Melihat pemberitaan di media sosial yang ditunjukkan Laras membuat Alisha harus semakin banyak bersabar. Mungkin, inilah yang disebut ujian dalam pernikahan. Belum lama ikatan itu terjalin, tapi kesabaran Alisha seolah selalu diuji.
Kesabarannya semakin diuji dan membuat Alisha semakin mengelus dada ketika memasuki apartemennya. Di mana barang-barang di ruang tamu sudah berserakan melebihi kapal pecah. Hati-hati Alisha berjalan menuju kamar.
"Mas ...," panggil Alisha ketika membuka pintu.
Dilihatnya, Arsya sedang meneguk minuman langsung dari botolnya.
"Mas," panggilnya lagi dengan mendekati suaminya.
Alisha meletakkan tasnya di meja. Di sana banyak sekali puntung rokok yang berserakan. Ia duduk di sisi kosong di samping Arsya. "Mas Arsya, baik-baik saja?"
Pria yang sedari tadi mengabaikan panggilannya tersebut mendongak menatap Alisha. Matanya merah dengan sorot mata tak bersahabat.
"Dari mana, kamu?"
"Dari rumah Pakdhe Imran, Mas. Tadi pagi Mas Arsya sudah memberi ijin," jawab Alisha sedikit takut menatap sorot mata suaminya.
Mereka terdiam untuk beberapa lama. Alisha pun tak berani bertanya macam-macam. Ia menoleh ke kanan dan kirinya. Sama berantakannya dengan ruang tamu. Ia pikir lebih baik merapikan semua dari pada berdiam menunggui suaminya.
"Aku ganti baju dulu, Mas. Mau beres-beres," pamitnya.
Arsya tak menghiraukan. Ia justru meneguk kembali minumannya.
Sebelum Alisha masuk ke kamar mandi, ia menoleh ke tempat Arsya duduk. Ditatapnya punggung sang suami. Ia juga melihat Arsya meneguk minuman itu berkali-kali.
Ingin rasanya mengingatkan, tapi rasa takut dalam hatinya begitu besar. Ia tidak sedekat itu dengan Arsya meski statusnya adalah seorang istri. Alisha hanya bisa menggelengkan kepala melihat semua yang terjadi.
Usai berganti baju, Alisha segera menuju pantry mengambil peralatan kebersihan di sana. Ia mulai dari kamar tamu. Menata kembali semua yang sudah diporak-porandakan oleh sang suami. Lalu beralih ke kamar. Kekacauan di kamar ini tidak seburuk di ruang tamu tadi sehingga Alisha lebih cepat melakukan pekerjaannya.
Arsya yang melihat Alisha bersih-bersih pun hanya diam tak acuh. Lebih memilih menikmati minuman yang ia tenggak.
Alisha merasakan tubuhnya lelah, setelah bekerja seharian. Sampai di rumah pun harus bekerja ekstra. Buru-buru ia selesaikan pekerjaan beres-beresnya agar bisa segera istirahat.
"Alhamdulillah," ucapnya pada diri sendiri setelah selesai salat. Tentunya setelah semua ruangan kembali rapi dan ia juga sudah mandi. Tak sabar untuk segera merebahkan diri usai melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim.
Melihat Arsya yang masih terduduk di sofa, Alisha berusaha mendekat. "Mas Arsya sudah makan?"
Mendengar suara Alisha membuat Arsya berusaha membuka matanya yang begitu berat. Samar-samar ia menatap ke arah Alisha yang berdiri di dekatnya.
"Mau Alisha buatin makanan?" tawar Alisha.
"Siapa, lo?"
Alisha menoleh. Tidak ada siapa pun di kamar ini selain dirinya dan suaminya. Lalu siapa yang di maksud Arsya. Apa Arsya tak mengenali dirinya?
Pasti pria ini sudah mabuk berat. Sebaiknya Alisha tinggal saja. Suaminya pasti tidak bisa merasakan lapar juga dalam kondisi seperti ini. Alisha mengambil botol yang separuh isinya sudah tandas oleh Arsya.
"Heh, siapa, lo! Mau dibawa ke mana botol gue," ujar Arsya khas orang mabuk.
Alisha tak menjawab. Toh, Arsya tak akan nyambung jika ia berkata apa pun. Baru juga dua langkah, Arsya sudah mencekal tangan Alisha.
"Siapa lo berani bawa pergi minuman gue!" teriak pria itu.
Alisha menurunkan tangan Arsya yang mencekalnya. "Jangan minum lagi, Mas. Sebaiknya Mas Arsya tidur."
Arsya tertawa tak sadar. "Tidur lo bilang, gue masih mau minum. Siniin botol gue!"
Alisha menjauhkan botol tersebut. Tak mau lagi Arsya semakin hilang kesadaran.
"Enggak, Mas. Mas Arsya sudah terlalu mabuk. Sebaiknya Mas Arsya tidur."
"Sialan lo, ngatur-ngatur gue!" Arsya memaksa mengambil botol di tangan Alisha. Namun wanita itu tetap mempertahankannya. Ia harus mencegah Arsya kembali meminum minuman haram tersebut.
"Siniin!"Arsya terus berusaha. Begitu juga Alisha. Ia berusaha sebisa mungkin menyembunyikan botol tersebut di balik tubuhnya agar tak bisa dijangkau suaminya.
"Enggak, Mas. Jangan minum lagi." Alisha menolak memberikan botol itu.
"Berani, lo, ya, sama gue!" Arsya yang mabuk berat memaksa Alisha memberikan botol tersebut. Meski sudah kehilangan kesadaran tapi tenaga Arsya masih kuat untuk mengambil botol itu kembali.
"Mas, jangan, kamu udah mabuk berat, Mas." Alisha menahan tangan Arsya yang hendak kembali meneguk minuman itu. Namun dihempaskan oleh Arsya hingga wanita itu terjatuh ke lantai.
Arsya berhasil meneguk kembali minumannya. Matanya beralih pada Alisha yang terjerembab. Senyum miring tersungging di bibir pria itu.
"Wanita berengsek, berani sekali lo nantangin gue!" ujarnya pada Alisha. Pria itu menunduk, menarik tangan Alisha dan menghempaskannya ke atas sofa.
"Lo harus dapat pelajaran karena sudah berani main-main sama gue!"
Alisha yang merasakan sakit di pinggangnya karena dibanting, kesusahan untuk bisa segera bangkit dan lari. Ia mulai ketakutan melihat sorot mata Arsya yang penuh kebencian.
"Mas, ini aku, Alisha," ujar Alisha. Berharap suaminya ini mengerti.
Arsya benar-benar tak mengenali istrinya sendiri. Ia mengungkung Alisha di bawah tubuhnya. Dengan brutal, pria itu memaksa mencium Alisha.
"Mas hentikan!" Alisha berusaha menolak. Sekuat tenaga ia menahan agar tubuh Arsya tak menindihnya.
"Emph ...." Tenaga Arsya terlalu besar untuk ia lawan. Pria itu berhasil membungkam mulutnya dengan ciuman yang sangat kasar.
Air mata Alisha mengalir tak terbendung. Bayangan akan kelakuan Arsya dulu kembali berkelebatan dalam ingatannya. Seakan nyata terjadi.
"Jangan, Mas," lirih Alisha memohon ketika bibir Arsya berpindah ke lehernya.
Pria itu bagai monster tuli. Ia tak mendengar apa pun yang Alisha katakan.
Dalam ketakutan yang menghinggapi hatinya, Alisha tetap berjuang agar Arsya tak kembali meruda paksa dirinya untuk yang kedua kali. Ia berusaha mendorong tubuh Arsya yang semakin lama semakin menghimpitnya. Tangannya berusaha meraih botol minuman Arsya yang terletak di atas meja.
Sekuat tenaga, Alisha memukul kepala suaminya. Darah segar langsung mengalir bersamaan dengan teriakan kesakitan Arsya. Setelah perjuangannya yang begitu menguras emosi, Alisha berhasil membuat suaminya tumbang.
Alisha tak mau melewatkan kesempatan. Ia segara berlari ke kamar mandi dan menguncinya dari dalam. Entah mengapa, kamar mandi selalu menjadi tujuannya ketika ia lari dari ketakutan menghadapi sikap Arsya. Mungkin karena ruangan itu paling dekat, dan ia dengan mudah menjangkaunya.
Bersandar pada pintu kamar mandi, tubuh Alisha luruh ke bawah. Napasnya tersengal hampir habis. Air mata tak henti-hentinya menderas. Ketakutan yang teramat sangat membuat kaki dan tangannya lemas.
Alisha membekap mulutnya sendiri. Menahan tangis di dadanya agar tak meledak.
Kenapa suaminya tega berbuat demikian. Bukannya membantu mengobati traumatiknya tapi justru selalu menjadi pemicu ketakutannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
revinurinsani
hadeh dah mabuk Gatau diri bejat lagi
2023-11-29
1
Masiah Cia
hiiii sdh tau orang mabuk di tantangin, padahal biasanya Alisa menghindar dari arsya tp koq sok2 nantangin
2023-10-03
1
Emi Widarti
org mabuk di lawan....
repot sendiri kan....
2023-03-21
1