***Salah satu Bar di Clark County, Las Vegas***
Seorang gadis muda dengan penampilan baju kaos, jaket, celana panjang, gaya rambut ponytail diikat tinggi serta topi polo duduk dengan tenang sambil menikmati grup band yang sedang pertunjukan live music di dalam bar itu.
Sesekali jari tangan lentiknya meraih satu persatu kentang goreng dari mangkuk di hadapannya dan mengunyahnya perlahan. Satu gelas coca cola berada di samping mangkuk kentang goreng.
Walaupun tempat yang dikunjunginya saat ini adalah bar, tetapi Dian bisa menjaga diri sendiri dengan hanya memesan camilan kentang goreng dan minuman coca cola.
Dian hanya ingin menikmati live music sebentar, sebelum kembali ke kamar hotel untuk beristirahat karena besok hari dirinya akan meninggalkan Amerika, pulang ke kampung halamannya, Bali.
Suasana di dalam bar cukup ramai dan dipenuhi dengan pengunjung yang berasal dari negara yang berbeda-beda. Ada yang dari negara Asia dan juga negara Eropa.
Perbedaan yang terlihat jelas dari warna rambut, kulit, dan juga tinggi badan. Tentu saja tinggi badan orang Asia lebih pendek dibandingkan tinggi badan orang Eropa.
Walaupun begitu, ada juga pengecualiannya. Dian, gadis muda asal Indonesia memiliki tinggi badan 170 cm. Tubuh Dian tinggi semampai dan proporsional.
"Banyak juga orang Indonesia datang ke Las Vegas," batin Dian saat melihat meja di sampingnya terdapat dua pasangan sejoli yang saling mengobrol dengan bahasa Indonesia.
Kedua pasangan muda mudi itu juga menikmati live music dari grup band di atas panggung.
Beberapa saat kemudian pandangan mata Dian tertuju pada salah satu meja yang berada tidak jauh darinya, tepatnya mata tajam Dian menatap punggung seorang pria Asia yang duduk di sana.
Pria itu berpakaian jas rapi dan tertidur telungkup dengan kepala dan kedua tangan lurus di atas meja. Dian yakin pria itu pasti mabuk karena ada gelas dan botol minuman alkohol di meja yang sama.
"Pria aneh! Datang ke bar dengan pakaian formal dan mabuk. Apa tidak takut menjadi incaran pencopet?" kata hati Dian.
Dugaan Dian sangat tepat. Gadis muda itu tidak mengalihkan perhatiannya saat melihat dua pemuda mendekati meja pria mabuk dengan perlahan. Salah satu pemuda itu menepuk-nepuk tangan pria mabuk itu dengan perlahan.
"Sir! Sir! Wake up Sir!"
Beberapa saat kemudian senyum samar menghias di sudut bibir kedua pemuda. Mereka yakin pria mabuk itu sudah tertidur pulas karena mabuk berat sehingga mereka mengambil koper yang berada di samping kursi pria mabuk dan berjalan keluar dari bar dengan santainya.
"Sial! Kenapa aku harus menjadi superwoman yang membela pria mabuk?" gumam Dian sambil memasukkan potongan kentang goreng terakhir ke dalam mulutnya, lalu berdiri dari kursinya dan bergerak lincah meninggalkan bar.
***
Dian menyusul kedua pemuda tadi dengan cepat. Tanpa basa basi, gadis muda itu memberikan pukulan dan tendangan ke tubuh kedua pencuri koper itu.
Kedua pencuri mencoba membalas serangan Dian, tetapi terlihat jelas keahlian berkelahi mereka jauh di bawah Dian.
Dian sudah berada di tingkat Shodan karate, sedangkan kedua pemuda itu tidak menguasai ilmu bela diri dan hanya menyerang Dian berdasarkan insting mereka.
Sejak kecil Dian sudah berlatih ilmu bela diri bersama kedua kakak kembarnya dari bodyguard papanya.
*Shodan: tingkat paling pertama karateka sabuk warna hitam, yang menandakan sudah menguasai dengan baik berbagai teknik dasar karate*
Selama ini kedua pemuda itu mengincar para turis yang mabuk dan mengambil barang milik turis tersebut. Semula mereka berdua mengira bisa mendapatkan rezeki yang lumayan dari isi koper curian, tetapi berakhir dengan mendapat luka-luka di tubuh akibat kemunculan Dian, si superwoman.
"Crazy!" umpat kedua pemuda itu dan berlari meninggalkan Dian, setelah yakin mereka berdua tidak akan bisa menang melawan gadis muda yang tiba-tiba muncul di hadapan mereka saat ini.
"Belum tahu mereka siapa aku. Dian Wijaya," ucap gadis muda itu dengan bangga.
Dian menarik koper milik pria mabuk dan membawanya kembali ke dalam bar.
***
"Woi! Bangun Fan!" teriak Dian, tepat di depan telinga pria mabuk itu. Sesekali tangan lentiknya menepuk wajah pria itu tanpa sungkan.
Dian tahu pria mabuk itu berkebangsaan sama dengannya dari name tag plastik yang terpasang di koper ukuran kabin, yang hampir hilang dicuri tadi. Name tag itu bertuliskan nama Fan, alamat rumah di Bali serta sederet angka nomor handphone.
Saat ini Dian duduk tepat di samping pria itu, dengan niat membangunkannya. Dian ingin pulang beristirahat di hotel, tetapi dirinya masih khawatir pria mabuk itu akan menjadi incaran pencuri ataupun pencopet lainnya sehingga mencoba membangunkannya.
Pria mabuk itu hanya melambaikan tangannya dengan lemah agar Dian tidak mengusiknya, sedangkan kepalanya masih setia menempel di atas meja.
Tidak ada tanda-tanda pria mabuk itu ingin bangun sehingga Dian memesan sebotol air mineral dari bar waiter.
"Berapa banyak sih alkohol yang dia minum hingga mabuk berat?" ucap Dian.
Dian memeriksa botol minuman alkohol di atas meja untuk mencari tahu, sambil menunggu air mineral pesanannya datang.
"Johnnie Walker Blue Label. Pantas saja kamu menjadi incaran dua pencuri itu. Minuman berkelas dan mahal ini membuktikan kamu mempunyai banyak uang," kata Dian ke pria mabuk yang masih tertidur pulas.
"Hanya setengah botol saja sudah mabuk berat. Payah! Kalah jauh sama kak Kelvin," lanjut Dian.
"Help me!" ucap Dian sambil menunjuk pria mabuk saat waiter mengantarkan satu botol air mineral di atas meja.
Waiter itu mengerti permintaan Dian sehingga bersama-sama gadis muda itu mengangkat tubuh pria mabuk agar duduk bersandar di kursi.
"Thank you," kata Dian ke waiter, setelah pria mabuk terduduk tegak di kursi dengan kepala menunduk.
Dian membuka tutup botol air mineral dan menggunakan tangannya untuk menekan wajah pria mabuk agar mulutnya terbuka.
"Ayo diminum airnya supaya sadar," kata Dian sambil menuangkan sedikit demi sedikit air mineral ke dalam mulut pria itu.
"Uhuk…uhuk…."
Pria mabuk itu terbatuk-batuk saat aliran air di dalam mulutnya semakin banyak dan kencang. Dian memang sengaja melakukannya.
"Sudah sadar? Bawa kopermu dan pergi dari sini. Aku mau pulang ke hotel sekarang," kata Dian dan berdiri dari kursinya.
"Sel! Gisel! Jangan pergi!" Pria mabuk itu meracau sambil menggenggam erat tangan kiri Dian sehingga gadis muda itu terpaksa duduk kembali ke kursinya.
"Gisel? Aku Dian bukan Gisel," ujar Dian.
Pria mabuk itu mengangkat kepala dan memicingkan matanya berusaha melihat jelas wajah Dian, tetapi efek mabuknya sangat berat sehingga pria itu tidak bisa melihat jelas wajah Dian.
"Pria mabuk ini tampan juga. Pasti mabuk karena patah hati ditinggal Gisel," tebak Dian di dalam hatinya.
Dian menduga pria mabuk di sampingnya ini seumuran dengan kedua kakak laki-laki kembarnya, Chandra dan Kelvin.
Dian melepaskan tangannya dari cengkeraman pria mabuk itu. Kemudian gadis muda itu tertegun sebentar saat melihat pergelangan tangan kanan pria itu yang tersibak secara tidak sengaja.
"Apa ini?"
Dian bertanya sambil menunjuk bekas kecil di pergelangan tangan pria mabuk itu.
"Tanda lahir," jawab pria mabuk itu.
Mungkin seumur hidupnya banyak orang yang menanyakan tentang tanda lahirnya sehingga walaupun dalam keadaan mabuk, pria itu bisa menjawab dengan lancar.
"Tanda lahir berbentuk hati? Di pergelangan tangan kanan? Jangan-jangan kamu…" gumam Dian sambil berpikir keras.
"Fan, Fan, Fan….. Kamu Stefan?" tanya Dian dengan ragu-ragu.
"Aku Stefan Bramasta! Ha ha ha!" jawab pria itu sambil tertawa kecil.
Dian tahu efek mabuk Stefan muncul lagi sehingga pria muda itu bersikap aneh dan pastinya tidak akan mengingat jelas apa yang sudah terjadi malam ini ketika siuman dan sadar di hari esok.
"Bagaimana mungkin dia adalah Stefan, cinta pertamaku?" batin Dian.
Stefan. Dian hanya mengingat nama Stefan dan juga tanda lahir bentuk hati di pergelangan tangan kanan pria itu, sedangkan wajah Stefan saat ini berbeda jauh dengan wajah yang selama ini terpatri di dalam pikiran Dian.
Dian dan Stefan bertemu pertama kali pada saat Dian berusia tujuh tahun dan merayakan ulang tahunnya di Restoran Hartono, restoran milik kakeknya bersama keluarga besar dan teman terdekat orang tuanya.
Pada saat itu Chandra dan Kelvin, kedua kakak kembar Dian tertawa mendengar ucapan Dian kecil bahwa Stefan adalah cinta pertamanya dan Dian akan menikah dengan Stefan setelah dewasa nanti.
Dian tidak menyangka setelah lima belas tahun berlalu, dirinya akan bertemu dengan Stefan di Las Vegas. Apakah ini adalah pertanda Stefan memang jodohnya?
Pertunjukan live music yang keras membuat Dian mendekatkan tubuhnya ke Stefan agar bisa berbicara jelas dengan pria itu.
Dian tidak mungkin meninggalkan Stefan di bar dalam keadaan mabuk setelah mengetahui pria itu adalah cinta pertamanya sewaktu kecil.
"Stefan. Kamu sendirian di Las Vegas?" tanya Dian.
Suara lembut Dian dan aroma harum tubuh gadis muda itu membuat Stefan merasa nyaman dan menyandarkan kepalanya yang terasa pusing di atas pundak Dian secara spontan.
Dian tidak melarangnya karena tahu kondisi Stefan yang sedang hangover saat ini akibat minuman alkohol.
"Stefan. Kamu sendirian di Las Vegas?" Dian mengulang pertanyaannya sekali lagi sambil menepuk lembut wajah Stefan.
"Tidak," jawab Stefan singkat.
"Temanmu menginap di hotel apa? Aku antar kamu ke sana," ucap Dian.
"Gisel! Gisel! Kenapa kamu menolakku?" Stefan meracau lagi sambil memeluk pinggang Dian dengan erat.
"Siapa sih Gisel? Dia menolak menjadi pacarmu?" tanya Dian penasaran.
Stefan tidak menjawab pertanyaan Dian melainkan merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah kotak kecil.
"Ini," ucap Stefan sambil meletakkan kotak kecil itu di tangan Dian. Rasa mual dan pusing membuat Stefan tidak bisa berbicara banyak.
Kedua tangan Stefan melingkar lagi di pinggang Dian dengan erat dan juga kepalanya bersandar di pundak Dian. Bahkan kedua matanya terpejam rapat.
"Apa ini?" gumam Dian.
Dian membuka kotak kecil itu dan terlihat sebuah cincin berlian berbentuk hati di sana. Cincin yang sangat cantik dan pastinya harga mahal.
"Ini pasti cincin lamaran. Cantik juga," ucap Dian.
Dia mengeluarkan cincin berlian berbentuk hati dari kotak dan memakainya di jari manis.
"Lumayan berkilau, tetapi masih kalah sama cincin kawin mommy," ujar Dian sambil melihat intens cincin berlian di jari tangannya.
Ketika Dian mencoba melepaskan cincin itu dari jari tangannya, ternyata cincin itu tersangkut.
"Aduh! Aku akan melepasnya dengan sabun mandi," batin Dian setelah mencoba berkali-kali, cincin itu masih belum bisa terlepas dari jari tangannya.
"Stefan. Tatap wajahku dengan saksama, Aku Dian bukan Gisel," kata Dian.
Stefan menuruti permintaan Dian dan menatap lekat wajah gadis muda itu dari jarak dekat.
"Dian," gumam Stefan.
"Stefan. Aku akan mengantarmu check in hotel. Kamu menginap di hotel apa?" tanya Dian.
Dian yakin Stefan belum check in di hotel karena koper ukuran kabin pesawat masih bersama pria itu sehingga berniat mengantar Stefan untuk beristirahat dan juga melepaskan cincin berlian itu dari jari tangannya di kamar mandi dengan menggunakan sabun cair hotel.
Dian menduga Gisel menolak lamaran Stefan sehingga pria itu langsung menuju ke bar ini untuk mabuk-mabukan.
"Bellagio," jawab Stefan dengan suara kecil.
"Aku juga menginap di sana. Ayo bangun," ucap Dian sambil melepaskan tangan Stefan dari pinggangnya dan menarik pria itu dengan kuat agar berdiri.
"Dian! Peluk," rengek Stefan seperti anak kecil dan ingin memeluk pinggang Dian lagi dalam keadaan berdiri.
"Wait! Wait!" ujar Dian sambil menahan tangan Stefan, lalu menatap intens wajah pria itu.
Walaupun Stefan masih mabuk, tetapi pria itu terlihat patuh dan mengerti dengan perintah Dian sehingga gadis muda itu mencoba membuat kesepakatan dengan Stefan.
"Kamu rangkul pundakku saja. Tanganku masih harus menarik kopermu. Jika sudah check in di Bellagio, aku akan membiarkanmu memelukku," bujuk Dian.
Dian berani memberikan janji palsu karena yakin Stefan yang dalam keadaan mabuk, tidak akan mengingat janjinya.
"Oke," jawab Stefan.
Stefan merangkul pundak Dian dengan erat, sedangkan Dian menarik pegangan koper Stefan dengan tangan kanan. Mereka berdua berjalan meninggalkan bar.
***
Halo readers. Welcome di novel kelima karya Author LYTIE 🤗🤗🤗.
Semoga readers setia menyukainya ya🙏. Cerita orang tua Dian bisa dibaca di novel Anak Genius : CEO & His Private Chef ( Tamat).
Jangan lupa mampir ke 3 novel fantasi karya author LYTIE yang sudah tamat juga ya.
*REINKARNASI : TERPERANGKAP DI TUBUH YANG SALAH*
*PUTRA MAHKOTA DAN CHEN XIAO RAN*
*GADIS BERACUN*
Dukung novel HASRAT CINTA PERTAMA dengan menekan tombol favorit, like, hadiah, tips iklan, Vote, dan komentar positif.
TERIMA KASIH
SALAM SAYANG
AUTHOR : LYTIE
Dua pasangan muda mudi asal Indonesia yang dilihat Dian di dalam bar, juga ikut keluar dan menghampiri Dian serta Stefan.
"Halo. Kamu dari Indonesia?" tanya salah satu wanita ke Dian.
"Iya," jawab Dian dengan singkat.
"Aku Ersa. Ini pacarku Johan, dan mereka berdua teman baikku Sheila dan Hiro," ucap Ersa memperkenalkan diri dan teman-temannya.
"Salam kenal juga. Aku Dian dan dia Stefan."
"Kalian sangat mesra dan serasi," puji Ersa.
"Terima kasih," jawab Dian.
Dian tidak berusaha menjelaskan kesalahpahaman Ersa dan rombongannya terhadap hubungannya dengan Stefan karena fokus utama Dian saat ini adalah membawa Stefan ke hotel untuk beristirahat.
Dian tidak akan menyangka jawabannya membuat Ersa, Sheila, dan pacar mereka semakin tersenyum lebar ke arahnya dan Stefan.
"Dian. Aku melihat pacarmu melamarmu dengan cincin berlian di dalam bar," ujar Sheila.
Dian terkejut mendengar perkataan Shella. Gadis muda itu berusaha melepaskan cincin milik Stefan dari tangannya dan masih tidak berhasil.
"Gara-gara cincin ini, kesalahpahaman mereka semakin dalam," batin Dian.
"Hiro, Johan. Cepat bantu papah Stefan. Kita bisa berangkat bersama mereka ke sana," ucap Ersa.
Hiro dan Johan membantu memapah Stefan dalam waktu singkat, sedangkan Ersa dan Sheila mengapit Dian di sisi kiri dan kanan sambil berjalan cepat.
"Stefan pasti sangat gembira sehingga mabuk," ucap Ersa.
"Aku yakin perasaan hatimu berbunga-bunga tadi," lanjut Sheila.
"Ersa, Sheila. Kalian mau membawaku ke mana? Aku mau check in di Hotel Bellagio," ucap Dian saat menyadari arah yang dituju saat ini berlawanan arah dengan Hotel Bellagio.
"Tenang saja Dian. Nanti kita antar kamu ke Hotel Bellagio. Wah kita telat nih. Sudah banyak yang mengantri," kata Ersa sambil menunjuk antrian pasangan sejoli dari berbagai negara di hadapan mereka.
Beberapa saat kemudian mereka ikut mengantri dan kejadian selanjutnya terjadi dengan cepat hingga Dian tidak bisa mencegahnya.
***Kamar Hotel Bellagio***
Stefan tertidur pulas di atas tempat tidur hotel, sedangkan Dian duduk di sofa sambil menatap selembar kertas dengan wajah tegang.
"Apa-apan nih? Kenapa surat nikah ini bisa didapatkan dengan mudah di Las Vegas? Daddy bisa membunuhku," batin Dian.
Dian tidak pernah menyangka Ersa dan Sheila bersama pasangan mereka memang berencana mendapatkan surat nikah di Las Vegas, tepatnya di Marriage License Bureau yang terletak di Clark County.
"Semua gara-gara cincin berlian ini nyangkut di jari tanganku," keluh Dian.
Dian berjalan menghampiri tempat tidur dan meletakkan surat nikah di atas meja nakas, lalu menatap intens wajah Stefan yang tertidur pulas.
Dian masih mengingat perkataan Ersa di Marriage License Bureau tadi. Syarat yang harus dipenuhi olehnya dan Stefan setelah memperoleh surat nikah adalah dalam satu tahun, sebuah upacara pernikahan harus dilakukan untuk memperoleh persatuan secara hukum.
"Satu tahun!" ucap Dian sambil tersenyum samar ke arah Stefan yang masih tertidur pulas di atas tempat tidur hotel. Satu rencana cemerlang muncul di pikiran Dian saat ini.
Rencana itu bisa membuat Dian menguji apakah Stefan sebagai cinta pertamanya sewaktu kecil bisa kekal menjadi pasangannya hingga tua nanti.
Rencana Dian memang terkesan gila karena gadis muda itu bersedia menjalani pernikahan satu tahun dengan Stefan.
Keputusan yang diambil Dian saat ini terpengaruh oleh kisah percintaan Jackson dan Rossy, mommy dan daddynya.
Dian mengetahui kisah percintaan kedua orang tuanya dari Kelvin dan Chandra, kakak kembar Dian. Rossy dengan penampilan jelek menjadi koki pribadi Jackson dan berhasil membuat Jackson jatuh cinta pada pandangan pertama serta menyembuhkan trauma masa lalu Jackson.
Dian ingin mencobanya dengan Stefan. Pertemuan di Las Vegas setelah lima belas tahun membuat hasrat Dian terhadap Stefan sebagai cinta pertamanya muncul lagi.
"Kamu memang jodohku yang dikirim Tuhan ke Las Vegas untuk menemuiku," ucap Dian.
Sejak usia 18 tahun, Dian tinggal di New York selama empat tahun, tepatnya di rumah Michael, pamannya. Selama dua tahun pertama di New York, Dian mengambil kuliah jurusan bisnis dan berhasil lulus dengan nilai memuaskan.
Dian melanjutkan kuliah di CIA (Culinary Institute of America), yang merupakan keinginannya sejak kecil untuk menjadi koki handal seperti ibunya, Rossy.
Seharusnya hari ini Dian berada di dalam pesawat untuk perjalanan pulang ke Bali dan berkumpul bersama keluarga besar Wijaya. Akan tetapi, gadis muda itu ingin mengunjungi Las Vegas terlebih dahulu.
Dian menaiki pesawat dari New York ke Las Vegas. Gadis muda itu berangkat di pagi hari dan menempuh perjalanan pesawat sekitar lima jam lebih untuk tiba di Las Vegas. Waktu di Kota New York lebih cepat tiga jam dari Las Vegas sehingga Dian memiliki waktu yang cukup banyak untuk mengunjungi tempat terkenal di sana.
Tempat tujuan terakhir Dian adalah bar yang terletak di Clark County, dekat Hotel Bellagio, tempatnya menginap dan tidak disangka Dian bertemu Stefan di sana.
"Aku harus check out kamarku sekarang juga," kata hati Dian.
Dian meninggalkan kamar hotel Stefan menuju kamarnya dan mengambil ransel besar miliknya terlebih dahulu sebelum menuju lobi hotel.
***Kamar hotel Stefan***
Sewaktu Dian kembali ke kamar hotel Stefan, gadis muda itu terkejut karena tidak melihat sosok Stefan di atas tempat tidur.
"Apakah Stefan sudah bangun dan pergi?" kata hati Dian.
Beberapa saat kemudian Dian mendengar suara dari dalam kamar mandi hotel sehingga gadis muda itu membuka pegangan pintu kamar mandi dengan perlahan.
Stefan terduduk di bawah pancuran shower. Dian segera mematikan keran air dan memapah Stefan keluar dari kamar mandi. Mata tajam Dian melirik sekilas toilet bowl dan melihat ada muntahan Stefan di sana.
Dian menduga Stefan terbangun karena merasa mual sehingga berakhir di dalam kamar mandi hotel. Dian memapah Stefan untuk duduk di kursi sofa hotel. Gadis muda itu menatap Stefan dari atas kepala hingga ujung kaki. Penampilan Stefan bagaikan anak ayam jatuh ke dalam selokan.
"Stefan. Bajumu basah semua," ucap Dian.
"Buka saja semua," jawab Stefan.
Stefan membuka dasi, jas, kemeja, dan celana panjangnya dengan cepat serta melemparkannya ke lantai kamar hotel.
"Stop! Stop! Jangan buka di sini!" teriak Dian sambil berdiri dari kursi sofa ketika melihat Stefan akan membuka celana yang melindungi tubuh polos bagian bawah.
Wajah Dian merona merah melihat tubuh atletis dan perut sixpack Stefan, sedangkan pria muda itu memicingkan matanya menatap Dian.
"Kenapa?" tanya Stefan.
"Kamu….kamu tidak ada pakaian lagi. Nanti kedinginan," jawab Dian terbata-bata.
Stefan menganggukkan kepalanya, lalu meringkukkan badannya untuk melanjutkan tidurnya di sofa hotel.
"Stefan. Jangan tidur di sofa," kata Dian sambil menarik tangan Stefan.
Stefan merangkul pundak Dian dan menatap intens wajah cantik Dian. Stefan merasa familiar dengan wajah gadis muda itu, tetapi kesadarannya yang masih dibawah pengaruh alkohol membuatnya tidak bisa mengingat jelas.
"Dian," gumam Stefan.
"Iya benar. Aku Dian," jawab Dian sambil memapah Stefan menuju tempat tidur.
Stefan naik ke atas tempat tidur dan menarik tangan Dian dengan keras sehingga gadis muda itu terjerembab dan jatuh dalam pelukan Stefan, dengan posisi berbaring. Stefan memeluk erat pinggang Dian dan membuat gadis muda itu merasa risih karena bersentuhan langsung dengan kulit tubuh Stefan.
"Stefan! Lepaskan pelukannya," ujar Dian sambil berusaha melepaskan diri dari pelukan Stefan.
"Kamu sudah janji untuk memelukku," jawab Stefan dan mempererat pelukannya.
"Celaka! Kenapa dia bisa ingat perkataanku. Padahal mabuk berat," gerutu hati Dian.
Dian membiarkan Stefan memeluknya. Lima menit kemudian Dian mendengar suara napas Stefan yang teratur menandakan pria itu sudah tertidur pulas.
Dian mengangkat tangan Stefan yang melingkar di pinggangnya dengan perlahan. Tepat ketika Dian berhasil melepaskan diri, handphone yang berada di dalam tas pinggang Dian berbunyi sehingga gadis muda itu segera mengambilnya.
Dian terkejut ketika Stefan menggerakkan tubuh karena terganggu oleh bunyi handphone. Dian segera menarik tangan Stefan dan meletakkannya kembali di pinggang rampingnya.
Dian menarik napas lega ketika Stefan melanjutkan tidur pulasnya. Gadis muda itu menekan tombol di handphonenya untuk menerima panggilan.
"Halo Om Michael," ucap Dian.
"Dian, kamu sudah tiba di hotel?" tanya Michael.
"Sudah Om," jawab Dian.
"Jangan lupa besok pulang ke Bali. Daddymu mengomel selama satu jam di telepon karena aku mengizinkanmu ke Las Vegas," ujar Michael.
"Iya Om," jawab Dian patuh.
"Cepatlah beristirahat. Ingat telepon Om setelah tiba di Bali. Tante Chika mengkhawatirkanmu," kata Michael.
"Oke Om. Good night," ucap Dian dan segera mematikan sambungan telepon.
***
Apa yang akan dilakukan Stefan setelah sadar keesokan harinya? Jawabannya ada di bab besok ya.
TERIMA KASIH
SALAM SAYANG
AUTHOR : LYTIE
***Kamar Hotel Bellagio***
Dian mengeluarkan paspor Stefan dari dalam tas pinggangnya. Sewaktu check in hotel tadi, Hiro dan Johan memberikan paspor Stefan ke Dian, yang diambil dari saku jas Stefan. Paspor itu jugalah yang digunakan sebagai pedoman untuk mengisi data Stefan ketika mengurus surat nikah di Marriage License Bureau, Clark County.
Dian menggunakan kemampuan hacker untuk melacak segala hal mengenai Stefan. Keahlian hacker Dian dipelajari dari kakak pertamanya, Chandra. Senyum tipis mengembang di sudut bibir Dian ketika mengetahui alamat tempat tinggal Stefan sekarang adalah di Bali.
"Stefan. Aku akan ikut kamu pulang ke Bali," batin Dian.
***
Stefan bangun dan merasakan kepalanya sakit akibat minuman alkohol semalam. Mata Stefan membulat besar ketika menyadari tangannya melingkar di pinggang ramping seorang gadis muda yang berbaring di sampingnya.
Stefan menarik tangannya dengan cepat. Wajah pria itu semakin pucat saat melihat tubuhnya yang hampir polos, sedangkan Dian menatap intens wajah Stefan sambil tersenyum manis.
"Semalam kita berdua tidur bersama?" tanya Stefan dengan ragu.
"Iya Stefan," jawab Dian sambil menganggukkan kepalanya.
Jawaban Dian bagaikan petir yang menyambar di atas kepala Stefan. Pria itu berusaha mengingat kejadian semalam. Beberapa saat kemudian, Stefan menatap Dian.
"Kamu Dian?" tanya Stefan.
Stefan mengingat dirinya memeluk mesra seorang gadis muda, yang mengaku bernama Dian secara samar.
"Iya," jawab Dian.
"Celaka! Apa yang harus aku lakukan sekarang?" batin Stefan.
Beberapa saat kemudian Stefan sudah berhasil menenangkan perasaan hatinya. Pria muda itu yakin dirinya tidak melakukan hubungan mesra yang terlalu jauh dengan Dian. Mereka berdua hanya tidur semalaman di tempat tidur yang sama saja sehingga dirinya tidak perlu bertanggung jawab apa pun terhadap Dian.
"Aku akan memberimu u…."
"Kita sudah menikah!" Dian sengaja menyela perkataan Stefan dan mengambil surat nikah dari atas meja nakas serta memperlihatkannya ke Stefan.
"Kita bisa cerai sekarang. Aku akan memberimu uang yang banyak," ujar Stefan.
Stefan tahu pernikahan dan perceraian di Las Vegas bisa diurus dengan mudah. Gadis muda di depannya pastilah tidak akan menolak uang yang ditawarkan olehnya.
Senyum di wajah Dian menghilang seketika. Gadis muda itu menatap tajam Stefan. Dian tidak mengira Stefan yang sadar dari pengaruh alkohol bisa bersikap arogan terhadapnya. Dian mulai meragukan keputusan untuk menggapai hasrat cinta pertama, tetapi dirinya bukanlah gadis yang mudah menyerah.
"Stefan pasti mengira aku sengaja menjebaknya dalam pernikahan," batin Dian.
"Aku tidak mau!" tolak Dian dengan tegas.
Stefan tidak menyangka Dian yang berpenampilan culun dengan rambut kepang dua bisa menolak tawaran darinya.
"Apa mau mu?" tanya Stefan dengan nada datar.
"Satu tahun. Kita akan melangsungkan upacara pernikahan jika kamu mencintaiku. Jika tidak, kita akan bercerai," jawab Dian tanpa ragu.
"Baiklah. Deal!" jawab Stefan.
Stefan menerima usul dari Dian karena ini adalah jalan terbaik. Stefan segera memesan tiket untuk pulang ke Bali bersama Dian. Pria muda itu berencana menyelidiki asal usul Dian setelah tiba di Bali nanti.
***Mansion Bramasta***
Keluarga besar Bramasta terkejut melihat Stefan membawa Dian pulang ke Mansion Bramasta dan memperkenalkan gadis muda itu sebagai istrinya.
Apa lagi Dian hanya membawa sebuah tas ransel besar di punggung serta tas pinggang sehingga membuat Laura, ibu Stefan yakin Dian hanyalah gadis miskin.
Stefan membawa Dian masuk ke dalam salah satu kamar tidurnya.
"Mulai hari ini kamu tinggal di Mansion Bramasta dan tidak boleh keluar tanpa izin dariku," ujar Stefan.
"Oke," jawab Dian.
Dian mengeluarkan beberapa setel pakaiannya dari tas ransel punggung dan menyusunnya di dalam lemari, sedangkan Stefan duduk di tepi ranjang sambil mengawasi Dian.
Sewaktu di pesawat dalam perjalanan pulang ke Bali tadi, Stefan berbincang dengan Dian dan mengetahui gadis muda itu tidak punya keluarga serta bekerja sebagai koki di Amerika selama ini.
Tentu saja itu semua adalah kebohongan Dian. Dian sengaja menyembunyikan identitas aslinya untuk menguji apakah Stefan bisa mencintainya dengan identitas gadis miskin.
Terdengar suara ketukan pintu dari luar kamar sehingga Stefan berdiri dari tempat tidur dan membuka pintu kamar.
"CEO Stefan," sapa seorang pria muda dengan sopan sambil menyerahkan dua buah file dan sebuah handphone ke Stefan.
"Luis. Tunggu aku di luar!" perintah Stefan.
"Baik CEO Stefan," jawab Luis.
***
Stefan melirik sekilas ke arah Dian yang sudah duduk di tepi ranjang karena sudah selesai menata pakaiannya di dalam lemari.
Stefan duduk di sofa kamar dan melambaikan tangannya memanggil Dian.
"Ada apa Fan?" tanya Dian ketika duduk di samping Stefan.
"Ini kontrak perjanjian pernikahan kita. Kamu bisa tanda tangan," jawab Stefan dengan wajah datar.
Dian mengambil salah satu file dan membaca semua persyaratan di dalam kontrak perjanjian dengan teliti.
"Uang jajan lima puluh juta setiap bulan?" tanya Dian.
"Iya. Statusmu sekarang sebagai Nyonya Stefan. Kamu tidak perlu bekerja di luar. Uang itu bisa kamu pergunakan untuk membeli semua barang yang kamu suka. Setelah satu tahun jika kita bercerai, aku akan memberimu tunjangan lima ratus juta," jawab Stefan.
"Baiklah," jawab Dian dengan santai dan menandatangani surat kontrak perjanjian pernikahan.
"Ini handphone baru untukmu. Di dalamnya ada tersimpan nomor Luis, sekretaris pribadiku. Kamu bisa menghubunginya jika ada keperluan," ucap Stefan.
"Baik," jawab Dian dengan patuh.
"Aku berangkat kerja sekarang," ujar Stefan dan berdiri dari sofa meninggalkan Dian sendirian di kamar.
***
Stefan mengerutkan keningnya melihat Laura dan Anastasia, adiknya berdiri di samping Luis.
"Ada apa ma?" tanya Stefan.
"Fan. Kamu pasti dijebak sama gadis miskin itu sehingga menikahinya kan?" tuding Laura.
"Namanya Dian. Mama jangan memperlakukannya buruk," jawab Stefan.
Walaupun dirinya tidak mencintai Dian, tetapi Stefan tidak mau gadis muda itu mendapatkan perlakuan buruk dari keluarga besarnya selama satu tahun. Stefan memang berencana untuk menceraikan Dian setelah satu tahun karena yakin dirinya tidak mungkin bisa jatuh cinta lagi dalam waktu singkat.
"Bukankah kakak ke Las Vegas untuk melamar Kak Gisel? Kenapa menikah dengan wanita lain? Kak Gisel pasti sedih," ujar Anastasia.
"Aku dan Gisel sudah berpisah," jawab Stefan dengan wajah dingin dan melangkahkan kaki meninggalkan Mansion Bramasta, di ikuti oleh Luis.
***
"Sia! Cepat telepon Gisel sekarang. Abangmu pasti dijebak gadis miskin itu. Mama lebih suka Gisel menjadi menantu mama walaupun ayahnya hanya pengusaha biasa, dari pada dia," ujar Laura.
"Baik ma," jawab Anastasia.
Sementara Dian yang berada di dalam kamar tidur menyalakan handphone miliknya sendiri, yang disembunyikannya dalam keadaan tidak aktif.
Mata gadis muda itu membulat besar melihat banyak notiikasi panggilan dari keluarganya. Dian segera mengunci pintu kamar terlebih dahulu sebelum menelepon Jackson, daddy nya.
"Halo daddy," sapa Dian.
"Video call sekarang," jawab Jackson dan mematikan sambungan telepon.
Beberapa detik kemudian panggilan video call masuk ke handphone Dian. Dian merasakan firasat yang tidak baik, tetapi dirinya tidak mungkin menolak panggilan itu.
"Halo daddy, Kak Chandra," sapa Dian ketika melihat wajah dua pria yang sangat menyayanginya itu muncul di dalam layar handphone.
"Dian. Kamu ada di mana sekarang?" tanya Jackson.
"Aku…aku sudah tiba di Bali," jawab Dian jujur.
Dian tidak berniat menyembunyikan pernikahannya dengan Stefan dari keluarga besarnya, tetapi Dian tidak tahu bagaimana cara mengatakannya agar Jackson tidak marah besar.
"Kamu menikah dengan Stefan di Las Vegas?" tanya Chandra.
"Iya Kak Chandra," jawab Dian.
Chandra, kakak pertama Dian merupakan hacker handal dan segera memeriksa keberadaan Dian ketika gadis muda itu tidak muncul di penerbangan yang dijadwalkan. Chandra menemukan nama Dian di pesawat lain bersama Stefan dan tentu saja pernikahan Dian di Las Vegas berhasil dilacak Chandra.
"Cerai sekarang juga dan pulang ke Mansion Wijaya," ucap Jackson.
"Daddy! Stefan cinta pertama Dian. Dian tidak mau cerai sekarang," kata Dian.
"Apa?" teriak Jackson dan Chandra bersamaan.
Dian pun menceritakan dari awal pertemuannya dengan Stefan di bar Las Vegas dan rencananya membuat Stefan mencintainya dalam satu tahun.
Jackson menghela napas panjang setelah mendengarkan semuanya. Jackson tahu sifat keras kepala dan pendirian kuat putri kesayangannya itu. Jika Dian sudah mengambil keputusan, maka tidak akan ada yang bisa mencegahnya.
"Satu tahun saja dan identitasmu tidak boleh diketahui oleh Stefan dan keluarganya," kata Jackson.
"Tenang saja daddy. Aku sudah memanipulasi semua dataku dan mereka tidak akan mengetahuinya," jawab Dian.
"Bagus. Jaga diri baik-baik di sana. Jangan biarkan siapa pun menindasmu," pesan Jackson.
"Iya daddy," jawab Dian.
"Dian. Kapan pun kamu mau meninggalkan Mansion Bramasta, aku akan menjemputmu," ucap Chandra.
"Baik kak Chandra," jawab Dian.
***
Sejak hari itu Dian tinggal di Mansion Bramasta. Laura dan Anastasia memperlakukan Dian sebagai pembantu dan sering menghinanya tanpa sepengetahuan Stefan karena semua asisten rumah tangga diancam untuk tutup mulut oleh Laura.
Dian menerima hinaan mereka dengan sikap tenang, tetapi pada saat mereka ingin melakukan kekerasan fisik terhadap Dian, gadis muda itu selalu berhasil mengelaknya karena dirinya bisa ilmu bela diri. Hanya saja Laura dan Anastasia tidak menyadarinya.
Setiap hari Dian akan memasak dan mengantarkan hasil masakan ke kantor Stefan, tetapi pria itu tidak pernah mau menyentuh masakan Dian dan selalu mengacuhkan kehadiran gadis muda itu.
Stefan membiarkan kamar tidurnya menjadi milik Dian dan tidur di kamar lain. Hari berganti hari, bulan berganti bulan. Dian tidak pernah menyerah untuk meluluhkan hati Stefan.
Sementara Gisel yang masih tinggal di Las Vegas, menelepon Stefan dan menangis histeris ketika mendapatkan kabar dari Anastasia bahwa Stefan sudah menikah dengan wanita lain.
Gisel meminta Stefan menceraikan Dian segera, tetapi pria muda itu menolaknya karena ada perjanjian satu tahun dengan Dian.
Stefan menganggap Gisel sebagai mantan kekasihnya saja karena Gisel menolak lamaran Stefan dan lebih mementingkan kariernya sebagai balerina. Sikap Stefan terhadap Gisel menjadi dingin.
Gisel menjadi khawatir akan kehilangan Stefan selamanya sehingga menyusun rencana untuk merusak pernikahan Stefan dan Dian.
***Sebelas bulan kemudian***
Stefan sedang membaca dokumen di ruang kantornya setelah perjalanan pulang dari dinas ke Las Vegas.
Luis berjalan menghampiri Stefan dengan raut wajah tegang.
"CEO Stefan. Nyonya Dian ingin bertemu denganmu," ucap Luis dengan hati-hati.
"Ada masalah apa?" tanya Stefan.
"Kata Nyonya Dian ada hal penting," jawab Luis.
Selama pernikahan, Luis dijadikan penghubung komunikasi antara Dian dan Stefan.
Setiap kali Dian mengantar makan siang ke Perusahaan Samasta, Luis yang menerima lunch box dan Stefan tidak pernah meluangkan waktu untuk menemui Dian.
Kali ini Stefan merasa heran karena Dian ingin bertemu langsung dengannya. Pria muda itu mendadak mempunyai firasat yang tidak baik.
"Antarkan Dian masuk!" perintah Stefan.
..."Baik CEO Stefan," jawab Luis....
Beberapa saat kemudian pintu ruang kantor terbuka lagi. Dian mengikuti Luis dari belakang sambil membawa satu koper dokumen.
Dian duduk di hadapan Stefan, sedangkan Stefan menyandarkan punggungnya ke kursi sambil melipat kedua tangannya di depan dada.
Stefan menatap intens Dian dari atas kepala hingga ujung kaki. Pria muda itu merasakan ada sesuatu yang berbeda dari Dian hari ini.
"Ada apa?" tanya Stefan.
Dian meletakkan koper dokumen di atas meja, lalu membuka sedikit dan menarik keluar berkas dari dalam koper dokumen.
"Kita cerai!" ucap Dian sambil menyerahkan surat cerai yang sudah ditanda tangan olehnya ke Stefan.
"Kamu tidak perlu memberiku tunjangan dan semua uang ini kukembalikan padamu," lanjut Dian.
Dian membuka lebar tas koper dokumen yang berisi semua uang jajan yang diberikan oleh Stefan setiap bulan. Selama sebelas bulan ini Dian tidak pernah menggunakan satu rupiah pun.
Stefan mengambil pulpen dari atas meja dan menandatangani surat cerai itu tanpa ragu.
"Aku akan meninggalkan Mansion Bramasta," ujar Dian sambil berdiri dari atas kursi.
"Kenapa?" tanya Stefan sambil menatap tajam Dian.
"Belum satu tahun," batin Stefan.
"Karena hatimu bukan milikku. Aku mundur untuk merestui hubunganmu dan Gisel," jawab Dian sambil melangkahkan kaki meninggalkan Stefan.
Stefan menatap tajam punggung Dian hingga sosok gadis muda itu menghilang dari ruang kantornya, sedangkan Luis berdiri tertegun di samping Stefan.
Luis sangat menyayangkan pernikahan Stefan tidak bertahan lama. Padahal Luis yakin Dian mencintai Stefan selama ini.
"Gisel? Kapan Dian bertemu Gisel?" kata hati Stefan.
***
Apa yang akan dilakukan oleh Dian setelah bercerai?
Jangan lupa baca kelanjutan ceritanya ya readers 🤗. Novel ini akan up setiap hari.
TERIMA KASIH
SALAM SAYANG
AUTHOR : LYTIE
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!