Arsya berjalan dengan langkah lebar menelusuri koridor untuk menuju apartemen miliknya. Di belakangnya ada Alisha yang mati-matian berlari untuk mengikuti sang suami. Tangannya menyeret koper besar yang ia bawa dari kediaman Surya Bagaspati. Alisha bersusah payah sendiri tanpa mau meminta bantuan pria yang berstatus suaminya tersebut karena ia tahu pria itu tak akan peduli padanya.
Napasnya sudah ngos-ngosan ketika pria tak punya hati itu membuka pintu apartemen. Pria itu bahkan masuk sendiri tanpa mempersilakan wanita yang sejak tadi mengekorinya.
Tak ada yang bisa Alisha lakukan selain mengusap dadanya menahan kesal dan memperbanyak sabar. Meski begitu Alisha tetap masuk dengan koper yang ia seret di tangan kanannya.
"Gue nggak ada kamar lain di apartemen ini selain kamar utama, karena kamar yang satunya sudah gue jadikan untuk ruang kerja gue. Jadi seperti di rumah Mama, lo bisa pakai kamar gue untuk sementara." Arsya menunjuk kamar utama yang di maksud.
Alisha mengikuti pria itu kembali untuk masuk ke kamar utama.
"Peraturan yang harus lo ingat baik-baik selama lo tinggal di sini ... jangan jorok. Gue nggak suka tempat yang kotor. Paham!"
Alisha mengangguk.
"Gue nggak akan membatasi apa yang ingin lo lakukan, tapi satu hal yang harus lo ingat ... jangan pernah membuat malu gue!"
Alisha kembali mengangguk. Ia mengedarkan pandangannya, memindai ruangan yang mulai hari ini akan jadi tempatnya tinggal. Sedangkan Arsya langsung pergi meninggalkan istrinya tanpa pamit.
Namun, sebelum ia benar-benar keluar kamar, Arsya membalik tubuhnya dan berkata, "Satu hal lagi, jangan pernah lo berpikir untuk makan jengkol kalau lo masih mau tinggal bareng gue!" Perkataan yang lebih mirip dengan ancaman itu diucapkan dengan tegas sebelum Arsya benar-benar pergi.
"Ok, aku akan menurut. Lagi pula aku hanya seorang yang menumpang," lirih Alisha pada diri sendiri.
Tidak ingin larut dalam pikirannya yang selalu merasa menyedihkan, Alisha lebih memilih untuk segera melihat ke mana ia harus menata isi kopernya. Setelahnya ia berpikir untuk bersih-bersih saja. Ia yakin apartemen ini belum sempat dibersihkan sebab seminggu sebelumnya mereka tinggal di rumah mertua.
Selesai mengerjakan semua dan telah membuat apartemen ini rapi dan bersih Alisha merasa perutnya menuntut untuk diisi. Sayangnya ketika ia membuka lemari pendingin, tak ada bahan apa pun yang bisa dimasak. Isinya hanya ada minuman kaleng dan juga roti yang sudah keras mengering saking lamanya.
Ia pun berpikir untuk mencari makan di luar saja. Sebelumnya ia melihat isi dompetnya yang ternyata hanya ada selembar uang seratus ribuan.
"Kalau uang segini dapat apa, ya?" pikir Alisha.
Kalau ditempat kerjanya dulu uang seratus ribu bisa ia gunakan untuk makan seorang diri paling tidak bisa dua kali makan. Karena ia lebih sering makan di warteg atau warung makan pinggir jalan lainnya yang harganya terjangkau untuk seorang pegawai sepertinya.
Tetapi kalau di sini, di apartemen yang tergolong untuk kalangan menengah ke atas ini ia bisa beli apa di restoran yang ada di apartemen ini. Ia tidak mungkin meminta uang pada Arsya, lagi pula ia tidak tahu juga nomor ponsel pria itu.
"Ah ... sudahlah, aku keluar saja dulu. Siapa tahu aku ketemu warung makan yang murah." Alisha pun bergegas turun.
Di saat ia berusaha mencari rumah makan, matanya menangkap sebuah mini market yang tak jauh dari apartemen. Ia pun berpikir untuk belanja saja di situ. Dengan uang seratus ribu yang ia miliki, Alisha sudah bisa membeli telur dan juga mie instan, juga sosis.
Ia tak sabar mengolahnya karena perutnya sudah sangat keroncongan. Tak main-main, Alisha memasak dua bungkus mie instan sekaligus ditambah dengan dua butir telur dan irisan sosis. Tak terbayang betapa kenyangnya ia setelah menghabiskan masakannya sendiri.
"Uh ... kenyang banget." Alisha mengusap perutnya yang kekenyangan. Baru kali ini ia makan dengan rakus, karena terakhir kali ia makan pas sarapan tadi di rumah mertuanya. Barulah malam ini ia bisa makan dengan kenyang.
Alisha membungkukkan tubuhnya, meletakkan kepalanya di atas meja. Berniat istirahat sebentar sebelum ia masuk ke kamar sembari menunggu perutnya terasa agak lega.
Mungkin karena lelah dan kekenyangan, membuat Alisha tertidur.
Sekitar jam sebelas malam, Arsya baru saja pulang. Hal pertama yang ia lihat adalah istrinya yang tertidur di bar stool. Pria itu menghampiri, melihat mangkuk yang sudah kosong tapi masih bisa menunjukkan jika isi dari mangkuk itu tadi adalah mie instan.
Pria itu pun berjalan membuka lemari pendingin. Tak ada apa pun di sana selain minuman. Ia juga melihat kondisi dapurnya. Hanya ada satu alat masak yaitu panci bekas memasak mie yang digunakan oleh Alisha. Memang di dapurnya ia tak punya peralatan masak. Panci yang digunakan Alisha itu pun Jimmy yang membelinya. Karena terkadang manajernya itu kelaparan di tengah malam ketika menginap di apartemen Arsya.
"Hei, bangun!" Arsya mengguncang bahu Alisha setelah sidak dari dapur.
"Hei, bangun!" ulangnya.
Mata Alisha terasa berat untuk membuka karena ia benar-benar mengantuk tapi guncangan yang ia rasakan memaksanya harus membuka mata.
"Iya ...." Alisha langsung berjingkat kala menatap wajah Arsya di depannya.
"Ma-mas ... Arsya," lirih Alisha.
"Bangun, atau kamu mau tidur di sini?"
Alisha baru sadar jika ia masih berada di dapur. Ia segera bangun dan membawa mangkuk juga gelas yang ia gunakan ke wastafel.
Melihat Alisha yang mencuci peralatan makannya Arsya meninggalkannya ke kamar. Selesai membereskan alat makannya Alisha menyusul ke kamar, tujuannya adalah kamar mandi untuk berganti baju dan gosok gigi.
Betapa kagetnya Alisha ketika membuka pintu kamar mandi dan mendapati Arsya juga ada di sana.
"Ma-maaf, aku tidak tahu kalau ada orang di dalam." Alisha buru-buru keluar dan menutup pintu itu kembali. Tak lama pria itu keluar dengan handuk yang melilit bagian bawah tubuhnya.
Alisha bergegas masuk dan mengunci pintu kamar mandi begitu Arsya keluar.
"Ish ... bodohnya aku, kenapa tidak ingat jika aku tinggal dengan orang itu sekarang." Alisha menepuk jidatnya sendiri. Ia menatap kaca di kamar mandi dan memperhatikan diri sendiri. Melepas hijab yang ia kenakan dan memasukkannya ke keranjang cucian. Kemudian mencuci muka dan gosok gigi sekalian berganti baju. Tak lupa ia berwudhu karena ingat belum menunaikan salat isya.
Lupa membawa ganti hijab instan yang bersih, Alisha memilih menutupi kepalanya dengan handuk. Lalu keluar untuk mengambil mukena.
Saat ia menggelar sajadah, Arsya bertanya, "Lo keramas malam-malam begini?" Semua itu ditanyakan karena melihat lilitan handuk di kepala Alisha.
"Ya?" Alisha bingung dengan maksud Arsya
Arsya menyentuh kepalanya sendiri. Dari situ Alisha sadar dengan handuk di kepalanya. "Ah, ini ya, bukan, hanya saja aku lupa bawa hijab."
Setelah mendengar jawaban istrinya Arsya memilih untuk kembali fokus pada ponsel di tangannya. Sedangkan Alisha segera memakai mukena dan melaksanakan salat.
Begitu selesai, melihat Arsya yang sudah menempatkan dirinya di sofa Alisha langsung menuju ranjang. Itu artinya sama seperti di rumah mertuanya jika pria itu akan mengalah dan meminjamkan ranjangnya untuk Alisha.
Mendadak lampu dipadamkan oleh Arsya, membuat Alisha kembali dalam ketakutan. Ia memegang erat selimut yang menutupi tubuhnya. Kenapa lampu selalu dimatikan, hal itu membuat Alisha merasa tidak nyaman.
"Mas, kamu udah tidur?" Alisha memberanikan diri bertanya.
"Hemmm."
"Apa boleh kalau lampunya dinyalakan saja, aku tidak bisa tidur dengan lampu yang dipadamkan."
Bukannya menjawab, Arsya yang kesal dengan permintaan Alisha justru bangkit dari sofa dan mendatangi wanita itu. Ia berdiri tegap di hadapan Alisha.
"Mas ... Arsya, mau apa, Mas?" Alisha semakin takut melihat Arsya di depannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Rita Ritonga
sampai episode ini, ntah Knp aku suka Setiap Kata Dan kalimat nya, Menurutku apik Dan tak berteletele
2023-09-26
2
Jumadin Adin
ada trauma apa Alisha dgn lampu yg padam
2023-03-09
2