"Kamu yang sabar, ya." Imran berusaha menenangkan keponakannya.
"Maaf ...." Alisha menunduk. Malu menatap wajah kakak dari ayahnya tersebut. Rasanya benar apa kata Budhenya, dia memang tidak tahu diuntung. Sudah dibesarkan, dirawat, dan dididik tapi justru mencoreng wajah Pakdhe dan Budhenya.
"Hei, kenapa minta maaf. Ini semua bukan hanya kesalahanmu, kamu sudah berusaha sebaik yang kamu bisa untuk menjaga agar pria itu tidak merusakmu, itu sudah menjadi bukti jika kamu adalah perempuan baik-baik." Imran tahu benar betapa terpuruknya sang keponakan. Ia tidak ingin menambah beban mental gadis itu dengan menyudutkannya. Saat ini dukungan dari keluargalah yang Alisha butuhkan untuk menumbuhkan lagi rasa percaya dirinya.
"Tapi, Alisha aib buat Pakdhe." Air mata ikut mengalir ketika Alisha mengakui dirinya sebagai aib keluarga.
"Siapa yang bilang kamu aib? Kamu terlalu berharga untuk sebutan rendah itu, tidak ada korban pelecehan yang sengaja ingin dilecehkan. Tidak ada satu perempuan pun di dunia ini yang berharap hal buruk itu menimpanya. Kamu bukan aib, Alisha ... kamu pejuang. Dan Pakde akan terus mendampingi kamu sampai kamu mendapatkan keadilan."
Air mata Alisha semakin deras tak terbendung mendengar dukungan yang disampaikan Imran. Pria tua itu benar-benar menggantikan sosok ayah untuknya. Menjaga dan melindunginya.
"Bagaimana jika keadilan itu tidak ada, Pakdhe?" Alisha pesimis. Mengingat siapa Arsyanendra Bagaspati dibandingkan dengan dirinya.
"Tidak, Alisha, jangan putus asa. Keadilan itu selalu ada."
"Alisha ragu, Pakdhe."
"Jangan ragu untuk mengatakan kebenaran, anakku." Imran mengusap kepala Alisha. "Kamu harus bangga dengan dirimu yang mau mengatakan kebenaran ini. Setidaknya jangan biarkan ada korban lain lagi selain kamu."
Imran meraih tangan keponakannya itu, menggenggamnya erat untuk menyakinkan jika ia mendukung apa yang Alisha lakukan saat ini. Mencari keadilan.
"Pak, ada tamu," seru Laras yang langsung saja nyelonong masuk ke kamar Alisha.
Sontak, Alisha dan Imran menoleh.
"Siapa?" tanya Imran.
Laras hanya menggeleng. "Dia nyari keponakan Bapak."
Kini Alisha dan Imran saling tatap.
"Wartawan?" tanya Imran lagi.
"Bukan, Ibuk juga ndak tahu. Pokoknya dia nyari Alisha."
"Siapa, Pakdhe?" lirih Alisha.
Imran hanya bisa menggeleng. "Pakdhe juga nggak tahu, ayo kita temui."
"Tapi, Pakdhe ...."
"Tidak apa, ada Pakdhe."
Alisha menurut apa kata Imran. Ia keluar bersama dengan Pakdhe dan juga Budhenya menemui sosok asing yang sudah menunggu di ruang tamu.
Dengan terus menundukkan wajahnya, Alisha duduk di sebelah Imran yang telah menyapa pria berpakaian serba hitam tersebut. Baru juga ia mengkhawatirkan tentang keadilan yang ia upayakan, kini nampaknya semua terjawab.
Pria yang memperkenalkan diri bernama Anton ini adalah ajudan dari Surya Bagaspati, ayah dari Arsyanendra Bagaspati.
"Jadi, tujuan Anda datang ke sini untuk membawa keponakan saya bertemu dengan pimpinan Anda, begitu?" tanya Imran setelah sang ajudan mengutarakan maksud kedatangannya.
"Begitulah, Pak. Atasan saya mengundang Nona Alisha untuk datang ke kediaman beliau."
"Mohon maaf sebelumnya, tapi kami tidak ingin bertemu dengan beliau atau pun putra beliau," ujar Imran.
"Pak ...," Laras menyela. Namun, gerakan tangan Imran melarang istrinya tersebut untuk ikut bicara dalam hal ini.
"Tolong Anda sampaikan kepada pimpinan Anda bahwa kami hanya akan menemui beliau di pengadilan saja."
Ajudan tersebut menatap Alisha yang terus saja menunduk. "Maaf, Pak, bisakah Nona Alisha sendiri yang menjawab. Sebab, pimpinan saya hanya ingin bertemu sebentar saja dengan Nona Alisha. Saya jamin, saya akan mengantarkan Nona Alisha kembali ke rumah ini dengan selamat. Bagaimana, Nona Alisha?"
Mendengar namanya disebut, Alisha memberanikan diri untuk mendongak. "Sa-saya ...." Alisha menoleh pada Imran, seakan mencari bantuan.
"Hanya sebentar, Nona. Atasan saya hanya ingin mengenal Anda secara pribadi." Ajudan itu berusaha meyakinkan.
Alisha tidak bisa mengambil keputusan sendiri. Sebab ia punya ketakutan tersendiri pada kekuasaan yang dimiliki oleh ayah dari Arsya.
"Mohon maaf sekali lagi, Pak. Tolong Anda kembali saja dan katakan apa yang tadi saya katakan pada pimpinan Anda, jika kami tidak ingin bertemu dengannya selain di pengadilan atau pun kantor polisi." Imran menjawab pertanyaan Anton, seakan mewakili Alisha.
Tidak ingin membuat keributan karena takut masalah ini akan membesar, Anton pun kembali dengan tangan kosong.
"Pakdhe, bagaimana jika apa yang Alisha takutkan terjadi. Ayah dari Arsya bukan orang sembarangan untuk kita," ujar Alisha ketika ajudan itu telah pergi.
"Nah, kamu tahu siapa itu Bapak Surya. Lalu, kenapa tadi kamu menolak untuk bertemu. Awas saja ya kalau sampai terjadi sesuatu dengan keluarga ini hanya karena ulah kamu tadi!" ancam Laras.
"Buk!"
"Kenapa, Ibuk hanya tidak ingin keluarga kita jadi korban dari keponakan Bapak yang tidak tahu diri ini. Sudah untung kita mau merawat dan membesarkannya, masak iya dia mau membalasnya dengan membuat hidup kita susah di usia tua kita."
Setiap perkataan Laras sering kali membuat Alisha tidak tahan, oleh karenanya Alisha lebih memilih untuk pergi saja ke kamar dari pada harus mendengar setiap ocehan yang memojokkan dirinya.
"Alisha ...," panggil Imran ketika keponakannya itu pergi ke kamar.
"Nah, begitu itu, kalau ada orang tua sedang ngomong pasti main pergi saja. Dasar nggak punya adab!"
"Buk, sudah, Ibuk sendiri yang membuat Alisha tidak tahan untuk berlama-lama dengan Ibuk."
Laras mencebik kesal, suaminya selalu membela sang keponakan bukan dirinya.
___________________
Keesokan paginya, Alisha bersiap untuk pergi ke butik milik Mbak Ratih. Sejak kasus itu mencuat belum sekali pun ia menemui atasannya tersebut.
Alisha hanya mengajukan cuti lewat pesan singkat saja. Kini selain untuk bertemu dan meminta ijin secara resmi, Alisha juga ingin meminta kesediaan Mbak Ratih menjadi saksi atas kasus yang di hadapinya.
"Pakdhe antar, ya?"
"Nggak usah, Pakdhe. Alisha bisa sendiri kok."
"Kamu keluar lewat pintu belakang saja, biar nggak ketahuan wartawan-wartawan itu."
Dengan dibantu Imran Alisha berangkat ke butik milik Ratih. Di sana ia bertemu wanita yang Alisha yakini punya niat tertentu malam itu.
Karena takut akan terjerat pasal yang lebih, akhirnya Ratih setuju untuk ada dipihak Alisha. Wanita itu berjanji akan memberikan keterangan sejujur-jujurnya dalam proses peradilan nanti. Mendengar hal tersebut Alisha merasa lega, setidaknya ada lagi orang yang berdiri mendukungnya.
Tak berlama-lama, Alisha segera pulang. Ia memesan ojek on line yang ia tunggu di pelataran butik.
"Nona, Alisha," sapa seseorang pria yang baru saja turun dari Kendaraan.
"Ya ...," jawab Alisha gugup.
"Mohon ikut dengan saya." Pria itu menunjuk pada pintu mobil yang terbuka.
Alisha nampak terkejut melihat sosok yang ada di dalam mobil. Tengah melihat ke arahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
✨️ɛ.
gimana mo ngebela kalo kerjaanmu merepet terus, buk..
2024-10-28
1
revinurinsani
hati hati lho bejat jadi bucin tuh anak
2023-11-29
1
Jumadin Adin
harusnya yg salah yg datang ke rumah pakde Alisha, bukan Alisha yg harus datang ke rumah Arsya
2023-03-08
5