Meski keraguan mendera, Alisha tetap memutuskan untuk menuruti apa yang Arsya minta. Ia pun mengangguk sebagai persetujuan.
Berusaha setenang mungkin untuk bisa keluar dari kamar ini coba Alisha lakukan. Ia sadar betul tidak mungkin bisa menggunakan cara yang kasar karena tidak akan menguntungkannya atau malah bisa memicu sikap agresif seorang Arsya. Terlebih di kamar ini hanya ada mereka berdua. Apabila terjadi perkelahian fisik tentu Alisha tak akan mudah mengalahkan pria ini mengingat postur Arsya yang lebih besar dengan badan yang terlihat berisi.
"Duduklah, aku akan ambilkan minum untukmu." Benar saja, setelah Alisha setuju dengan tawaran Arsya, pria itu langsung melepaskan tangannya yang tadi erat memegang lengan Alisha. Ketika pria itu berbalik menuju Bar, Alisha segera berlari menghampiri pintu. Ia menekan handle pintu berkali-kali agar pintu itu terbuka.
Sayang ... hal itu tidak membuahkan hasil. Pintu itu tak bergerak sedikit pun.
Dari meja bar, Arysa berseru, "Kamu belum meminum air yang aku ambilkan, bagaimana bisa kamu berpikir untuk pergi. Lagi pula kuncinya ada di sini." Arysa mengangkat sebelah tangannya dan memperlihatkan sebuah kartu.
Alisha menoleh pada pria yang sekarang memegang sebotol air mineral di tangan kirinya. Sementara di tangan kanan pria itu ada cardlock yang akan menjadi jalan keluar untuk Alisha.
Melihat apa yang model ini lakukan sekarang membuat Alisha berpikir negatif. "Pak, saya hanya ingin keluar. Terima kasih atas tawaran Anda, tapi saya benar-benar tidak haus."
"Kamu mungkin tidak haus, tapi menghormati tuan rumah yang sudah menyediakan air minum itu juga baik, bukan?"
"Minumlah, baru kau boleh pergi," sambung Arsya.
Alisha terdiam. Ia terpaku menatap botol air mineral di tangan pria itu. "Baiklah," ujar Alisha akhirnya. Ia berjalan mendekat begitupun dengan Arsya.
Pria itu mengulurkan botol air mineral di tangannya ketika sudah berhadapan. "Duduklah, tidak baik minum sambil berdiri."
Alisha menatap Arsya yang tengah tersenyum padanya, lalu berjalan menuju sofa dengan ragu. Ia menggenggam botol itu dengan kuat. Terus mengamatinya bahkan setelah ia duduk.
"Kenapa, apa kamu takut aku memberimu obat dalam minuman itu?" ujar Arsya persis seperti apa yang ada dalam pikiran Alisha saat ini.
"Minumlah, aku tidak menambahkan apa pun di sana. Kau bisa lihat segelnya yang yang utuh. Setelah itu baru kau boleh pergi." Arsya meyakinkan. Ia juga meletakkan cardlock yang ia bawa ke atas meja. Tepat di depannya.
Melihat kartu yang tergeletak di atas meja, pandangan Alisha seakan tak ingin beralih. Ia harus mengambil kartu itu dan segera keluar dari kamar ini.
"Apa kamu hanya akan terus menatap kartu ini dan tidak ingin pulang. Tidak apa kalau kamu ingin menginap malam ini di kamar ini. Aku tidak keberatan sama sekali." Arsya mencoba berkelakar, lebih tepatnya berusaha menggoda.
Membuat Alisha semakin takut saja berdua lama-lama dengan pria ini. Pandangannya beralih pada botol di tanggannya. Segel pada air kemasan itu masih rapi, seperti kata pria di depannya ini. Hal tersebut membuat kekhawatiran Alisha sedikit mereda. Setidaknya apa yang Arsya katakan bisa ia percaya, jika pria itu memang tidak menaruh obat apa pun dalam air kemasan yang diberikan padanya. Ia pun memberanikan diri memutar tutupnya, lalu meneguk air dalam botol itu.
Setelahnya dengan cepat Alisha berusaha mengambil cardlock di atas meja.
Kalah cepat, karena Arsya lebih dulu menariknya. Membuat Alisha reflek mengikuti ke mana kartu itu berpindah. Kini Alisha berada tepat di depan wajah Arsya. Sangat dekat hingga mata mereka bisa diadu.
Sadar akan posisinya, Alisha segera menarik diri. Lagi-lagi kalah cepat dengan gerakan tangan Arsya yang lebih dulu menarik Alisha dan membawa gadis itu jatuh di pangkuannya.
"Kenapa kamu buru-buru, bagaimana kalau kita lewatkan satu malam saja hari ini," bisik Arsya dengan senyum menggoda.
Merasa dipermainkan dan diperlakukan tidak sopan, Alisha memberontak agar terlepas dari pria itu. Semakin Alisha ingin lepas, semakin kuat juga Arsya menahan.
"Lepas, Anda sudah keterlaluan!" sentak Alisha.
"Aku keterlaluan?" Kini tangan pria itu semakin kuat meremas lengan Alisha hingga gadis itu meringis kesakitan.
Rupanya Arsya melihat semua itu, pria itu semakin menggila melihat Alisha yang terlihat kesakitan. Bukannya berhenti, pria itu justru menikmati raut kesakitan Alisha.
"Saya bilang lepaskan saya!" teriak Alisha lagi. Namun, hanya senyum meremehkan yang Alisha dapatkan.
Alisha tidak tahan lagi, ia pun mulai berlaku kasar pada Arsya. Memberontak sekuat tenaga demi lepas dari pria kurang ajar ini.
"Aku akan melepaskanmu setelah kita bersenang-senang," ujar Arsya tanpa malu.
Alisha tahu benar maksud dari ucapan pria ini sebab itu ia berjuang melawan pria gila ini. "Lepaskan!"
Gadis itu terus berusaha menggunakan seluruh tenaganya untuk lepas dari jerat pria yang ditakutkan akan merenggut kehormatannya tersebut. Segala usaha Alisha lakukan agar terbebas dari kungkungan pria berengsek ini.
Di luar dugaan. Semakin Alisha kasar, semakin kasar juga pria itu.
"Jangan ... Saya mohon jangan lakukan apa pun pada saya," mohon Alisha ketika Arsya sudah membawa dan membantingnya ke atas ranjang.
"Kenapa baru sekarang memohon, di mana keberanian kamu kemarin saat kamu menamparku!"
Alisha teringat kejadian itu dan berpikir jika kejadian itu lah yang membuatnya berada di situasi seperti sekarang ini.
"Maafkan saya atas perlakuan saya waktu itu, saya benar-benar minta maaf." Tidak apa jika Alisha harus memohon asal bisa lepas dari pria yang siap memangsanya.
Senyum licik tergambar jelas di bibir pria itu. Tanpa peduli dengan permohonan Alisha, ia memaksa Alisha dan melakukan perbuatan bejat itu.
Alisha dipaksa menyerah oleh keadaan. Tenaganya habis untuk melawan pria seperti Arsya. Kini tak ada lagi yang tersisa selain bekas-bekas pemaksaan pria tak bermoral itu.
Tangisnya pun tak akan bisa mengembalikan keadaan.
"Alisha," suara Pakdhe Imran yang membuka pintu kamarnya membuat Alisha tertarik dari kelamnya malam nahas itu. Ia segera menghapus air matanya dan bangkit untuk melihat pria tua yang tengah berdiri di ambang pintu melihat dirinya.
"Kamu baru pulang?" tanya Imran, berjalan mendekati Alisha. Pria itu duduk tepat di samping keponakannya.
Tak lagi bisa disembunyikan. Alisha memeluk kakak dari ayahnya itu. Menangis di bahu renta yang sejak dulu menjaganya.
"Maafin, Alisha, Pakdhe ... maafin Alisha," ujarnya tergugu.
"Kamu kenapa?" tanya Imran yang tidak mengerti.
"Alisha bodoh ... Alisha bodoh, tidak bisa menjaga diri Alisha sendiri."
"Alisha, Pakdhe tidak mengerti apa yang kamu ucapakan, Nak?"
Imran mengurai pelukannya. Mendorong pelan tubuh Alisha agar bisa menatap wajah sang keponakan.
"Katakan, apa yang terjadi dan apa yang membuatmu menangis."
Air di sudut mata Alisha semakin menderas. Tak kuasa mengutarakan apa yang ia alami. Banyak hal berkecamuk dalam benaknya tentang kekecewaan yang nantinya akan pakdhenya rasakan.
"Nak, katakan pada Pakdhe apa yang membuatmu menangis," bujuk Imran.
"Alisha .... Alisha telah ternoda pakde." Dengan sesenggukan Alisha berucap.
Mata Imran membelalak, tak percaya pada apa yang baru saja ia dengar.
"Siapa ... siapa, yang melakukannya, Alisha?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
revinurinsani
Sabar alisha kamu kuat
2023-11-29
1
Jumadin Adin
Alisha buat Arsya menyesal telah menodaimu,
2023-03-08
3
Tati Suwarsih Prabowi
emosiiiii aqu
2023-02-22
2