.
Setelah ke luar dari toilet.
Esme mengeringkan tangan dan mulutnya menggunakan tisu kering. Ia berjalan menuju meja kerjanya. Saat mendongakkan wajahnya, ia terhentak kaget, karena Kadita menatapnya dengan tatapan yang begitu tajam.
Kadita tak meloloskan gerak-gerik Esme dari pandangannya.
"Ada apa dengan tatapanmu itu? Membuatku merinding saja," Esme berdigik, karena tatapan Kadita penuh curiga. Kemudian, ia berjalan duduk di kursi kerjanya memeriksa kembali beberapa dokumen.
Tapi, tatapan mata Kadita terus saja memandanginya, hingga ia tak berkedip, malah menciutkan kedua matanya.
"Apa sih?" tanyanya lagi, semakin terheran. "Bukankah pekerjaanmu menumpuk? Apa kau mau aku beri tugas tambahan lagi?" celetuk Esme, berusaha menghentikan tatapan Kadita yang sangat mengganggunya.
Kadita langsung membenarkan posisi tubuhnya. "Tidak ! Jangan," sergahnya dengan cepat.
"Aku hanya penasaran dan sedikit mencemaskanmu. Kenapa kau mual-mual? Bukankah pertanda awal kehamilan seperti itu?"
Deg.....
Esme terjeda, ia membelalakan matanya. Perasaannya kembali tidak tenang.
"Ah ! Bagaimana mungkin aku hamil, aku hanya merasa masuk angin saja. Pernikahanku baru akan di adakan dua mingguan lagi," katanya tanpa sadar, sambil menutupi kecemasan di dalam dirinya.
Kadita terkejut dengan kata 'pernikahan' yang Esme lontarkan. "APA !" Tangannya memukul keras meja kerja Esme, hingga Esme terhentak kaget. "Kau akan menikah dua mingguan lagi, dan kau tidak memberitahuku tentang kabar sepenting ini?" geram Kadita.
Esme menutup matanya. "Hehe... mm, maafkan aku. Aku hanya belum sempat memberitahukannya padamu," katanya dengan sedikit ketakutan.
"Kau menikah dengan Leo 'kan?" tanya Kadita. Esme mengangguk cepat.
Kadita menghela nafas panjang. "Huff, kau benar-benar tega ! Awas saja kalau sampai kau tidak mengundangku di acara pernikahanmu itu !" ucapnya dengan sedikit ancaman agar Esme semakin merasa bersalah.
Esme membenarkan posisi duduknya. "Tenang saja, mana mungkin aku tidak mengundang temanku ini. Hehe..." ucap Esme sambil memaksakan tersenyum.
"Sudah, cepat selesaikan pekerjaanmu itu !"
Kadita menganggukkan kepalanya. "Baik, ibu direktur." Ia segera menuju keluar, meninggalkan Esme.
Bruk..
Pintupun tertutup.
Saat menutup pintu, langkah kaki Kadita terhenti.
Maaf, Esme. Akupun sudah menikah satu tahun yang lalu, dan belum berani memberitahukannya padamu. Aku takut kau mengasihaniku atau menertawakan aku, karena pernikahaanku bukan dilandasi rasa cinta seperti kau dan Leo, melainkan karena perjodohan. (Batin Kadita pun merasa bersalah)
*******
Siang hari.
Diruang rapat.
"Manager Miya. Pada hari senin aku ingin melihat proposal perencanaan akhir," kata Leo di tengah-tengah pembicaraan rapat.
"Wakil direktur, Roger. Ikuti seluruh perkembangan. Jika ada masalah, langsung beritahukan padaku. Sudah, rapat selesai !" Leo langsung bergegas keluar dari ruang rapat itu dengan suasana hati yang tidak baik.
Roger dan Garry yang masih terduduk di ruang rapat, menatap ke arah Leo, mereka dibuat terheran-heran dengan sikap anehnya itu. Kemudian, mereka menyusul langkah kaki Leo yang mengarah ke ruang kerjanya.
Setelah masuk ke ruang kerjanya, Leo melempar jas kerjanya kesembarang arah, dengan perasaan yang sangat resah. Kemudian, ia terduduk sambil menopang wajah di atas tangannya. Banyak sekali pikiran yang sangat membebaninya. Membuat Leo hampir frustasi.
Tidak lama kemudian, Roger dan Garry masuk begitu saja. Mereka menatapnya aneh, karena Leo hanya terdiam mengabaikan mereka.
"Hey, Bro. Ada apa dengan raut wajahmu itu? Sepertinya suasana hatimu tidak sebagus kemarin," kata Garry yang berusaha membuat Leo tersenyum.
Leo mengabaikannya, ia hanya terus menatap ke bawah dengan perasaan resah yang terus menyelimutinya. Roger dan Garry beradu tatap. "Leo, ada apa? Kau terlihat sangat gelisah," kata Garry sedikit mencemaskan keadannya.
Leo menghela nafas panjang, menggaruk keningnya, lalu beralih menggaruk kepalanya dan menyapu kasar wajahnya. Ia sangat ragu untuk membicarakan kegundahan yang terus menghantuinya pada Garry dan Roger.
Garry semakin tak habis pikir melihat tingkahnya yang sangat aneh itu.
Kemudian, Roger berjalan duduk di sofa. menyandarkan punggungnya.
"Sepertinya, masalah wanita. Apa itu tentang Esmeralda?" celetuk Roger dengan raut wajah yang santai. Tapi, Leo masih saja terus mengabaikan dua rekan kerjanya itu. "Atau ... wanita lain?"
Deg.....
Kedua mata Leo terbelalak, jantungnya berdetak hebat, perasaannya semakin tidak tenang.
"A-apa? Ma-mana mungkin aku memikirkan wanita lain, selain Esme. Aku hanya menyukainya seorang," kata Leo sambil menatap panik dengan mendetak-detakkan jari jemarinya di atas meja.
Roger menatap curiga ke arahnya, karena jika Leo berbohong, ia akan memainkan jari tangannya seperti itu.
Ia hanya mengamati tanpa mengulas lebih dalam kebohongan yang sudah terlihat jelas di wajah Leo.
"Apa benar kau menyukai Esmeralda?" Tanya Garry, sangat penasaran. Leo pun langsung menganggukan kepalanya.
"Apa dia juga menyukaimu?" tanyanya lagi.
Leo langsung menatap Garry, bukannya menenangkan perasaannya yang sedang gundah, Garry malah terus bertanya mengenai hubungannya dengan Esme. Pertanyaan itu malah semakin membuatnya emosi.
"Tentu saja Esme menyukaiku. Kita tumbuh bersama sedari kecil. Kenapa kau terus-terusan bertanya tentang hubunganku dengannya? Apa kau tertarik pada Esme, kekasih temanmu sendiri? Sana, urus saja masalah rumah tanggamu sendiri !" Leo tak bisa memendam amarahnya.
Garry mengerutkan keningnya, suasana hatinya sangat marah karena terasa dipojokkan oleh Leo apalagi saat mendengar kata 'rumah tangga' yang Leo lontarkan untuknya.
Karena Garry sangat benci membangun rumah tangga dengan Kadita, ia sudah tidak pernah membahas masalah rumah tangganya lagi dengan siapapun.
Roger segera mengambil tindakan, karena melihat raut wajah kedua manusia itu mulai tidak bersahabat. Suasana di dalam ruangan sudah mulai kacau.
Roger berjalan mendekati mereka, menengahi tatapan kebencian dari Garry dan Leo.
Tiba-tiba pintu terbuka, seseorang masuk dengan sendirinya tanpa mengetuk pintu dulu.
Tiga pria itu langsung menoleh, melihat siapa yang dengan lancangnya masuk begitu saja ke ruang kerja direktur utama tanpa mengetuk pintu.
Esmeralda?
Ternyata Esme yang berkunjung ke ruang kerja Leo. Ia terhentak kaget saat melihat di dalam ada Roger dan juga Garry.
"Uh, maaf. Aku tidak tahu ada wakil direktur dan juga direktur personalia disini. Aku izin pamit." Esme membalikkan badannya, lalu membuka pintu itu lagi.
Leo langsung beranjak. "Esmeralda !" panggilnya. Sontak saja, langkah kaki Esme langsung terhenti saat lelakinya memangil namanya dengan sangat lantang menggelegar.
Leo melirik Roger dan Garry yang masih berdiam diri disitu, sambil menatap Esme tanpa berkedip. "Ada apa dengan kalian? Cepat keluar !" Leo mendorong-dorong tubuh mereka.
Merekapun berjalan keluar.
Saat melewati Esme, tatapan mata Garry hanya terfokuskan pada wajahnya yang begitu manis memikat.
Dan Roger, saat ia melewati Esme tatapan matanya mendelek sambil menunggingkan senyumnya. Esme pun membalas tatapan tidak mengenakan itu dengan meledeknya balik sambil membuang muka ke arah yang berlawanan. "Cih !" desis Esme.
Bruk..
Pintu tertutup rapat.
Leo segera menghampiri Esme.
"Kenapa masih berdiri? Ayo, duduklah." Leo mempersilahkannya dengan sangat lembut.
Esme pun segeran duduk di sofa yang Leo tunjuk.
"Ada apa? Kenapa tiba-tiba menghampiriku kesini? Padahal, tunggu aku saja. Kau akan segera menghampirimu." Kata-katanya terdengar begitu hangat di telinga Esme.
Esme tersenyum, sambil menatap wajah Leo.
Kenapa aku ingin menangis menjerit saat menatap wajahnya? (Batin Esme, sambil tertahan agar tidak menangis dihadapannya)
"Ehem... tidak ada apa-apa. Aku hanya ingin berkunjung saja." Esme memaksakan senyuman itu.
Leo menatap wajahnya, ia melihat kedua mata Esme yang memerah. "Hey, hey. Kau tidak bisa berbohong padaku. Ayo katakan, ada apa?" Ia meraih wajah Esme perlahan.
Esme menghela nafas panjang. Ia memberikan senyuman pada lelakinya, agar Leo tak curiga, karena Esme sudah mulai meragukan dirinya.
"Mm, bukankah pernikahan kita akan di adakan dua minggu lagi? Kita belum memesan gedung, memilih baju pengantin, surat undangan dan yang lainnya," ucap Esme, tapi Leo langsung menutup mulut Esme dengan jari telunjuknya.
"Jangan memikirkan itu. Semuanya serahkan dan percayakan padaku saja. Kau hanya perlu diam dan melihat hasilnya nanti. Aku tidak ingin membuatmu kecapekan." Leo mengusap lembut kedua pipi Esme.
Esme menepis tangan Leo. "Hmm, baiklah. Aku akan mempercayakannya padamu. Jangan sampai kau membuatku kecewa, ya !" celetuk Esme.
Leo memberikannya senyuman kepercayaan yang membuat perasaan Esme lagi-lagi luluh.
"Apa kau ingin minum?" tanyanya.
Esme langsung menganggukkan kepalanya. "Aku ingin teh hangat, tapi kau yang membuatnya !" ucapnya sedikit manja.
Leo menaikkan kedua halisnya sambil menghela nafas. "Baiklah, Tuan Puteri. Tunggu disini, jangan kabur. Aku akan segera membuatkannya untukmu," katanya sambil tersenyum usil.
"Cih, dasar !" Esme tersenyum lebar melihat tingkahnya.
Leo pun bergegas keluar dan meninggalkannya sendirian.
...
BERSAMBUNG !!!
Jangan lupa, Like, komen & vote 💕
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Deby Angriani
leo gelisah krn alice hamil sdgkn dia akan menikahi wanita yg dicintainya yaitu esme...atw jgn2 alice nih yg ngejar2 dia wkt ketemu dirmhnya esme sampe2 rela mw tidur dgn leo yg bikin dia hamil..aduh thor jd penasaran cm maen tebak nih...😀😀😀🤔🤔
2021-01-14
0
Putra
katanya sebelum melakukan hubungan intim nikahnya 3 minggu lgi ,,,trs bru seminggu nglakuinnya udh ada tanda tanda hamil kok cepet bgt yak
2020-12-30
0
Yovi Zakaria
jadi deg deg kan bacanya. ada 2wanita hamil nih
2020-10-10
0