku, aku terpaksa melakukannya, ada sakit yang tertahan didalam hati, ditambah lagi dengan adanya perjodohan ini, hubunganku dengan Safira menjadi sangat buruk, hubungan kakak beradik yang sudah kami bina selama puluhan tahun, telah runtuh menjadi bongkahan batu yang tidak berarti.
"Nak." ibu menepuk pundakku.
"Jangan menangis dihari bahagia seperti ini, tidak baik."
"Aku menangis karena bahagia bu, sungguh." Aku memaksakan tersenyum pada ibu.
"Jangan bohong, ibu tau."
"Sudahlah, Bu, ayo kita nikmati jamuan makanannya, tuan Arga sudah menyiapkan semuanya dengan sangat baik, bagaimana bisa aku tidak terharu, Bu." Aku kembali tersenyum sambil menggandeng ibu menuju tempat prasmanan. Sedangkan ayah dari awal sudah sibuk bercengkrama dengan kawan bisnisnya yang juga datang kesini.
Ibu, aku tidak ingin kau khawatir, aku tidak ingin kau sedih memikirkanku, biarkan semua rasa sakit ini hanya aku yang tau, ibu cukup melihat kebahagiaanku.
...
Hampir semua tamu telah membubarkan diri, hanya menyisakan keluargaku saja yang sebentar lagi juga akan pamit meninggalkanku disini.
"Ayah dan ibu pulang dulu, Nak, jaga dirimu baik-baik, patuhi semua ucapan suamimu, sebab, surga seorang istri terletak pada suaminya," ucap ayah menasehatiku.
"Baiklah, Hati-hati dijalan, titipkan salamku pada bi Ijah, Sabrina akan sangat rindu masakannya." Aku memeluk Ibu dan Ayah secara bergantian.
Tuan Arga menyalami ayah dan ibuku lalu mengantarkannya kedepan gedung, dengan mata yang sudah berderai air mata, aku menatap punggung kedua orangtuaku yang melangkah pergi.
"Jangan cengeng, mereka hanya pulang, bukan pergi selamanya," ucapan tuan Arga ketus.
Aku tidak ingin menjawab apapun, ataupun menolehnya.
"Joe akan mengantarkanmu ke suatu tempat, pergilah, aku masih banyak urusan."
"Kemana?" tanyaku pelan dengan nada penasaran.
"Tidak usah terlalu banyak tanya, ikuti saja." Dia menjawab sambil berlalu pergi meninggalkanku yang mematung penuh tanda tanya.
"Ayo kita pergi!" ajak tuan Joe.
"Tapi kemana?"
"Ikut saja, jika kau banyak bertanya, itu akan membuat dirimu tidak panjang umur, Nona," ucapnya memperingatkan.
Aku mengangguk sambil mengikuti langkah kakinya menuju mobil, sedangkan gaun yang aku kenakan ini hanya aku seret bagian bawahnya tanpa peduli bersih atau kotornya, biar saja, toh bukan aku yang akan repot-repot mencucinya.
...
Perjalanan hanya memakan waktu beberapa menit, kami berhenti disebuah hotel mewah berbintang dengan gedung menjulang tinggi.
"Turunlah, tunggu di lobi." Tuan Joe membantuku membuka pintu mobil.
Aku tidak ingin bertanya, hanya mengikuti perintah saja
Hotel ini sangat mewah, lantainya terbuat dari marmer berukuran sangat lebar dengan warna putih keemasan, setiap sudutnya dihiasi bunga-bunga artifisial. Di tengah-tengah ruangan terdapat air mancur kecil dikelilingi taman bunga mini, serta sudut sana ada beberapa tempat duduk empuk berjejer membentuk huruf U .
Eh, disana tulisannya Wijaya Group, apa ini hotel milik tuan Arga ya? mungkin iya, orang kaya mah bebas. Melihat gelagatnya, jangankan hotel seperti ini yang jadi miliknya, bisa-bisa pulau di merauke sana juga diklaim miliknya. Huh!
"Ayo Nona, ini kartu masuk kamarmu, kau mau naik ke kamarmu sendiri atau aku yang mengantarkanmu?" tuan Joe memberi tawaran.
"Aku menginap disini?"
"Ya, nanti boss akan datang kalau urusannya sudah selesai."
"Baiklah aku akan naik sendiri."
"Begitu lebih baik, pakai saja bahasa biasa denganku, jangan terlalu formal memakai sapaan saya-anda, aku kan cuma sopir, Hahaha." Dia meninggalkanku sambil tertawa renyah.
Aku memasuki lift sendirian dengan memakai gaun lengkap dan make up yang masih melekat sempurna di permukaan wajahku. sebagian orang yang berpas-pasan denganku melirik aneh, aku menekan tombol lift ke lantai 10.
Mungkin mereka pikir aku ini pengantin yang hilang, atau pengantin yang tersesat, lucu sekali.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Terimakasih sudah membaca, Jangan lupa tinggalka Like dan berikan komentar yang mendukung ya ❤️❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments
Mom Three F
Apakah penulis cerita tuan saga dan cerita ini org yg sama?mirip banget ceritanya
2022-11-05
1
Berdo'a saja
aku takut Safira bikin ulah
2021-12-04
0
LENY
Safira culas dan jahat ya
2021-08-08
0