.
Esme menggigit jari tangannya, ia merasa berada di jalan buntu saat ini.
Tiba-tiba perutnya meronta, meminta untuk diisi, karena saking terganggunya oleh ucapan Balmond dan kejadian lipstik itu, Esme jadi mengesampingkan aktivitas yang ia lakukan seperti biasanya. Pagi ini, ia lupa tak sarapan.
Di seberang jalan ada toko roti, yang membuat pandangan matanya terfokuskan ke arah sana. Kemudian, ia segera mengendarai mobilnya menuju toko roti itu yang jaraknya tak jauh dari restoran The One.
Sambil menatap sekeliling, ia masuk begitu saja kedalam toko roti. Kemudian, Esme memesan beberapa roti dan donat, juga segelas minuman hangat, lalu membayarnya langsung.
Setelah memesan, Esme menoleh memilih kursi duduk yang menurutnya nyaman. Duduklah Esme di samping kaca besar.
Saat menatap ke luar kaca besar yang menjadi dinding toko roti itu, ia melihat pemandangan yang membuatnya bergidik ngeri.
Seorang wanita cantik bertato sedang bertengkar hebat dengan lelaki berkulit hitam.
Entah apa yang mereka perdebatkan. Esme berusaha untuk tak mendengar dan melihat kejadian itu.
Pelayanpun datang meletakan pesanan Esme.
Baru saja ia menggigit donat itu, kebisingan pun kembali, membuatnya semakin terganggu.
Esme menghela nafasnya, sambil tak menghiraukan perdebatan di luar toko roti itu, karena posisinya sangat dekat sekali hanya terhalang oleh kaca tebal itu.
Dan, tiba-tiba saja tanpa di duga.
Bruk..
Wajah wanita cantik bertato itu ditekan kasar oleh lelaki berkulit hitam ke arah kaca toko roti. Sontak Esme terhentak kaget, karena wajah wanita itu menempel sangat jelas di samping wajahnya.
Wanita bertato itu terlihat merintih kesakitan.
Ternyata, diluar sana banyak sekali yang melihat kejadian itu. Esme menatap aneh dan kesal pada orang-orang yang hanya melihat tanpa menolong.
Ada apa dengan mereka? Bukannya, membantu atau segera menelepon polisi, tapi mereka malah mengangkat ponsel mereka masing-masing dan merekam kejadian ini? (Batin Esme sangat geram)
Ia menatap tak tega ke arah wanita itu yang wajahnya masih di tekan kasar oleh lelaki berkulit hitam.
Karena makin lama semakin tak beradab, Esme mengambil langkah dan tindakan, ia berjalan keluar dari toko roti itu. Mengambil begitu saja topi seseorang yang sedang santainya memakan bakso dipinggir jalan.
Kemudian, ia memakai topi itu, sambil berjalan tanpa menghiraukan lagi cedera di kakinya.
Esme masuk kedalam kerumunan orang-orang yang sedang menonton, kemudian ia berjalan mundur dan segera berlari cepat mendorong tubuh besar lelaki berkulit hitam itu hingga ia terjungkal ke aspal.
Dengan cepat Esme menarik tangan si wanita bertato, dan membawanya lari dari suasana yang sudah sangat kacau balau itu.
Wanita itupun mengikuti pelarian Esme.
Ia menggiringnya masuk kedalam mobil, melepas topinya dan membawanya pergi dengan kecepatan tinggi.
Dengan nafas yang terengah-engah, Esme mengambil botol minuman dan memberikannya ke wanita bertato itu.
"Ambilah !" ucapnya sambil menyodorkan botol minuman.
Tak ada pilihan lain, karena wanita bertato itu sangat kelelahan dan begitu haus. Ia mengambil botol minuman dengan sedikit keraguan, lalu membukanya dan segera meneguk minuman itu sampai habis tak tersisa.
"Tidak usah berterimakasih padaku. Aku tidak berniat untuk membantu, hanya tidak suka saja melihat lelaki bertindak kasar pada wanita !" seru Esme sambil terfokuskan pandangannya ke arah jalan.
Wanita bertato itu menunggingkan senyumnya karena sifat angkuh Emse yang terlihat sangat jelas.
"Namaku, Hanabi. Senang bertemu dengan wanita yang memiliki keberanian tinggi juga sifat dan karakter unik sepertimu." Ia memperkenalkan dirinya sendiri tanpa menjulurkan tangannya.
Esme tersenyum karena pujiannya.
Saat matanya tak sengaja melirik pipi Hanabi yang memar, ia menjadi tidak fokus melihat ke arah jalan.
"BERHENTI ! Ada kucing menyeberang jalan !" teriakan Hanabi itu membuyarkan lamunannya.
Esme langsung menekan pedal rem dengan sangat kuat.
"Ah, m-maaf. Aku terganggu dengan pipi memarmu itu," jelas Esme sambil memalingkan wajahnya dan membuka sedikit kaca mobilnya.
Hanabi meraba pipinya, sambil berkaca pada kaca mobil. "Oh, ini ...."
"Apa dia sering melakukan itu?" tanya Esme penasaran.
Hanabi melirik ke sembarang arah sambil menghentak-hentakkan kakinya. "Ya !" jawabnya singkat.
"Apa dia kekasihmu?" tanyanya lagi.
Hanabi langsung membalasnya dengan menggelengkan kepalanya.
"Dia mantan suamiku !" sahutnya dengan wajah termenung.
"Apa? Mantan suami? Kenapa kau membiarkannya melakukan kekerasan padamu? Dan lagi, dia melakukannya di tempat umum yang dilihat banyak orang," geram Esme terbawa suasana.
Hanabi tertunduk. "Apa kau tidak pernah merasakan cinta? Jika sudah mencintai dengan rasa yang begitu mendalam, sangatlah susah untuk melepaskannya. Bagaimana pun perlakuannya padaku, dan sebesar apapun rasa marahku padanya. Semua itu akan langsung musnah oleh rasa cintaku yang begitu besar padanya. Aku hanya menginginkan dia kembali padaku !" jawabnya.
Setelah mendengar perkataan yang menyentuh hati, Esme pun termenung. Begitu persis rasa cintanya dengan rasa cinta Esme pada Leo yang sudah mendarah daging.
"Jika kau begitu mencintainya, kenapa kalian berpisah?" tanya Esme semakin penasaran.
Hanabi membuka pintu mobil, ia mengeluarkan bungkus rokok dari saku celananya. Kemudian ia menjentikkan korek api dan membakar sebatang rokok yang berada di bibirnya.
Dengan santainya, Hanabi menghisap rokok itu.
"Awalnya, aku adalah seorang wanita penghibur di salah satu dikotek. Kemudian, aku bertemu dengannya. Lambat laun dia membuatku berubah menjadi pribadi yang sangat baik. Dari situlah rasa cintaku yang begitu besar padanya mulai mengembara, karena sikap lembutnya belum pernah aku dapatkan dari lelaki manapun. Hingga akhirnya aku berhenti kerja di diskotek itu, karena dia tidak menyukainya. Satu tahun berpacaran, akhirnya dia menikahi aku. Saat menjalankan rumah tangga, aku baru tahu sifat aslinya. Ternyata dia suka main tangan ketika emosinya sudah tak terkontrol. Tapi, mau bagaimana lagi? Aku sudah sangat mencintainya, aku melakukan hal baru disetiap hariku bersamanya. Memang benar, cinta membutakan semuanya. Rasa sakit yang aku dapat dari tiap pukulannya pun selalu aku maafkan tanpa terkecuali," jelasnya dengan air mata yang membendung.
"Hingga pada suatu hari dia diberhentikan dari pekerjaannya. Akulah yang menjadi pelampiasan emosinya. Saat sedang memukuli aku habis-habisan, tiba-tiba orang tuaku bertamu kerumah. Mereka tak sengaja menyaksikan aku sedang dicekik olehnya. Orang tuaku langsung menarik tanganku, dan ayahku memukul pipinya. Mereka berbicara kasar pada suamiku, disitulah orang tua ku langsung menyuruhku untuk bercerai dengannya. Dengan keadaan yang sangat emosi, dia malah menyetujuinya. Aku sangat kecewa padanya saat itu. Bukannya meminta maaf atau berjanji akan memperbaiki hubungan, dia malah lempar tangan begitu saja." Hanabi tak bisa lagi membendung air matanya, perlahan air matanya menetes sambil menutup-nutupinya dari Esme.
Esme menatap iba padanya, tanpa sadar ia mengelus-elus punggung Hanabi.
"Aku tahu, orang tuaku sangat mencemaskan keadaanku karena perlakuan kasar dari suamiku, makanya mereka menyuruhku untuk berpisah dengan dia. Tapi, aku masih mencintainya. Mereka tidak memikirkan perasaan ku saat itu, mereka tidak tahu sebesar apa aku mencintainya, mereka malah semakin memperunyam masalah rumah tanggaku. Aku sangat kesal, akhirnya aku kabur dari rumah orang tuaku, dan menemuinya kembali. Tapi, saat masuk kerumah lamaku yang sudah lama kita tinggali. Ternyata dia sedang berpesta ria dengan sahabat-sahabatnya, aku kesal karena diwajahnya tidak terlihat penyesalan sama sekali. Akhirnya aku mengobrak-ngabrik rumah itu. Mungkin dia sangat malu pada teman pestanya, atas sikap gilaku itu. Hingga aku diseretnya keluar ke tengah jalan, dan kau sudah lihat kan tadi, bagaimana perlakuan kasarnya terhadapku?" ucapnya, sambil menghapus air matanya dan terus menghisap rokok tersebut sampai habis.
Esme yang mendengar cerita pilu itupun terbendung air matanya.
"Permasalahan cinta memang selalu berbeda-beda. Tapi rasa sakitnya tetap saja sama," gumam Esme.
Hanabi membuang puntung rokok. Ia menoleh ke arah Esme.
"Lalu, kau? Permasalahan apa yang saat ini sedang menerpa di dalam hubunganmu?" tanyanya, sambil mengernyitkan dahi.
Esme tertunduk sambil tersenyum.
"Aku ... aku hanya sedang meragukan hubunganku saja. Tidak terlalu serius, kok!" jawab Esme.
"Permasalahan pada awalnya memang tidak seserius yang kita kira, namun jika kau mengabaikan sesuatu yang membuat hatimu gundah, sama saja dengan menabung permasalahan itu sampai masalah kalian melonjak besar. Kamu akan menyadarinya ketika masalah itu sudah menggunung. Sebaiknya keraguanmu segera dituntaskan. Jangan sampai ada penyakit hati, dan dendam yang semakin meraja lela," jelas Hanabi.
Esme terjeda sesaat dengan tatapan kosong melompong. Menurutnya, memang benar apa yang Hanabi ucapkan, Esme tak bisa menyepelekan begitu saja keraguan yang terus membalut di benaknya.
"Beberapa minggu lagi, aku akan menikah. Malam rabu kemarin, kakakku melihat calon suamiku masuk kedalam restoran dengan seorang wanita. Padahal malam itu, aku berkencan dengannya di sebuah club, memang sih di tengah-tengah kita berkencan dia keluar untuk mengurus sesuatu. Apa mungkin, disaat calon suamiku keluar, dia malah bertemu wanita lain? Tapi, aku tidak tahu apakah ucapan kakakku benar atau tidak, karena saat aku bertanya untuk mengecek cctv di restoran itu. Ternyata cctv pada malam itu sedang rusak. Aku tidak tahu lagi harus berbuat apa dan bagaimana? Dan, kegelisahan ini masih terus saja bersemayam," jelas Esme mengeluarkan kegundahan hatinya.
Hanabi menatap tajam ke arah Esme.
"Siapa namamu?" tanyanya, tiba-tiba.
Esme menatap heran. "Mm... namaku Esmeralda !" jawab Esme gugup.
"Aku tidak suka berhutang budi pada seseorang. Jadi, karena tadi kau sudah menolongku, maka akupun akan menolongmu balik. Bagaimana?" ucapnya dengan sebuah pengajuan.
Esme mengerutkan keningnya, ia tak tahu pertolongan apa yang harus Hanabi lalukan untuk menolongnya.
"Kau mau menolongku? Tapi, aku tidak tahu apa yang harus kau lakukan untuk menolongku,"
Hanabi menghela nafas sambil mendelekan matanya. "Melihat dari penampilan dan wajahmu, kau termasuk wanita cantik yang berkarir dengan otak cerdas. Aku tidak akan salah dalam menilai seseorang dari wajah dan penampilannya. Tapi, kenapa kau begitu bodoh saat membahas masalah mengenai percintaan? Kau bisa menyuruhku membuntuti calon suamimu itu, dengan memberiku fotonya dan alamat tepat tinggalnya," katanya.
Esme tersadar oleh perkataannya, kemudian ia menciutkan matanya.
"Apa kau bisa dipercaya? Bagaimana jika kau ketahuan?" tanya Esme.
"Kau ragu padaku? Boleh dicoba. Aku pernah memata-matai orang paling berbahaya di Negeri ini. Dikarenakan kinerjaku yang sangat lihai dan gesit, membuat pekerjaanku selalu berjalan mulus. Gerak gerikku tidak pernah disadari siapapun," jelasnya sambil berkaca pada kaca mobil.
Esme sedikit meragukannya, tapi apa boleh buat. Tidak ada orang lain lagi yang bisa membantu menuntaskan keraguannya terhadap Leo.
Esme menoleh ke arahnya.
"Baiklah. Kita coba !" ucapnya singkat.
Kemudian Esme merogoh tasnya, mengambil ponsel dan menunjukan foto Leo pada Hanabi.
"Ini calon suamiku. Kita harus selalu berkomunikasi. Mana nomor ponselmu? Aku akan mengirimkan foto dan alamatnya melalui pesan."
Hanabi mengambil ponsel Esme, dan menyimpan nomor miliknya di ponsel Esme.
Esme pun segera mengirimkan foto dan alamat Leo pada Hanabi.
Kling...
Pesan masuk di ponsel Hanabi. Ia memeriksanya, cepat.
"Yap. Baiklah, aku akan mulai memata-matainya, besok. Saat ini, aku harus pulang untuk mengobati lukaku." Hanabi beranjak keluar dari mobil Esme.
Esme pun ikut keluar dari mobilnya. "Masuklah, aku akan mengantarmu ke rumah sakit !" seru Esme.
Hanabi berjalan membelakangi Esme.
"Tak perlu repot-repot. Aku sudah terbiasa seperti ini !" teriaknya yang sedang berjalan di trotoar sambil membakar dan menghisap kembali rokok miliknya.
Esme menghela nafas panjang.
"Sangat disayangkan. Padahal dia masih muda, sangat cantik, juga bekulit putih hanya saja tertutup oleh tatonya. Dengan tubuh dan wajah yang seperti itu, pasti banyak lelaki diluar sana yang mengincarnya. Tapi, kenapa dia bersikekeh mempertahankan cintanya pada laki-laki yang suka main tangan? Mungkin benar, melupakan seseorang tak semudah memaafkan tindakannya?" gumam Esme sambil terus saja melihat Hanabi yang sudah berjalan jauh meninggalkannya.
Kemudian, ia masuk kedalam mobilnya untuk kembali kerumah.
...
BERSAMBUNG !!!
jangan lupa dong Like, Komen & Vote nya ❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
unique94
mirip world of the mariagge deh klo gc slah✌
2020-10-17
2
Asniladimu
lanjut...
2020-10-04
1
Ahmad fadli Pratama
ini mirip flim korea.
2020-07-25
1