Detik demi detik terasa menegangkan untukku, aku penasaran sekaligus takut, dan sedikit gugup, sudah biasa perasaan nano-nano ini muncul menyerbu tak tau aturan.
Ting! bel berbunyi.
"Bukakan pintu bi, mungkin ini tamu spesial kita yang datang." Perintah ibu kepada bi Ijah.
Aku, ibu dan ayah sudah merapikan diri, mengatur susana ruang makan senyaman mungkin, bi Ijah sudah menata segala jenis masakan di meja, dari olahan seafood, sayur-sayuran, ayam, daging dan masih banyak lagi. Aku sampai bingung memilih, mana yang akan aku makan terlebih dahulu, karena perut ini sudah berteriak meminta untuk segera dikenyangkan.
"Selamat malam tuan Arga, tuan Joe," sapa ayah tersenyum sambil mengulurkan tangan.
"Selamat malam paman, Bibi." Laki-laki yang di panggil tuan Arga ini berucap datar, tanpa tersenyum sedikitpun, hanya menyambut uluran tangan ayah.
"Wah, terimakasih sudah menyambut kedatangan kami dengan istimewa seperti ini paman," ucap seseorang di belakang tuan Arga sambil melebarkan senyumnya sampai terlihat seluruh giginya.
"Tunggu, aku mengenal kalian." Seketika aku terkejut menatap dua laki-laki ini.
"Eh Nona, kau kan," ucap laki-laki ini menggantung.
"Menyenangkan sekali, kalian sudah saling mengenal rupanya, Ah... silahkan duduk dulu, kita nikmati makanan yang sudah tersaji dan membicarakan semuanya setelah ini." Ibu menimpali sambil tersenyum berbunga-bunga.
Kami semua duduk manis tanpa bersuara, hanya terdengar suara sendok dan piring yang saling bertabrakan.
Aku yang kelewat lapar, menyantap satu piring penuh sampai tak terlihat bagian pinggir piring, jarang sekali kami mengadakan jamuan makan malam istimewa seperti ini, sampai-sampai menu makanan tak terhitung jumlahnya.
"Kau terlihat senang sekali nak, makanmu jadi banyak malam ini." Ibu memperhatikanku sedari tadi.
"Eh ... eh ... tidak, Bu, Sabrina hanya suka sekali masakan ini, enak, lain kali masak lagi menu seperti ini ya, Bu."
"Tentu sayang, Ibu akan membuatkannya untukmu jika kau suka." Ibu tersenyum membelai rambutku.
"Ini semua masakan bibi?" tanya laki-laki yang di sebut ayah sebagai tuan Joe itu.
"Iya tuan, saya yang memasaknya di bantu asisten rumah tangga kami," jawab ibu sambil menunduk.
"Wah, enak sekali, andai saja koki di rumah boss bisa masak masakan seenak ini, pasti aku betah makan di sana."
"Saya bisa memasaknya untuk tuan, bahkan Sabrina akan belajar memasak mulai besok." Ibu berkata sambil memegang pahaku di bawah meja.
"iya kan, Nak?" lanjut ibu.
Aku hanya mengangguk tanda setuju. sedangkan tuan Arga hanya diam, sibuk mengunyah makanan dimulutnya, entah saking enaknya, atau karena dia kelaparan, dia tidak peduli obrolan kami, hanya diam membuat kami semakin gugup.
Usai semua kenyang, aku membantu ibu dan bi Ijah membersihkan sisa makanan dan piring kotor, membawanya kembali ke dapur, sedangkan ayah dan kedua laki-laki itu berpindah duduk di sofa ruang tamu.
Setelah semuanya bersih, aku dan ibu ikut berkumpul di ruang tamu, membicarakan rencana pernikahanku. Sungguh, aku takut melihat laki-laki bernama tuan Arga itu, tapi aku menutupi rasa takutku dengan baik, agar ayah dan ibu tidak sedih.
"Joe, jelaskan semuanya, aku hanya menjawab jika itu di perlukan." Suara tuan Arga menggelegar keseluruh sudut ruangan, membuat aku dan ibu saling menggenggam tangan satu sama lain.
Tuan Joe mengeluarkan map coklat berisi beberapa lembar kertas putih dengan banyak tulisan didalamnya.
"Paman, ini adalah peraturan yang wajib nona patuhi, dari apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama nona menjadi istri boss," ucapnya seraya menyerahkan tiga lembar kertas kepada ayah.
"Kenapa harus ada peraturan seperti ini tuan? apakah ini tidak mengekang putri saya?" ayah bertanya penasaran.
"Tentu saja untuk menjaga hubungan boss dan nona berjalan baik tanpa kesalahan, semuanya diatur disini." Tuan Joe menjelaskan.
"Haruskah?" aku bertanya lirih.
"Harus nona, kau tidak boleh melakukan kesalahan, semuanya harus berjalan sesuai keinginan boss." Tuan Joe berkata sambil menatapku penuh ancaman.
"Baca semuanya, pelajari dengan baik, kau harus hafal diluar kepala, setelah itu tanda tangan disini, Nona." Menunjukkan tempat kosong yang sudah ditempel materai dengan nama terangku tertulis dibawahnya.
Apa laki-laki ini tidak waras?
Bagaimana bisa dia menikahiku seperti merekrut karyawan, menyerahkan berbagai macam peraturan yang sungguh diluar kadar manusia normal, apa dia ini yang mulia raja yang bisa seenaknya berbuat, apa dia ini seorang kaisar, apa hanya laki-laki gila?
"Kau paham nona?" tuan Joe mengagetkanku.
"Tiga hari lagi aku akan kembali mengambil berkas ini nona, kau harus tanda tangan jika setuju, jika tidak, maka boss tidak akan membantu perusahaan milik ayahmu," lanjut tuan Joe sambil tersenyum menyeringai, tapi nadanya sungguh mengancam.
"Apa aku boleh tetap bekerja di butikku?" aku memberanikan diri menanyakan hal ini.
"Joe akan mengurus semuanya nona, dia akan membuat peraturan baru tentang pekerjaan itu, jam pulang pergi dan hari yang boleh kau gunakan untuk bekerja." Tuan Arga menjawab datar tanpa ekspresi apapun di wajahnya.
Laki-laki itu menatapku tajam, memperhatikanku dari ujung rambut sampai ujung kaki. Ibu yang mendengar semua ini hanya pasrah dan diam, entah apa yang ada di pikirannya, tapi wajah ibu benar-benar terlihat sedih, matanya sudah penuh dengan air mata yang akan segera membanjiri pipi lembutnya.
...
Kepulangan kedua laki-laki itu membuatku lega, tadinya dadaku terasa dililit tali tambang berukuran besar, sekarang rasanya plong. Kami masih duduk diruang tamu bertiga, memikirnya semuanya.
"Saa, kau yakin ingin melanjutkan semua ini, Nak?" ibu bertanya pelan sambil mengusap air matanya.
"Do'akan saja Sabrina bisa melewati semua in, Bu, Saa baik-baik saja." Aku segera memeluk ibu, wanita yang perasaannya dipenuhi kekhawatiran akan nasib putrinya.
"Ayah tidak memaksa nak, tentukan pilihanmu, pikirkan baik-baik, ayah tidak ingin memasukkan mu ke kandang macan," ucapan ayah terdengar serak, suaranya bergetar.
"Ayah, Sabrina baik-baik saja, tenanglah, Sabrina kan anak yang tangguh." Aku tersenyum lebar, menguatkan ayah dan ibuku yang mulai ragu. Meskipun di dalam dada ini bergemuruh perasaan takut luar biasa, tapi aku harus terlihat kuat demi mereka.
"Baiklah, Nak, pikirkan dengan matang keputusanmu, ayah akan menerima apapun itu."
"Mulai besok, Saa libur kerja selama tiga hari, untuk belajar memasak bersama ibu, sambil menunggu tuan Joe mengambil kembali berkasnya," lanjut ayah.
Aku meng-iyakan ucapan ayah, lalu berpamitan masuk kamar, membawa berkas-berkas berisi peraturan yang harus aku pelajari mulai malam ini, sudah tidak tahan rasanya membendung air mata yang memenuhi netraku, sampai-sampai pandanganku terasa kabur.
.
.
.
.
.
.
.
Terimakasih banyak sudah membaca, tinggalkan Like dan Komentar yang membangun ya ❤️❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments
Reza Imam
I know what you feel
2022-09-04
0
Tutun Imam
demi kelangsungan hidup orang tau rela berkorban
2022-01-13
0
Berdo'a saja
Safira jahat ga yaa
2021-12-04
0