Dengan senang hati Arsya mengeluarkan ponselnya. Ia memperlihatkan layar ponsel yang menyala kepada teman-temannya.
Bukan hanya Riko, David juga Angga terlihat syok melihat gambar yang tertera di sana. Di mana ada potret Alisha yang tak mengenakan hijab dan Arsya yang bertelanjang dada sedang berfoto dengan sangat intim.
Riko dan teman-temannya masih berada dalam mode kaget saat Arsya mendadak menarik ponsel dari tangan Riko dan membuat pria itu terhenyak.
"Udah jangan lama-lama, lo udah liat buktinya, 'kan. Cewek itu sudah ada dalam penaklukkan gue. Dia sama aja kayak cewek lainnya yang nggak bisa nolak pesona gue," ujar Arsya bangga.
Riko masih tidak percaya. "Lo yakin itu foto asli, nggak lo edit?"
"Lo pikir gue kurang kerjaan ngedit-ngedit foto, hah! Kalau lo nggak percaya, lo tanya sama petugas hotel di mana gue nginep, tanyain apa tu cewek beneran datang ke kamar gue apa enggak!"
Riko masih belum yakin, tapi melihat foto yang Arsya tunjukkan membuat ia juga berpikir tentang kebenaran foto tersebut. Mengingat reputasi seorang Arsyanendra sebagai penakluk para kaum hawa.
"Udah, sini kunci mobil lo. Gue yang menang taruhan!" desak Arsya.
Tak bisa mengelak lagi, Riko pun mengeluarkan kunci mobil dari saku jasnya. Dengan berat hati ia mengulurkannya pada Arsya.
"Nah, gitu dong. Lain kali, jangan lo nantangin gue kalau lo nggak mau melarat mendadak!" cibir Arsya.
Pria bergelar cassanova itu tersenyum lebar mengambil kunci mobil kesayangan temannya itu. Kemudian pergi begitu saja meninggalkan teman-temannya. Senyum puas tersungging di bibirnya karena telah membuat Riko menyesal telah menantangnya.
"Tidak boleh ada yang main-main sama gue! Lo pikir lo siapa berani nantangin gue!" batin Arsya.
__________________
Matahari sudah hampir tenggelam ketika Alisha sampai di rumah Pakde Imran—kakak dari ayah Alisha. Sejak Alisha SMP, pria itulah yang mengasuhnya. Sebab orang tuanya sudah tidak ada lagi.
"Assalamualaikum," ujar Alisha ketika masuk ke rumah bercat putih tersebut.
"Waalaikumsalam," jawab Laras—istri Imran.
Alisha yang mendapati Laras sedang duduk di depan meja jahitnya langsung mendatangi wanita itu. Ia mencium tangan wanita itu dengan takzim.
"Dari mana kamu, nggak pulang dan nggak kasih kabar. Ponsel pakai dimatikan segala. Pakdemu sampai nggak bisa tidur semalaman karena nungguin kamu. Mau kamu apa, hah! bikin orang rumah khawatir, gitu?" Sangat jelas raut murka di wajah Budhenya itu.
"Maaf Budhe, Alisha ada pekerjaan mendadak. Ponsel Alisha juga mati," bohong Alisha. Ia tidak berani berkata jujur pada istri Pakdenya tersebut.
"Maaf-maaf, apa kamu nggak bisa pinjam ponsel temenmu buat ngabarin, atau memang sengaja pengen bikin Pakdemu khawatir!"
"Maaf," ujar Alisha sekali lagi. " Alisha ke kamar dulu," pamitnya tak ingin lebih lama mendengar omelan budhenya.
"Heh, Budhe belum selesai bicara, ya!"
Alisha tak peduli, ia terus melangkah ke kamarnya dan segera membanting dirinya di atas kasur busa tanpa ranjang begitu memasukinya. Ia kembali menumpahkan tangisnya setelah tadi berusaha menahan agar tidak jatuh. Ia tidak ingin Budhe tahu tentang apa yang baru ia alami. Ia takut, pasti Budhenya akan marah dan menuduhnya yang bukan-bukan.
Ia kembali mengingat bagaimana pria itu memperlakukannya dengan sangat buruk. Menjebaknya dengan bantuan Mbak Ratih.
Alisha yakin bahwa perintah dari Mbak Ratih yang memaksanya harus mengantar jas ke hotel saat itu bukanlah kebetulan. Karena Mbak Ratih begitu ngotot kalau harus Alisha sendiri yang mengantarkan jas milik pria itu. Padahal saat itu sudah saatnya Alisha pulang, tapi Mbak Ratih memohon agar Alisha membantunya dengan mengantar jas tersebut ke sebuah hotel tempat sang model menginap.
"Please, Al ... bantu Mbak, ya. Soalnya ini kesempatan banget, kan, karya Mbak bisa dipakai model terkenal. Siapa tahu ini jalan kita menuju sukses. Setelah Arsyanendra memakai jas rancangan Mbak, pasti akan banyak artis atau model-model lain yang akan melirik karya Mbak. Dan saat itu terjadi, kamu juga akan merasakan hasilnya. Kita akan makin banyak pekerjaan, otomatis usaha kita maju. Nanti Mbak bisa naikin gaji kamu kalau usaha kita berkembang," bujuk Mbak Ratih waktu itu.
"Tapi ini sudah malam, Mbak. Bagaimana kalau besok pagi saja." Alisha berusaha menawar.
"Nggak bisa, Al ... Arsya maunya jas ini di antar malam ini. Besok dia harus pergi ke luar kota untuk show berikutnya. Please ... Al, kali ini aja," mohon Mbak Ratih.
"Kenapa bukan supir Mbak Ratih saja yang antar?"
"Al ... Mbak itu maunya kamu yang antar, siapa tahu nanti jas itu langsung dicoba oleh Arsya, nah, kalau ada yang kurang pas, kamu kan lebih ngerti dari pada supir Mbak. Mbak janji akan ada bonus buat kamu, anggap aja upah over time."
Mendengar penuturan Mbak Ratih, dan pertimbangan bonus, akhirnya Alisha mau pergi ke hotel di mana Arsya menginap. Ia mengantarkan jas rancangan Mbak Ratih pada model tersebut.
Namun, siapa sangka jika itu adalah malam nahas baginya. Arsya yang kala itu membuka pintu menyuruh Alisha masuk dan meletakkan jas pesanannya di sofa yang berada di tengah ruangan kamar hotel tersebut.
Tanpa menaruh rasa curiga, Alisha menurut saja. Hingga ia terkejut saat pria itu menutup pintu dan mulai menguncinya.
Alisha memutar tubuhnya cepat kala mendengar suara pintu tertutup. "Saya sudah meletakkan pesanan Anda di sini sesuai permintaan Anda, Mbak Ratih berpesan bahwa jas ini adalah hadiah untuk Anda jadi Anda tidak perlu membayarnya," ujar Alisha.
Arsya tak bergeming. Ia hanya terus menatap Alisha dengan sorot yang membuat Alisha risih.
"Kalau begitu, saya permisi dulu." Alisha berjalan menuju pintu di mana pria itu masih berdiri di sana. Ketika melewati Arsya, pria itu langsung menariknya. Mencengkram lengan Alisha dengan kuat.
"Kenapa buru-buru, aku punya minuman sebagai ucapan terima kasih karena telah mengantarkan pesananku."
Alisha mulai memiliki perasaan tidak baik pada pria ini. Tatapannya tertuju pada tangan Arsya yang dengan lancang memegang lengannya.
"Tidak, Pak, terima kasih. Tugas saya hanya mengantar. Saya permisi." Alisha memegang tangan Arsya yang berada tepat di lengannya, berusaha melepaskan tangan pria itu.
Kali ini tangan Arsya begitu kuat hingga Alisha tak mampu melepaskannya begitu saja. Alisha menatap Arsya yang juga tengah menatapnya dengan senyuman tak dapat diartikan.
"Saya mohon lepaskan tangan Anda, saya harus segera pergi," ujar Alisha, masih berusaha sopan.
"Aku akan melepaskanmu setelah kamu meminum satu gelas minuman ucapan terima kasihku."
Alisha menoleh pada meja bar, ada dua gelas piala berisi cairan berwarna pekat. Alisha bisa menebak jika minuman itu bukanlah minuman biasa.
"Tidak, terima kasih, saya tidak minum alkohol," ujar Alisha tanpa menutupi jika ia tahu apa yang ada dalam gelas tersebut.
"Oh ... Kalau begitu aku akan ambilkan air mineral saja. Kamu duduklah di sana." Arsya menunjuk pada sofa di mana Alisha meletakkan pesanan Arsya tadi.
Ragu, Alisha menatap sofa itu. Haruskah ia menuruti apa yang Arsya minta ataukah ia memaksa kabur saja?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
...
lanjutt Thor...tp asli emosi ko ada ya wanita seperti Ratih...mau ikut menjebak wanita lain nya
2023-08-12
1
Dewi Sariyanti
Lapor polisi,biar karir sbg model terkenak ancur sekalian, kalau perlu mbak ratihnya seret jg, ikut di laporin polisi karna membantu perbuatan jahat.
2023-03-10
2
Yani Cuhayanih
Aku nangis bombay dech baca ceritanya .....naas bener nasib Alisha
2023-02-04
2