"Saa, kenapa diem sih?"
"Eh apa sih apa, ngomong apa tadi?"
"Males nih, kamu kenapa akhir-akhir ini sering ngelamun gak jelas, cerita aja, Saa." Riani kesal dengan sikapku yang cuek dari awal obrolan kita di cafe depan butik sore ini, itu karena pikiranku yang sedang mendung dan petir siap menyambar siapa saja yang bikin pusing.
Riani sahabatku dari SMP, sekaligus karyawanku dibutik.
Aku memiliki saudara perempuan, usianya hanya terpaut 1 tahun denganku, saat usiaku 10 bulan, ibu hamil lagi karna tidak memakai alat kontrasepsi apapun. Aku harus terus menuruti keinginan kedua orangtuaku, sedangkan Safira, saudaraku itu bisa memilih sendiri keinginannya. Sudah jelas umurku masih muda, apa harus aku menikah di usia yang masih belia, menurutku itu hal gila yang belum pernah aku bayangkan selama 22 tahun ini.
Ya, umurku masih 22 tahun, sedang merintis bisnis menjadi perancang busana, gaun pernikahan, meskipun tidak besar, tapi aku bangga bisa melakukan ini sesuai hobbyku, aku tidak mau hidup bergantung dengan kemewahan orangtuaku, aku harus mandiri, meski awalnya ayah yang memberi modal bisnisku, tapi tidak apa, setelah semuanya berkembang sesuai inginku, aku akan mengembalikan modal yang telah di berikan ayah, entah kapan, yang terpenting aku berusaha.
Akhir-akhir ini usaha ayahku mengalami kemunduran, banyak perusahaan membatalkan janji untuk menaruh saham di perusahaan milik ayah, entah apa yang terjadi, tapi semua ini berpengaruh padaku, aku yang jadi tumbal untuk membangkitkan bisnis yang mulai terpuruk itu, bagaimanapun juga, ayah adalah segalanya bagiku dan keluargaku, tentu aku akan membantu jika memang diperlukan.
"Saa sayang, ayah boleh ngomong?" ucap ayah usai makan malam di ruang tengah biasa kita berkumpul.
"Silahkan, Yah." aku mendengarkan sambil mengunyah remahan peyek oleh-oleh bi ijah, pembantuku dari kampung yang berasal dari jawa.
"Saa mau nggak nikah sama teman bisnis ayah, orangnya masih muda, baik, ganteng pula, Saa pasti suka."
"Uhuk ... uhuk ...." aku terbatuk-batuk kaget sekaligus syok mendengar ucapannya, ada remahan peyek nyangkut di tenggorokan.
"Minum dulu, jangan bikin ayah tegang, jangan panik Saa, ayah ini cuma tanya"
"Ayah ini ngomong apa sih, Sabrina masih muda, gak mau nikah dulu sebelum sukses, Yah!"
"Sukses bareng suami juga kan enak Saa, ada yang nyemangatin."
"Sabrina ngantuk, Yah, mau tidur dulu, besok berangkat pagi, banyaak kerjaan di butik."
"Besok kita bahas lagi ya, Saa," lanjut lelaki tua yang hampir separuh rambutnya mulai memutih karena uban sambil mengedipkan sebelah matanya, genit.
Aku berlalu masuk kamar bercat biru muda dengan warna pintu yang senada tanpa menoleh ayah, aku tau ini yang akan dibahas, tempo hari bi Ijah sudah cerita kalau ayah dan ibu membahas pernikahanku waktu aku sedang keluar rumah .
...
Pagi ini aku ke butik menaiki sepeda motor matic warna pink yang ku beli dengan hasil kerja kerasku sendiri selama setahun penuh, entah kenapa cuaca pagi ini sesuai dengan pikiran dan hatiku, mendung gelap berangin kencang.
"Ah, mendung belum tentu hujan, meskipun ayah ngomongin nikah, belum tentu juga pria tajir melintir, kaya raya itu mau sama aku yang jelek begini," gumamku dalam hati.
Tentu saja, pria mana yang mau denganku, gadis dengan rambut keriting membahana yang sukses jadi bahan ledekan sewaktu masih sekolah dulu.
Perjalanan dari rumah ke butik hampir memakan waktu 1 jam, itupun kalau tanpa macet sana sini, maklum hidup di ibu kota pasti macet, sudah jadi tradisi dan makanan sehari-hari.
Belum setengah perjalanan, gerimis datang tanpa diundang, semakin ngebutlah aku takut kesiangan gara-gara nyetir sambil ngelamun.
Di lampu merah perlimaan jalan ini, kanan kiri banyak jalan berlubang, yang jelas penuh dengan air coklat kotor mirip es dawet gula aren buatan bi Ijah beberapa hari lalu, rasanya manis dan nyegerin kerongkongan yang mulai kehausan ditengah gerimis yang jatuhnya semakin tak terhitung.
Pyaaarrr!!!
"Ehhh, kutu kucing, basah deh, dasar orang kaya baru, baru punya mobil kreditan aja sok," ucapku di sebelah mobil berwarna merah cerah ini, sepertinya orang ini dengan sengaja mengerem mobilnya tepat disebelahku, ban depan pas masuk ke lubang besar berisi air coklat kotor, sudah jelas airnya langsung nyiprat ke baju dan celanaku, belum kehujanan sudah basah duluan.
"Maaf nona, saya gak sengaja, lagi buru-buru soalnya, maaf ya, ini saya ganti buat beli celana sama baju baru biar gak pakai baju kotor itu," ucapnya sambil menyodorkan tiga lembar uang kertas berwarna merah.
"Gak usah, terimakasih, saya bisa beli sendiri, lain kali punya mata di pakai biar ada manfaatnya Tuhan kasih mata!" ucapku nyolot sambil ngegas motor karena lampu di depan sudah berganti warna hijau .
Aku terus saja kesal sepanjang jalan, rasanya hampir saja mendung di hati dan pikiran ini menyalakan petir untuk menyambar pemilik mobil tadi,
"Sabar, masih terlalu pagi untuk menghabiskan tenaga dan suara, lebih baik berhemat demi kenyamanan bersama," gumamku sambil mengibaskan bagian bajuku yang penuh bercak coklat air jalanan tadi.
Setelah sampai dibutik, aku di sambut beberapa karyawanku, ah cuma 5 orang kok, semuanya punya tugas yang berbeda, dari promosi baju dan gaun, keuangan, sampai bagian gudang, butikku tidak terlalu besar, berukuran 7x8 meter dengan dua lantai, untuk lantai atas khusus ruangan kantorku, tempatku menuangkan segala ide di dalam pikiran kedalam lembaran-lembaran kertas untuk menghasilkan pundi-pundi rupiah, sekaligus tempatku menenangkan diri dari kerumitan dunia luar.
Setiap pagi ku sempatkan menyiran beberapa bunga koleksiku, ada 5 bunga gantung di teras atas, seperti jenis begonia ini, kesukaanku, aku juga punya beberapa koleksi mawar dengan bermacam warna, ada kesenangan tersendiri setiap merawat bunga-bunga ini, rasa bosan yang sering mampir pun cuma numpang lewat kalau aku melihat bunga-bungaku bermekaran .
..
Seperti biasa, setiap sore sebelum pulang, aku selalu mengajak Riani ke cafe dekat sini, letaknya bersebrangan dengan butikku, jadi bisa mampir kapan saja, kami selalu terlibat obrolan receh disini, suasana yang nyaman dengan dekorasi yang lucu, tentu saja membuat kami betah berleyeh-leyeh disini, apalagi Riani adalah sahabatku yang doyan berselfi lalu mengunggahnya di sosial media, tentu saja dia suka disini, di depan cafe banyak berjejer bunga-bunga cantik, dengan pintu kayu bercat biru, bagian dalam warna-warni, setiap sudutnya memiliki spot untuk berfoto, ada yang di hiasi bunga-bunga artificial berbagai warna, ada yang bergambar karakter kartun, bahkan ada tempat lesehan dengan tumpukan boneka di sisi kanan kirinya. Kami duduk di tempat biasa, kursi di bagian pojok samping jendela, ini adalah meja favorit kami, karna disudut ini bisa sambil melihat ke arah jalanan dan bunga-bunga kecil di bagian depan cafe.
..
Setelah selesai dengan obrolan receh yang tidak jelas kemana arah tujuannya, kami merapikan barang bawaan dan beranjak untuk pulang, beberapa langkah sebelum keluar dari pintu, terlihat ada dua mobil datang, satu mobil berwarna merah cerah, satunya berwarna hitam. Jelas sekali aku mengingat mobil yang tadi pagi hampir ku ajak pemiliknya adu jotos .
.
.
.
.
.
.
.
.
Mohon like dan komentar yang membangun ya, Terimakasih sudah membaca ❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments
Irma Dwi
masih memantau
2024-10-11
0
Ririe Handay
lanjut
2022-03-16
1
Berdo'a saja
siapa yaaa yang didalam
2021-12-04
0