Alisha tak bisa menolak ketika Arsya mengajaknya untuk masuk ke mobil.
Kecanggungan langsung tercipta. Mengisi ruang di antara pasangan suami istri itu. Alisha yang duduk di samping Arsya yang berada di bangku kemudi terus terdiam. Tak berani berucap sepatah kata pun.
Ada hal yang membuat Alisha terganggu dari tadi. Tatapan Arsya. Pria itu tak bicara tapi tatapannya terus terarah pada Alisha.
Pandangan Arsya tertuju pada bibir Alisha yang bengkak. Sedikit merah dan ada luka. Pasti itu karena ulahnya saat mabuk. Tangan Arsya tak tahan untuk menyentuh, tapi Alisha segera mundur untuk menghindar ketika merasakan sentuhan di bibirnya.
Raut takut begitu kentara di wajah Alisha.
Pria itu tersenyum. "Gue hanya ingin lihat, apa itu sakit?" Arsya menyentuh bibirnya sendiri.
Alisha tak menjawab. Ia justru menunduk.
"Maaf, gue tidak sadar waktu itu."
Alisha tak menanggapi.
Kebungkaman Alisha membuat Arsya berpikir untuk pulang saja. "Kita pulang," ajak Arsya.
Sontak Alisha menoleh, tapi tak berani mengatakan keinginannya jika ia takut untuk pulang bersama Arsya. Bahkan Alisha terus terdiam hingga mereka sampai ke apartemen.
"Ayo masuk." Arsya menepuk bahu Alisha ketika wanita itu bergeming di depan pintu saat Arsya sudah membukanya.
Alisha menarik napasnya beberapa kali. Meyakinkan dirinya sendiri semua akan baik-baik saja. Tidak akan terjadi apa pun padanya tinggal berdua dengan Arsya.
Perlahan langkahnya memasuki ruangan yang menjadi tempat tinggalnya sejak ia menikah. Pandangannya mengedar menatap ke seluruh ruangan.
Mendadak Alisha tersentak, spontan ia menoleh ketika mendengar suara daun pintu ditutup oleh Arsya. Jantungnya berdegup tak karuan. Memompa darah lebih cepat dari yang seharusnya. Tubuhnya mendadak kembali gemetar. Keringat dingin mendadak membuat tubuhnya merinding.
Kenangan dulu kembali teringat. Saat Aksa menutup pintu kamar hotel.
Langkah Arsya yang mulai mendekat membuat reflek tubuh Alisha secara otomatis menghindar. Seakan sudah terprogram jika ia harus menjaga jarak dari pria ini.
"Kenapa?"
Alisha hanya menatap Arsya tanpa tahu harus bicara apa. Melihat sorot aneh di wajah istrinya, Arsya perlahan menjauh. Ia biarkan Alisha yang nampak takut untuk bisa menguasai dirinya sendiri.
"Ok, gue ke kamar duluan." Arsya berjalan lebih dulu meninggalkan Alisha.
"Mas ...," panggil Alisha sebelum Arsya sampai ke kamar.
"Hemm." Arsya menoleh.
"Bisakah kita tidur terpisah?"
Arsya yang tadinya ingin meninggalkan Alisha ke kamar kembali mendekati istrinya. "Bukankah selama ini kita tidur terpisah. Gue sudah meminjamkan ranjang gue buat lo. Jadi ... lo mau tidur di mana?"
"Aku bisa tidur di sini." Alisha menunjuk sofa di ruang tamu.
Tak ingin mendebat atau memperpanjang urusan, Arsya pun mengiyakan. "Ok." Arsya kemudian masuk ke dalam kamar disusul Alisha di belakang.
Tak ada lagi percakapan di antara mereka. Alisha langsung menaruh tasnya dan bergegas ke kamar mandi. Sementara Arsya duduk di ranjang yang sudah tidak pernah ia tempati sejak ia membawa istrinya masuk ke apartemen ini.
Usai salat, Alisha melihat Arsya yang duduk di ranjang. Ia jadi tak berani mendekat ke sana.
"Gue belum makan," ujar Arsya yang melihat Alisha kebingungan. Bingung harus apa.
"Mas Arsya mau di masakin apa?" tanya Alisha.
Arsya nampak berpikir sejenak. Lalu menjawab, "Apa aja."
Alisha pun menuju dapur melihat bahan untuk dibuat menjadi makan malam. Ada daging ayam dan sawi putih juga jamur. Melihat bahan yang tersedia, langsung terlintas dalam otak Alisha apa yang akan ia buat untuk makan malam suami.
Sebelum memasak lauk pauknya, Alisha lebih dulu memasak nasi. Baru ia mengeluarkan bahan-bahan dari dalam lemari pendingin. Sebelumnya Alisha menggunakan apron untuk menjaga bajunya tetap bersih usai memasak nanti.
Barulah ia mulai mengeksekusi sayur dan juga bumbu. Alisha akan membuat tumis sawi dengan jamur dan ayam goreng mentega.
Saat ia sibuk menumis, Arsya yang keluar dari kamar karena aroma masakan Alisha terus memperhatikan istrinya tersebut.
"Mau gue bantu?"
Mendapati Arsya sudah berada tepat di belakang punggungnya, dan berdiri sangat dekat dengannya membuat Alisha kaget. Hampir saja ia menjatuhkan spatula di tangannya kalau saja Arsya tidak menahannya. Arsya menggenggam tangan Alisha agar spatulanya tidak terjatuh.
"M-mas Arsya ...." Alisha gugup.
"Pegang yang erat biar nggak jatuh." Arsya menekan tangannya pada tangan Alisha yang menggengam spatula.
"I-iya, Mas." Alisha memperat genggamannya.
Bukannya langsung pergi setelah mendapat jawaban, pria itu masih saja bergeming di tempatnya.
"Mas ...."
"Hmm ...."
"Tolong lepasin tangannya, aku mau aduk sayurnya lagi."
Barulah pria itu tersadar. Rupanya sejak tadi Arsya begitu menikmati aroma yang menguar dari tubuh istrinya.
Pria itu langsung duduk di bar Stool sembari melihat Alisha yang tengah memasak. Sesekali ia memainkan ponsel yang ia bawa dari kamar.
"Geser dikit, Mas," ujar Alisha yang akan meletakkan dua piring lauk yang sudah ia masak. Ada tangan Arsya di meja jadi ia meminta suaminya itu untuk menggeser tanganya agar memberi tempat untuk piring saji yang ia bawa.
Di susul dengan nasi yang Alisha ambil dari rice cooker. Tak lupa ia juga mengambilkan minum.
"Silakan, Mas." Setelahnya Alisha melepas apron-nya dan berniat pergi, tapi ditahan oleh Arsya.
"Mau ke mana?"
Alisha bingung mencari alasan.
"Di sini saja, temani gue makan ... kita makan bersama."
Alisha pun menurut. Ia duduk di sebelah Arsya setelah mengambilkan nasi juga lauk untuk suaminya. Lalu mengambil untuk dirinya sendiri.
Sedari tadi Arsya memperhatikan Alisha yang makan dalam diam.
"Besok gue akan mengadakan konferensi pers. Gue ingin lo ikut," ujar Arsya ketika selesai makan.
"Tapi, aku nggak terbiasa menghadapi media, Mas."
Alisha ingat, dulu ketika mereka baru menikah. Banyak wartawan yang menghadangnya, ia malah gugup dan tak tahu harus berbuat apa hingga membuatnya diam tak bergerak. Sampai-sampai Arsya harus menariknya keluar dari kerumunan Wartawan.
"Lo nggak perlu bicara, cukup temani gue di depan para wartawan."
Alisha mengangguk saja. Meskipun ia tak tahu tujuan Arsya membawanya ke hadapan media.
Mendapatkan persetujuan dari istrinya, Arsya langsung meninggalkan Alisha di dapur, sebab wanita itu masih harus membereskan alat makan mereka.
Arsya pergi ke kamar dan menelepon Jimmy. "Halo, Jim," sapa Arsya pada manajernya.
"Besok gue mau adain konferensi pers, lo atur deh semua," lanjut Arsya setelah Jimmy menjawab salamnya.
Meski kemarin mereka marahan, sampai pukul-pukulan tapi persahabatan mereka yang sudah dijalin sejak lama tak bisa pudar begitu saja. Tak dapat dipungkiri jika Jimmy tak bisa mengabaikan arti persahabatannya dengan Arsya.
Semarah apa pun Jimmy, ia selalu siap membantu temannya tersebut. Arsya, ia sungguh pria yang luar biasa. Biarpun kelakuannya banyak yang tidak suka, tapi pria itu seolah punya daya magis yang mampu membuat orang lain patuh pada apa yang ia mau.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Jumadin Adin
apa muka Arsya daya magic
2023-03-09
1
Aurel Bundha
Aku menantikan kelanjutannya 🥰🥰🥰 semangat 💪
2022-10-29
2