.
Setelah beberapa minggu bersusah payah mencari keberada Leo, dengan tidak adanya titik temu. Akhirnya, Esme memutuskan untuk menyisihkan pikirannya, karena selama beberapa minggu itu pula kedua orang tuanya menyuruhnya untuk segera mencari pekerjaan.
Esme pun tidak tega melihat ijazah beserta gelar sarjana yang susah payah ia dapatkan, tergeletak begitu saja di dalam laci lemarinya.
Tapi tetap saja, masih ada yang terus mengganjal di dasar hatinya. Tak bisa dipungkiri, hati kecilnya terus mengkhawatirkan Leo.
Kemudian, Esme beranjak dari tidurnya, ia memutuskan lamunannya tentang Leo. Ia langsung beralih, duduk disofa dengan sebuah laptop di meja.
Esme mencari lowongan pekerjaan untuk direktur pemasaran, melalui internet.
Disitu tertera, beberapa nama perusahaan, list pekerjaan, beserta gaji perbulannya.
Esme mengulik satu persatu informasi perusahaan-perusahaan itu dengan teliti, perusahaan mana yang baik dan lebih menguntungkan untuk dirinya.
Lalu, Esme memilih lima perusahaan yang terbaik dari sembilan perusahaan di daftar itu.
Sekarang, aku harus memilih satu di antara lima perusahaan ini. (Batinnya, dengan rasa dilema)
"Jika dibandingkan dengan ini dan itu. Menurutku, Grup Mord adalah yang terbaik," gumamnya, dengan sorotan mata yang tajam.
Esme menyeruput susu hangat yang telah Bi Inah suguhkan untuknya.
"Baiklah. Kalau begitu, aku pilih perusahaan ini saja!" seru Esme.
Kemudian, ia mulai mengisi data dirinya dan mengirimkan lamaran pekerjaan itu melalui email.
Setelah beberapa hari menunggu, akhirnya Esme mendapat pesan panggilan untuk interview, besok.
Ia pun merasa sangat senang.
Tapi, Esme tidak memberitahu keluarganya, karena itu hanyalah panggilan interview saja.
.....
Pagi hari.
Nampak, Esme yang sedang memandang diri di hadapan cermin dengan memilih baju untuk interview hari ini. Tidak lupa juga, ia pun merias wajahnya. Setelah selesai, ia keluar dari kamarnya. Menuruni anak tangga, menuju ruang makan.
"Selamat pagi, putri tidur," sapa Balmond, dengan mulut penuh roti. Saat Balmond melirik wajah Esme, tiba-tiba pandangan matanya tersilaukan oleh kecantikan yang terpancar dari tubuh Esme, hampir saja roti di dalam mulutnya terjatuh karena ia menganga.
"Selamat pagi, tuan gendut," sapanya juga, dengan senyum yang merekah.
Ny.Hilda pun sedikit dibuat terkejut dengan penampilan Esme hari ini. Namun, ia hanya kagum tanpa suara.
Kemudian, Ny.Hilda mengambil roti dan mengoleskan selai di dalamnya, lalu ia taruh di atas piring Esme. "Sayang, apa kau sudah mencari pekerjaan?" tanyanya.
"Ya, aku sedang mencarinya," jawabnya singkat. "Apa ayah sudah pergi ke kantor, bu?" tanya Esme sambil mengunyah roti.
"Ayahmu sudah berangkat pagi sekali, katanya ada rapat penting!" ucap Ny.Hilda. "Em, Esme ! Bisakah kau panggilkan Loly? Sudah hampir jam delapan, kenapa dia masih belum keluar juga dari kamarnya?" Ny.Hilda sedikit mengomel.
Esme membelalakkan kedua bola matanya. "APA! Jam delapan?" Ia mengunyah panik dengan memasukkan semua roti yang tersisa di genggaman tangannya itu. Ia langsung beranjak, "Maaf, bu. Tapi, aku harus keluar sekarang juga." Esme mencium tangan dan kedua pipi Ny.Hilda, dengan perasaan panik. Lalu, ia menarik tasnya dan berjalan cepat keluar dari rumahnya.
Ny.Hilda dan Balmond membatu, dengan raut wajah yang terheran-heran melihat kepanikan Esme.
...
Esme terburu-buru, ia mengemudikan mobil dengan perasaan panik sambil terus saja melirik arloji di pergelangan tangannya. "Aduh !! Masih sempat tidak, ya?" gumamnya dengan tatapan cemas.
Setelah sampai di perusahaan, ia melihat kerumunan orang-orang yang sepertinya sedang mengantre untuk di interview. Kemudian, dengan cepat ia ikut bergabung dengan mereka. Esme mengatur nafasnya dan membusungkan sedikit dadanya, agar terlihat tenang dan anggun menurutnya.
Baru saja, ia akan duduk. Tiba-tiba,
Selanjutnya no.5! ... Nona Esmeralda no.5 apakah ada?
Esme terhentak kaget. "Saya ! Saya, Esmeralda," sahut Esme, cepat. Ia langsung berjalan masuk, dengan jantung yang masih berdebar.
Saat masuk kedalam ruangan interview, terlihat ada dua orang lelaki yang sedang duduk dengan tampang menunggu. Sepertinya, Esme akan di interview oleh mereka berdua.
"Nona Esmeralda, sepertinya kau terlambat! Apa aku benar?" ucap Roger, dengan nada sombongnya.
Roger adalah wakil direktur.
"Tidak. Aku sampai tepat waktu!" seru Esme, yang juga tidak ingin kalah sombong darinya.
"Nona Esmeralda ! Diperusahaan kita, kedisiplinan itu sangat penting. Jika jadwal menentukan pukul 8, bukankah lebih baik jika kita datang sebelum pukul 8 tepat?" tutur Garry, dengan tatapan meledek.
Garry adalah direktur personalia.
Esme mengernyitkan dahinya, ia merasa tidak senang saat mendengar perkataan itu, apa lagi dengan nada yang sombong dan raut wajah yang meledek.
"Maaf! Sepertinya aku tidak cocok dengan pekerjaan ini," celetuk Esme dengan raut wajah nampak kesal. Ia langsung beranjak dan akan meninggalkan ruangan itu.
"Seperti inikah sikap doktoral dari Amerika?" ucap seseorang dari arah pintu dengan tiba-tiba.
Esme langsung menoleh ke sumber suara.
Deg ....
Leo?
Sekujur tubuhnya langsung gemetar. Esme menjadi tak bisa berkutik setelah melihat lelaki yang ia rindukan, kini berada di hadapannya dengan jas hitam berdasi. Beberapa tahun tak bertemu, Leo terlihat sudah menjadi lelaki dewasa dan semakin mempesona.
Air mata Esme pun mulai membendung.
"Perkenalkan, saya Presdir Mord Grup... Leomord!" ucapnya sambil tersenyum lebar. Lalu, Leo melentangkan kedua tangannya.
Esme hanya berdiri mematung, ia masih tak menyangka dengan kehadiran Leo dihadapannya itu.
Esme menatap tajam dari ujung kaki hingga ujung kepala lelakinya itu.
Benar ! Itu Leo.
Esme langsung berlari dan memeluknya begitu erat. Air matanya pecah, sudah tak bisa di bendung. Ia menangis terisak-isak. Rasa kekecewaan, rasa rindu, rasa cemas, rasa sesak dalam dada, terbayar lunas saat itu juga.
Roger dan Garry terhentak kaget. Karena dengan beraninya wanita itu memeluk atasannya. Mereka berniat ingin menarik tubuh Esme yang sedang menangis di pelukan Leo.
Tapi, Leo langsung menggerakkan tangannya, menyiratkan agar mereka tidak usah khawatir dan segera pergilah.
Kemudian, kedua lelaki itu pergi karena ini perintah dari atasannya, tak bisa dibantah. Lalu, mereka mencari ruangan yang lainnya untuk melanjutkan interview.
...
...
Beberapa menit telah berlalu.
Leo membawa Esme ke ruang kerjanya, karena tidak enak dilihat oleh para pelamar kerja. Esme masih menangis sesegukan, ia benar-benar menjadi sangat kesal. Sesekali ia mencubit bagian tubuh Leo, meluapkan kekesalannya selama ini yang menahan rindu tanpa kabar darinya.
"Minum tehnya selagi hangat. Itu akan menenangkan pikiran dan perasaanmu!" seru Leo, sambil meletakkan secangkir teh di atas meja.
Esme hanya menyapu ingus dan air matanya dengan tisu. Entah berapa tisu yang telah ia habiskan. Matanya pun memerah dan menjadi bengkak.
"Sudah, jangan berlarut-larut. Sekarang, aku sudah bersamamu, dan menjadi seseorang yang sukses. Harusnya kau bahagia dan memberiku ucapan selamat," tutur Leo. Ia langsung menghentikan tangan Esme yang masih saja menyapu air matanya.
"Sesibuk itukah kau? Sampai dua tahun tidak memberiku kabar sama sekali. Sesibuk-sibuknya manusia pasti ada diamnya. Apa kau tidak tahu seberapa khawatirnya aku?" ucap Esme dengan sedikit emosi, sambil menahan air matanya.
"Kemana kau pindah? Lalu, bagaimana bisa kau menjadi direktur utama dan membangun perusahaan besar dengan cepat? Apa kau tidak ingat sama sekali padaku? Sepertinya kau sangat menikmati hidup tanpa aku! Harusnya kau memberi tahu aku mengenai kesuksesanmu ini," nada bicara Esme menjadi tinggi, emosi kekesalannya membeludak.
"Esme, pelankan suaramu! Perusahaan ini adalah perusahaan paman Claude, dia sakit parah. Banyak hal yang terjadi selama dua tahun belakangan ini, kemudian paman Claude menyerahkan perusahaan ini padaku," jelasnya. "Aku tidak mengabarimu, karena saat itu ponselku hilang, dan aku kehilangan kontakmu! Aku akan menyempatkan waktu, membawamu kerumahku," sambung Leo.
"Tidak bisakah kau meminta kontakku pada orang tuaku? Pada Balmond atau Loly?" tanyanya dengan sorotan mata yang tajam.
"Esmeralda, kendalikan emosimu!" Leo langsung memeluk tubuhnya. "Sepertinya, beribu maaf pun tak akan cukup. Tapi, aku berjanji. Mulai hari ini, aku akan selalu ada untukmu. Aku mohon, jangan bersedih lagi dan jangan bersikap seperti ini padaku!" Pelukan dan ucapan Leo, perlahan membuat emosi Esme meluluh.
Mau sebesar apapun kemarahan Esme pada Leo, ia tak bisa membencinya. Kemarahannya pun tidak akan berlangsung lama.
"Apakah kau sudah merasa baik?" Tanya Leo. Esme menghela nafas panjang, lalu ia menganggukan kepalanya. "Bagaimana, jika kita lanjutkan lagi interviewnya?" sambung Leo.
"Tidak. Sikap kedua lelaki tadi seperti tidak menghargaiku. Mord Grup membuatku sangat kecewa. Jika melakukan interview ulang, itu hanya akan membuang waktuku. Sebaiknya aku pulang saja." Bicara Esme sambil tertunduk dan akan beranjak.
"Ya, aku melihatnya tadi. Aku meminta maaf atas nama mereka berdua. Tapi, kau jangan menilai perusahaanku hanya dari satu perkataan itu saja," ucap Leo sambil menghentikan Esme. "Ayolah. Beri perusahaanku kesempatan satu kali lagi untuk meng-interview mu!" Leo menatap lembut ke arahnya, dengan senyuman yang membuat Esme lagi-lagi luluh.
"Mm... baiklah!" ucapnya singkat.
Kemudian, Leo membawa Esme ke ruang interview. Disitu ada Roger dan juga Garry, Leo langsung memelototi mereka dan menggerakan kepalanya, menyiratkan agar mereka meminta maaf pada Esme.
"Emm, Nona Esmeralda. Kami meminta maaf atas ucapan perkenalan yang sepertinya tidak membuatmu nyaman," ucap Roger dengan sopan.
"Sejujurnya, kita tidak berniat untuk mengecewakanmu. Mungkin, hanya terjadi kesalah pahaman saja di antara kita," sambung Garry dengan raut wajah yang gugup.
"Ya, tidak apa," jawabnya singkat.
...
Tidak lama kemudian, mereka mulai melakukan proses tanya jawab.
"Bagaimana pendapatmu tentang esensi pemasaran?" tanya Roger, serius.
"Menurutku, pemasaran itu sebagai proses dimana perusahaan menciptakan suatu nilai bagi pelanggannya, lalu membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan untuk menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalannya," jawab Esme, singkat padat dan jelas.
"Ada beberapa tantangan yang masih dihadapi Indonesia dalam era industri. Pertanyaanku adalah, permasalahan utama apa yang akan dihadapi industri di Indonesia beberapa tahun kedepan?" tanya Garry. Semua yang ada disitu semakin dibuat serius.
"Tantangan yang paling utama adalah industri hulu upstream, dan antara midstream yang kurang berkembang, di tandai oleh bahan baku dan komponen kunci yang sangat tergantung dari impor. Salah satu contohnya adalah semua bagian penting dibidang elektronik dan otomotif," jawab Esme tegas, dengan jantung yang mulai berpacu.
Leo tersenyum, ia merasa puas dan bangga mendengar jawaban dari wanitanya itu.
Kemudian, saatnya Leo untuk bertanya.
"Melihat pasar yang sedang turun saat ini, mana yang lebih baik, berinvestasi secara bertahap atau sekaligus dalam jumlah besar?" tanya Leo dengan tatapan penuh cinta.
Esme malah tersenyum tipis melihat ekpresi menggoda lelakinya itu.
"Kita tidak bisa memprediksi sejauh apa penurunan ini akan terjadi, dengan kata lain harga bisa turun lebih rendah. Jadi, lebih disarankan dengan berinvestasi secara bertahap, sehingga bila pasar masih terjadi penurunan, kita berkesempatan mendapatkan rata-rata harga yang lebih murah," Esme membalas tatapan menggoda dan senyum manis dari Leo.
Roger dan Garry mengangkat halis kirinya, mereka terheran-heran dengan tingkah Esme dan Leo yang membuat bola mata mereka menjadi geli saat melihatnya.
..
BERSAMBUNG !!!!
jangan lupa Like, Komen & Vote ❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Holifah Alif
bahagia bisa bertemu lgi. tp perasaan kurang plong
2020-09-19
3
Erliani Dewi
sampai part ini , ada beberapa scene yg mirip sama komik, mungkin author ngambil.inspirasi dri sna kali ya, okelah lanjut dulh
2020-07-18
0
Pim Pim
mulai seru nich..😍
2020-07-13
0