Aku menatap bayangan diri yang terlihat sangat berbeda dari biasanya, wajahku dirias oleh make up artist profesional, terlihat dari kepiawaiannya dalam memoleskan bedak, lipstik dan berbagai riasan pelengkapnya ke permukaan wajahku.
Gaun yang aku pakai kali ini sungguh indah, bahkan aku sendiri akan kesulitan merancang gaun seindah ini, sepertinya kemampuan designku masih kelas bawah, gaun putih dengan potongan putri duyung ini membalut tubuhku dengan sempurna, renda berwarna keemasan menambah kesan mewah bagi siapa saja yang memakainya, bagian pundak gaun terbuka dengan lengan panjang menambah kesan feminim, bagian bawahnya menyapu lantai dengan ukuran yang sangat lebar.
Rambutku di sanggul dengan bentuk yang tidak karuan, tapi terlihat indah tanpa menghilangkan bentuk keriting aslinya, perias memakaikan kerudung panjang yang menjuntai sampai ke pinggang.
Menatap kaca melihat bayanganku disana, aku sendiri pengling melihat siapa yang sedang berdiri di depan kaca saat ini, aku bahkan tidak menyadari bahwa saat didandani, aku bisa cantik seperti ini.
Setelah semuanya selesai, gantian ibu yang datang memasuki kamar menemuiku saat semua perias keluar meninggalkanku sendiri yang sedang mematung didepan kaca.
"Cantik sekali anak ibu." Ibu memujiku dengan tulus, matanya berkaca-kaca.
"Terimakasih, Bu, aku bahagia hari ini." Aku merangkul pinggang ramping ibu.
"Benarkah? jangan terlalu memaksa tersenyum, Nak, ibu tau betul bagaimana perasaanmu."
"Jangan khawatir, Sabrina tidak apa-apa, Bu."
"Ibu mana yang tega menukar kebahagiaan anaknya hanya demi bisnis, maafkan ibu, Nak." Ibu menangis sesenggukan.
"Jangan bicara seperti itu bu, ini sudah menjadi keputusan Sabrina."
"Bagaimana bisa ibu bahagia dihari seperti ini, saat putri ibu menahan perih dihatinya." Air mata ibu terus mengalir membasahi pipi yang kian hari makin terlihat tirus.
"Sudahlah, Bu, semua ini sudah terjadi, Sabrina hanya meminta restu, do'a dan dukungan kalian, semoga Sabrina kuat dan sabar menjalani kehidupan Sabrina jauh dari kalian."
Ibu hanya menangis sambil mengusap bahuku, rasanya tangisan itu sungguh menyayat hati, bagaimanapun juga, feeling seorang ibu terhadap putrinya sangatlah kuat, karena ia yang telah mengandung selama sembilan bulan dan menyusuinya sampai umur dua tahun, tentu ikatan batin itu sangat kuat, ibu sangat tau apa yang aku rasakan saat ini.
Tok... Tok... Tok....
Ketukan pintu mengagetkan kami, ibu segera mengusap air matanya dan membenahi riasannya agar tidak terlihat berantakan, akupun sama.
"Nona Sabrina, tuan Joe sudah menunggu," ucap bi Ijah.
"Baiklah, kami akan segera turun, Bi."
"Ah, Nona Sabrina cantik sekali, bibi sampai pangling," ucapan bibi membuatku malu.
"Bibi ini, ada-ada saja." Aku tersenyum.
Aku menuruni anak tangga di gandeng ibu di sebelah kananku dan bi Ijah di sebelah kiriku, rupanya tuan Joe datang menjemput sendirian.
"Mari nona, kau sungguh cantik hari ini, boss akan tergila-gila padamu," ucap tuan Joe sambil mengulurkan tangannya menggandengku.
"Nona Sabrina akan satu mobil dengan saya, keluarganya bawa mobil sendiri, akan ada pengawal di bagian depan dan belakang mobil kita, mari." Lanjutnya seraya menggandengku menuju mobilnya.
Sekilas aku melihat Safira yang berdiri tidak jauh dibelakang ayah, dia melihatku dengan tatapan penuh kecemburuan, mata bulat yang sudah dirias cantik itu menampakkan ketidaksukaan atas pujian demi pujian yang dilontarkan orang-orang padaku saat ini. Sungguh aku tidak menginginkannya.
Maafkan aku Safira, jika dia adalah laki-laki yang baik, aku tidak akan ragu membiarkanmu menggantikan aku menikah dengannya, tapi dia tidak baik Safira, biarkan aku saja yang mendapatkan kesialan ini, jangan dirimu!
...
Ini adalah hari yang ditunggu-tunggu seluruh wanita di dunia ini, hari dimana dirinya dipersatukan dengan lelaki pujaan hatinya untuk menjadi pasangan suami istri yang sah.
Tapi tidak denganku, hari ini rasanya hambar, tidak ada secuilpun kebahagiaan yang aku rasakan, melihat gedung megah dengan hiasan bunga memenuhi koridor tempat berjalannya pengantin, karpet merah yang sudah dihiasi taburan bunga warna-warni, lampu-lampu besar dan mewah menghiasi ruang utama resepsi, serta bunga-bunga segar berukuran besar didalam pot diletakkan di setiap sudut ruangan, harumnya sangat memanjakan hidung.
"Jangan gugup, Nak!" ibu berbisik di telinga kananku.
"Aku tidak gugup, Bu."
"Tanganmu mengeluarkan keringat dingin, bagaimana kau mengelak kalau tidak sedang gugup." Ibu agak sedikit menahan tawa menatapku.
Diatas pelaminan sudah berdiri lelaki tampan pujaan wanita dikota ini, kali ini dia memakai tuxedo hitam dengan dasi kupu-kupu yang semakin menambah kadar ketampanannya.
Aku berjalan didampingi ayah dan ibuku diatas karpet merah, mataku hanya tertuju kedepan tanpa menoleh barisan tamu yang duduk dikursi berhiaskan bunga-bunga. Meskipun aku menyapa para tamu, sudah jelas tidak akan ada orang yang aku kenali disini, karena semuanya diatur sendiri oleh tuan Arga, bahkan dia tidak menawariku untuk mengundang teman atau sahabatku.
Sampai dipelaminan, lelaki kekar itu mengulurkan tangannya menyambutku, dia tersenyum begitu hangat, ada angin sepoi-sepoi yang melintas dihatiku melihat senyum itu, tapi aku berpikir ini adalah rencananya agar terlihat seperti pengantin bahagia pada umumnya. Didalam hatinya, mungkin sangat membenci drama sok romantis ini.
Pandai sekali laki-laki ini berakting, bahkan senyum menawannya sekilas membuat hatiku meleleh dibuatnya, memang, kalau sudah tampan dari sananya, bagaimanapun juga akan terlihat mempesona.
Usai janji pernikahan diucapkan, aku melihat ibu mengusap air mata dengan ujung jarinya, ini adalah saat dimana orangtua harus mengikhlaskan buah hatinya menjadi milik orang lain seutuhnya.
Tanpa sadar, air mataku ikut jatuh membasahi pipi.
"Usap air matamu, jangan menangis!" bisik tuan Arga sambil menyodorkan sehelai tisu padaku.
"Maafkan saya tuan." Hanya itu yang bisa aku ucapkan.
Para tamu hilir mudik menyalami kami dan mengucapkan selamat atas pernikahan indah ini, banyak pasang mata wanita yang menatap iri padaku, mendapatkan lelaki sempurna dengan kekayaan luar biasa, sungguh ini impian semua makhluk bernama wanita dimuka bumi ini, tapi mereka hanya melihat bagian luarnya saja, tidak akan pernah tau sesaknya dada ini.
"Jangan menunduk pada siapapun, kau hanya boleh menundukkan kepalamu padaku, angkat kepalamu itu!" ucapan tuan Arga seolah mengatakan betapa berpengaruhnya dia terhadap semua tamunya.
"Mereka semua pebisnis rendahan yang mendekatiku hanya untuk meraih untung, kau tidak perlu terlalu hormat pada mereka," lanjutnya.
"Maafkan saya tuan." Lagi-lagi hanya kata maaf yang bisa aku ucapkan.
"Berhenti meminta maaf, lakukan saja semua yang aku katakan, jangan membantah!"
Aku hanya mengangguk pelan, sepertinya penyiksaan batin akan segera dimulai, sekuat tenaga aku menahan air mataku agar tidak tumpah begitu saja diatas pelaminan, mencoba setegar karang menghadapi semua ini.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Terimakasih banyak sudah membaca, jangan lupa Like dan berikan komentar yang membangun ya ❤️❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments
Tutun Imam
adiknya mo jd pelakor romannya
2022-01-14
0
Berdo'a saja
hennnnmmmm
2021-12-04
0
Daffodil Koltim
semoga tuan arga bisa mnjadi sosok humble n easy going sehingga perasaan saa damai n tdk pernah menyesali keputusanx,,,,
2021-07-02
0