11. Donald Fraser dan Pertemuan

Aku segera menaruh iba kepada laki-laki muda itu. Wajahnya yang pucat cekung dan matanya yang kebingungan menunjukkan guncangan jiwanya.

Dia seorang pemuda atletis yang berwajah bersih, dengan tinggi sedang, tidak tampan, namun wajahnya menyenangkan, berbintik-bintik, tulang pipinya tinggi, dan rambutnya merah manyala.

”Apa maksudmu, Megan?” ujarnya. ”Mengapa di dalam sini? Demi Tuhan, katakanlahaku baru saja mendengar Betty...”

Suaranya bergetar.

Poirot menyorongkan kursi dan laki-laki muda itu menjatuhkan dirinya di situ.

Kemudian sahabatku itu mengambil sebuah botol kecil dari sakunya, menuangkan sedikit isinya ke dalam cangkir terdekat yang tergantung pada lemari, lalu katanya, ”Minumlah sedikit, Mr. Fraser. Akan membuat Anda merasa enak.”

Orang muda itu menurut. Brendi itu memberi sedikit warna pada wajahnya. Dia duduk agak lebih tegak dan menoleh sekali lagi ke arah Megan. Sikapnya sudah agak tenang.

”Benarkah?” ujarnya. ”Betty mati terbunuh?”

”Benar, Don.” Lalu dia bicara lagi, seperti otomatis

saja, ”Apakah kau baru datang dari London?”

”Ya. Ayahku meneleponku.”

”Dengan kereta api jam 09.20, kurasa,” ujar Donald Fraser.

Otaknya segan menghadapi kenyataan, oleh karena itu dia menghindar dengan percakapan basa-basi itu.

”Ya.”

Hening beberapa saat, lalu Fraser berkata, ”Polisi?

Apakah mereka telah bertindak?”

”Mereka di atas sekarang memeriksa barang-barang Betty mungkin.”

”Mereka tidak tahu siapa? Tahukah mereka?” Dia berhenti berbicara.

Dia amat peka dan seperti setiap orang pemalu, tidak suka mengutarakan fakta kekerasan dengan kata- kata.

Poirot maju sedikit dan menanyakan sesuatu. Dia berbicara dengan sikap dan suara yang formal, seakan pertanyaannya merupakan detail yang tidak penting.

”Apakah Miss Barnard mengatakan pada Anda ke mana dia akan pergi semalam?”

Fraser menjawab pertanyaan itu seakan tanpa berpikir.

”Dia mengatakan pada saya akan pergi bersama seorang teman wanita ke St. Leonards.”

”Percayakah Anda padanya?”

”Saya” Sekonyong-konyong mesin otomatis itu hidup. ”Apa maksudmu, Setan?”

Lalu wajahnya terlihat mengancam, bergetar karena nafsu amarah yang tiba-tiba muncul. Hal ini membuatku mengerti mengapa seorang gadis menjadi takut untuk membuatnya marah.

Poirot cepat-cepat berkata, ”Betty Barnard dibunuh oleh seorang pembunuh berdarah dingin. Hanya dengan menceritakan kebenaran, Anda dapat membantu kami mencari jejaknya.”

Sejenak tatapannya beralih pada Megan.

”Betul, Don,” ujar Megan. ”Ini bukan saatnya mempertimbangkan perasaan diri sendiri ataupun perasaan orang lain. Kau harus bebas dari tuduhan.”

Donald Fraser menatap curiga pada Poirot. ”Siapa Anda? Anda bukan dari Kepolisian?”

”Saya lebih baik daripada polisi,” kata Poirot. Dia mengatakan hal itu tanpa maksud menyombongkan diri. Baginya, itu hanyalah pernyataan sederhana mengenai sebuah fakta.

”Katakanlah padanya,” ujar Megan. Donald Fraser menyerah.

”Saya tidak yakin,” katanya. ”Saya memercayainya pada waktu dia mengatakannya. Tak pernah berpikir untuk berbuat sesuatu pun. Kemudian, mungkin ka- rena ada yang janggal dalam sikapnya, saya, saya, yah, saya mulai curiga.”

”Ya?” kata Poirot.

Dia dduk di depan Donald Fraser. Matanya menatap mata laki-laki muda itu lurus-lurus, seakan sedang menerapkan mantra sihir.

”Saya amat malu pada diri sendiri karena begitu curiga. Namun... namun saya memang curiga... Saya mempunyai gagasan untuk pergi ke depan kafeteria dan memperhatikannya sewaktu meninggalkan tempat itu. Saya memang ke sana. Lalu saya merasa seharusnya saya tidak melakukan hal itu. Betty akan melihat saya dan dia akan marah. Dia pasti akan segera tahu bahwa saya menguntitnya.”

”Apa yang Anda lakukan?”

”Saya pergi ke St. Leonards dan tiba di sana sebelum jam delapan. Lalu saya memperhatikan bus-bus yang lewat untuk melihat apakah dia ada di salah satu bus... Namun tidak ada tanda-tanda dia berada di sekitar situ...”

”Lalu?”

”Saya... saya kesal sekali. Saya yakin dia pergi bersama seorang laki-laki. Dugaan saya, mungkin laki-laki itu membawanya dengan mobil ke Hastings. Saya terus ke sana, memperhatikan hotel-hotel dan restoran, menanti di sekitar gedung bioskop, pergi ke dermaga. Sungguh perbuatan yang tolol. Walau mungkin dia memang ada di sana, tapi pasti sulit bagi saya untuk menemukannya, dan lagi ada banyak tempat-tempat lain ke mana laki-laki itu dapat membawanya selain ke Hastings.”

Dia diam. Dalam nada suaranya yang pasti pada saat menggambarkan hal itu, terpancar kepedihan dan amarah yang tertahan dalam dirinya.

”Akhirnya saya menyerah pulang.” ”Pukul berapa?”

”Saya tidak tahu. Saya berjalan. Mungkin tengah malam atau lewat tengah malam waktu saya tiba di rumah...”

”Lalu”

Pintu dapur terbuka.

”Oh, rupanya Anda di sini,” ujar Inspektur Kelsey. Inspektur Crome mendesak melewatinya, melempar pandangan tajam kepada Poirot, lalu kepada dua orang

asing yang berada di situ.

”Miss Megan Barnard dan Mr. Donald Fraser,” kata Poirot, memperkenalkan mereka.

”Ini Inspektur Crome dari London,” Pirot menjelaskan.

Sambil berbalik kepada inspektur itu, dia berkata, Pada waktu Anda mengadakan pemeriksaan di atas, saya sempat bercakap-cakap dengan Miss Barnard dan Mr. Fraser, mencoba kalau bisa, menggali informasi yang dapat menerangi persoalan ini.”

”Oh, ya?” kata Inspektur Crome, pikirannya tidak tertuju pada Poirot, tetapi pada kedua pendatang baru itu.

Poirot pindah ke ruang tamu. Inspektur Kelsey berkata ramah waktu melewatinya, ”Berhasil mendapatkan sesuatu?”

Namun perhatian inspektur itu terganggu oleh teman sejawatnya dan dia memang tidak menunggu jawaban Poirot.

Aku mengikuti Poirot ke ruang tamu.

”Adakah sesuatu yang meresahkanmu, Poirot?” tanyaku.

”Hanya keluhuran budi pembunuh kita yang hebat, Hastings.

Aku tidak berani mengatakan padanya bahwa sedikit pun aku tidak mengerti maksudnya.

PertEmuan!

Ingatanku akan kasus ABC lebih banyak dipenuhi pertemuan-pertemuan.

Pertemuan di Scotland Yard. Di kamar Poirot. Pertemuan resmi. Pertemuan tidak resmi.

Pertemuan kali ini diadakan untuk memutuskan apakah fakta-fakta sehubungan dengan surat-surat kaleng itu perlu dipublikasikan lewat pers atau tidak.

Pembunuhan di Bexhill lebih menarik perhatian daripada kasus Andover.

Tentunya karena dalam kasus ini lebih banyak faktor-faktor popularitasnya. Si korban adalah seorang gadis muda berwajah menarik, ini baru permulaannya. Dan pula, tempat kejadian merupakan daerah peristirahatan tepi pantai.

Seluruh detail kejahatan itu dilaporkan secara lengkap dan setiap hari ada pengulangan laporan yang agak tersamar. Panduan kereta api ABC juga mendapat perhatian. Teori yang paling digemari adalah bahwa bukupanduan ABC dibeli di daerah setempat oleh si pelaku dan merupakan petunjuk berharga untuk mencari identitasnya. Hal itu juga menunjukkan bahwa dia datang ke tempat itu dengan kereta api dan bermaksud meneruskan perjalanannya ke London.

Buku panduan itu sama sekali tidak diperhitungkan dalam pemberitaan kecil mengenai kasus Andover, oleh sebab itu di mata umum kedua kejahatan itu tidak ada hubungannya satu sama lain.

”Kita harus mengambil kebijaksanaan tertentu,” ujar Asisten Komisaris. ”Masalahnya, yang bagaimanakah yang akan memberikan hasil terbaik? Apakah kita akan mengungkapkan fakta-faktanya kepada umum mengajak mereka bekerja sama bagaimanapun, bantuan beberapa ribu orang akan kita peroleh, untuk mencari satu orang gila”

”Dia takkan menyerupai orang gila,” Dr. hompson menyela.

”mencari tempat-tempat penjualan ABC, dan sebagainya. Sebaliknya, saya rasa ada untungnya bekerja dalam gelap tidak memberi informasi mengenai apa yang kita lakukan, namun nyatanya orang itu tahu betul bahwa kita sudah tahu. Dengan sengaja dia menarik perhatian kita lewat surat-suratnya. Hei, Crome, bagai- mana pendapatmu?”

”Saya melihatnya dari sudut ini, Pak. Bila Anda membuat publikasi mengenai hal itu, artinya Anda terlibat dalam permainan ABC. Itulah yang dia inginkan publikasi jadi terkenal. Itu yang ingin dia peroleh. Saya benar bukan, Dokter? Dia ingin menimbulkan kegemparan.”

hompson mengangguk.

Asisten Komisaris berkata sambil berpikir-pikir, ”Jadi Anda tidak menyetujuinya. Menolak publikasi yang dia kejar. Bagaimana dengan Anda, Mr. Poirot?”

Poirot tidak mengucapkan sepatah kata pun beberapa saat lamanya. Waktu kemudian dia membuka suara, dia amat berhati-hati dalam memilih kata-katanya.

”Sulit bagi saya, Sir Lionel,” ujarnya. ”Saya termasuk orang yang, seperti Anda ketahui, tertarik pada kasus ini. Tantangan itu ditujukan pada saya. Bila saya mengatakan, ’Rahasiakan semua fakta jangan dipublikasikan,’ apakah nanti tidak disalahartikan bahwa saya haus akan pujian? Atau saya takut reputasi saya akan jatuh? Sulit! Tapi dengan mengumumkannya, mengungkapkan semuanya ada pula segi-segi yang meng- untungkan. Paling sedikit bisa merupakan suatu peringatan...

Di lain pihak, saya sama yakinnya dengan Inspektur Crome, bahwa itulah yang diinginkan si pembunuh untuk kita lakukan.”

”Hm!” kata Asisten Komisaris sambil mengusap

dagunya. Pandangannya tertuju pada Dr. hompson. ”Misalnya kita menolak memuaskan nafsu orang gila itu untuk memperoleh publikasi, apa yang akan dia perbuat?”

”Membunuh lagi,” ujar dokter itu cepat. ”Menantang kita.”

”Dan bila kita memuatnya sebagai berita utama, apa reaksinya?”

”Jawabannya sama. Di satu sisi Anda memuaskan si gila hormat, di sisi lain Anda menolaknya. Akibatnya sama. Satu pembunuhan lagi.”

”Bagaimana pendapat Anda, Mr. Poirot?”

”Saya setuju dengan pendapat Dokter hompson.” ”Tongkat patah istilahnya eh? Tak ada gunanya.

Menurut Anda berapa banyak kejahatan yang ada dalam rencana orang gila itu?”

Dr. hompson memandang ke arah Poirot. ”Sepertinya dari A sampai Z,” katanya dengan nada

riang.

”Tentu saja dia takkan sampai ke sana,” lanjutnya. ”Masih jauh. Anda pasti sudah berhasil menumpasnya lama sebelum itu. Sungguh menarik seandainya kita tahu apa yang akan dilakukannya kalau dia sampai pada huruf X.” Dia berhenti bicara, merasa bersalah, karena telah mengutarakan spekulasi tadi semata-mata untuk kesenangan belaka. ” Tetapi Anda pasti dapat menangkapnya lama sebelum itu. Taruhlah G atau H.” Asisten Komisaris memukul meja dengan tinjunya. ”Ya Tuhan, maksud Anda kita akan menghadapi

lima pembunuhan lagi?”

”Tak akan sebanyak itu, Pak,” ujar Inspektur Crome. ”Percayalah pada saya.”

Dia mengatakannya dengan yakin.

”Sampai pada huruf apa menurut Anda, Inspektur?” tanya Poirot.

Ada sedikit nada ironis dalam suaranya. Menurutku, Crome menatapnya dengan sikap tidak senang, walaupun hal ini tertutup oleh sikap tenangnya yang menonjol.

”Kita pasti dapat menangkapnya, Mr. Poirot. Bagaimanapun juga saya jamin kita akan menangkapnya sebelum sampai pada huruf F.”

Dia menoleh ke arah Asisten Komisaris.

”Saya rasa saya tahu keadaan psikologis kasus ini dengan jelas. Dokter hompson akan mengoreksi bila saya salah. Dugaan saya, setiap kali dia berhasil melakukan kejahatan, keyakinannya akan diri sendiri bertambah kira-kira, seratus persen. Setiap kali dia akan berpikir, ’Aku cerdik mereka takkan dapat menangkapku!’ Keyakinan dirinya akan menjadi terlalu kuat, sehingga dia justru menjadi teledor. Dia melebih-lebihkan kecerdikannya dan ketololan orang lain. Tak lama lagi dia bahkan tidak akan peduli untuk berhati-hati. Betul bukan, Dokter?”

hompson mengangguk.

”Biasanya kasusnya begitu. Bila digambarkan dengan istilah nonmedis tidak akan bisa sejelas itu. Anda tahu hal-hal seperti itu, Mr. Poirot. Setujukah Anda?”

Kurasa Crome tidak menyukai pendekatan Dr. hompson kepada Poirot. Menurut Crome hanya dia, dan dia sajalah yang ahli di bidang itu.

”Betul seperti yang dikatakan Inspektur Crome,” ujar Poirot memberikan persetujuannya.

”Paranoia,” gumam dokter itu. Poirot berbalik ke arah Crome.

”Adakah fakta-fakta untuk dipertimbangkan dalam kasus Bexhill?”

”Tak ada yang pasti. Seorang pelayan di Restoran Splendide, Eastbourne, mengenali foto korban sebagai gadis yang makan malam di sana bersama seorang laki- laki setengah baya yang memakai kacamata. Juga dikenali di sebuah penginapan pinggir jalan di luar kota, yang bernama Scarlet Runner, antara Bexhill dan London.

Di sana mereka melihatnya bersama seorang laki-laki yang penampilannya seperti seorang perwira Angkatan Laut. Keduanya belum tentu benar, namun salah satunya mungkin juga benar. Tentu saja ada banyak identifikasi, namun sebagian besar tidak berguna. Kita belum menemukan jejak ABC.”

”Yah, Anda rupanya sudah melakukan apa yang dapat dilakukan, Crome,” kata Asisten Komisaris. ”Bagaimana, Mr. Poirot? Apakah ada jalur penyelidikkan yang memberi petunjuk kepada Anda?”

Poirot berkata perlahan, ”Menurut saya ada satu petunjuk penting motifnya harus ditemukan.”

”Bukankah sudah jelas? Kelainan jiwa yang berhubungan dengan abjad. Bukankah itu istilah yang Anda pakai, Dokter?”

”Ça, oui ya, memang,” ujar Poirot. ”Ada kelainan jiwa seperti yang disebutkan tadi. Orang gila selalu punya alasan kuat untuk setiap kejahatan yang dilakukannya.”

”Sebaliknya, Mr. Poirot,” ujar Crome. ”Lihat kasus Stoneman di tahun 1929. Dia mengakhirinya dengan mencoba membinasakan semua orang yang menjengkelkannya.”

Poirot menoleh padanya.

”Betul begitu. Namun apabila Anda orang yang cukup berkedudukan dan penting, Anda tidak mungkin terhindar dari kejengkelan-kejengkelan kecil. Bila seekor lalat hinggap di kening Anda berkali-kali, menjengkelkan Anda dengan gelitikannya, apa yang akan

Anda perbuat? Anda berusaha membunuhnya. Anda tidak menyesalinya. Anda orang penting, lalat itu tidak. Anda membunuh lalat itu dan kejengkelan sirna. Bagi Anda perbuatan itu waras dan dapat dibenarkan. Anda juga membunuh lalat kalau Anda mengutamakan kesehatan. Lalat merupakan sumber bahaya potensial yang mengancam masyarakat lalat itu harus diusir. Begitulah kerja otak para kriminal yang berpenyakit jiwa. Tetapi pertimbangkanlah hal ini, apabila para korban dipilih secara alfabetis, mereka tidak disingkirkan karena mereka merupakan sumber kejengkelan bagi diri si pembunuh. Terlalu banyak hal-hal yang kebetulan bila kita menggabungkan keduanya.”

”Satu point lagi,” ujar Dr. hompson. ”Saya ingat satu kasus di mana suami seorang wanita dihukum mati. Wanita itu lalu membunuh para anggota juri, satu demi satu. Cukup lama sebelum pembunuhan- pembunuhan itu ditemukan hubungannya. Kelihatan- nya pembunuhan itu dilakukan dengan serampangan. Tetapi, seperti kata Mr. Poirot, tidak ada seorang pem- bunuh pun yang akan melakukan pembunuhan secara serampangan. Dia akan menyingkirkan orang yang menghalanginya (walaupun tidak begitu penting), atau karena suatu keyakinan pribadi. Dia menyingkirkan para pendeta, atau polisi, atau pelacur, karena dia benar-benar yakin bahwa mereka harus dibunuh. Sejauh penglihatan saya, teori ini tidak dapat diterapkan dalam kasus ini. Mrs. Ascher dan Betty Barnard tidak dapat dihubungkan sebagai anggota satu kelas yang sama. Tentu saja ada kemungkinan kelainan jiwa itu dalam hal se­. Kedua korban adalah wanita. Kita akan

lebih mengerti setelah terjadi pembunuhan berikut- nya”

”Demi Tuhan, hompson. Jangan terlalu ngawur berbicara tentang pembunuhan berikutnya,” kata Sir Lionel gusar. ”Kami akan melakukan apa saja untuk menghindarkan terjadinya pembunuhan berikutnya.”

Dr. hompson terdiam dan membuang ingusnya dengan keras.

”Terserah,” bunyinya seakan berkata demikian. ”Bila kau tak mau menghadapi kenyataan”

Asisten Komisaris menoleh pada Poirot.

”Saya tahu arah pemikiran Anda, tetapi bagi saya belum jelas benar.”

”Saya bertanya pada diri saya sendiri,” ujar Poirot, ”apa yang terlintas dalam pikiran si pembunuh? Dilihat dari surat-suratnya, dia membunuh semata-mata pour le sport untuk berolahraga untuk kesenangan pribadi. Apakah ini benar? Dan bila benar demikian, atas dasar apa dia memilih korbannya, selain yang ber­ dasarkan urutan abjad? Apabila dia membunuh untuk kesenangan pribadi, dia tidak akan mengiklankan kenyataan tersebut, karena, sebaliknya, sekarang saja dia dapat membunuh sesuka hati tanpa diancam hukuman. Tetapi tidak begitu. Seperti yang kita ketahui bersama, ternyata dia sengaja membuat kegemparan di depan umum untuk menonjolkan dirinya. Dalam hal apa kepribadiannya merasa ditekan sehingga orang dapat menarik hubungan antara kedua korban yang dipilihnya sampai saat ini? Dugaan terakhir apakah motifnya berhubungan langsung dengan dendam pribadi terhadap diri saya, terhadap Hercule Poirot? Apakah dia menantang saya di depan umum karena saya telah (tanpa sepengetahuan saya) menundukkannya pada suatu waktu dalam tugas saya? Atau apakah dendamnya tidak terhadap orang tertentu tetapi ditujukan kepada seorang asing? Dan bila demikian, lagi-lagi harus dipertanyakan apa yang menyebabkannya? Apa yang dideritanya yang disebabkan oleh seorang asing?”

”Semua itu pertanyaan yang merupakan kemungkinan- kemungkinan,” kata Dr. hompson.

Inspektur Crome menelan ludah.

”Oh, ya? Mungkin saat ini agak sulit dijawab.” ”Namun demikian, Kawan,” ujar Poirot sambil menatap langsung padanya, ”apakah pemecahannya terletak pada pertanyaan­pertanyaan itu. Seandainya kita tahu alasan yang tepat yang mungkin fantastis buat kita tetapi yang juga harus masuk akal baginya yaitu meng­ apa orang gila itu melakukan pembunuhan-pembunuhan ini, mungkin kita harus tahu, siapa kira-kira yang akan menjadi korban berikutnya.”

Crome menggeleng.

”Dia asal-asalan memilih korbannya. Itu pendapat saya.”

”Si pembunuh yang murah hati,” tukas Poirot. ”Apa kata Anda?”

”Si pembunuh yang murah hati! Franz Ascher bisa ditahan karena tuduhan membunuh istrinya, dan Donald Fraser bisa ditahan karena tuduhan mem- bunuh Betty Barnard bila saja tidak ada surat-surat peringatan ABC. Lalu apakah dia begitu lembut hati sehingga tidak tega melihat orang lain menderita untuk sesuatu yang tidak mereka lakukan?”

”Saya tahu hal-hal lebih aneh yang pernah terjadi,” ujar Dr. hompson. ”Saya tahu ada orang-orang yang telah membunuh setengah lusin korbannya tapi lalu berhenti, karena salah satu korbannya tidak langsung mati dan harus menderita kesakitan. Namun saya rasa itu bukan alasan tokoh kita. Dia ingin mendapatkan pujian melalui kejahatan-kejahatannya. Itulah penjelas- an yang paling cocok.”

”Kita belum sampai pada keputusan mengenai publikasi,” ujar Asisten Komisaris.

”Bila saya boleh mengusulkan, Pak,” ujar Crome. ”Mengapa tidak menunggu sampai surat berikutnya diterima? Publikasikan pada saat itu edisi khusus, dan sebagainya. Memang akan membuat panik penduduk kota yang disebutkan, tetapi setiap orang yang namanya dimulai dengan huruf C akan waspada, dan hal ini akan membuat ABC makin bersemangat. Dia pasti amat ingin berhasil. Pada saat itulah kita akan menyergapnya.”

Manusia tidak berdaya dan tidak tahu apa yang akan terjadi esok.

Terpopuler

Comments

ˢᶠ︎ᬊ᭄❀ anon

ˢᶠ︎ᬊ᭄❀ anon

EWWWWWW

2022-08-05

1

𝐀⃝🥀ᴍᴀᷟᴄᷧᴇᷱ_ᴠᷧʜᷢɪɴᴀ

𝐀⃝🥀ᴍᴀᷟᴄᷧᴇᷱ_ᴠᷧʜᷢɪɴᴀ

qreeatss

2022-08-02

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!