3. Mrs. Ascher

Di andover, kami ditemui oleh Inspektur Glen, seorang pria dengan postur tinggi, rambut pirang, dan senyum yang menyenangkan.

Untuk singkatnya, sebaiknya kuberikan ringkasan kejadian sebenarnya.

Kejahatan tersebut diketahui pertama kalinya oleh seorang polisi bernama Dover pada pukul 01.00 malam, tanggal 22. Pada waktu meronda, dia mencoba membuka pintu toko dan mendapati pintu itu tidak terkunci. Dia masuk dan pada mulanya berpikir tempat itu kosong. Tetapi setelah menyorotkan lampu baterainya ke balik meja pajangan, dia melihat onggokan tubuh wanita tua itu. Pada waktu dokter kepolisian tiba di tempat kejadian, diketahui bahwa wanita itu telah diserang dengan pukulan keras di ba- gian belakang kepala, kemungkinan pada saat dia memungut sebungkus rokok dari rak di belakang meja

pajangan. Diduga kematian terjadi kira-kira tujuh atau sembilan jam sebelumnya.

”Tetapi kami berhasil mempersempit perkiraan itu menjadi sedikit lebih jelas,” inspektur itu menerangkan. ”Kami menemukan seorang laki-laki yang datang untuk membeli tembakau pada pukul 17.30. Dan ada lagi pria kedua yang masuk dan melihat toko itu kosong, seperti dugaannya, pada pukul 18.05. Jadi, antara pukul 17.30 sampai 18.05. Sampai saat ini saya belum menemukan orang yang melihat suaminya si Ascher di sekitar tempat ini, tapi, tentu saja, hari masih pagi. Dia berada di hree Crowns pada jam sembilan malam, sudah agak kebanyakan minum. Bila kami menemukannya, dia akan ditahan sebagai tersangka.”

”Bukan jenis orang yang menyenangkan, Inspektur?” tanya Poirot.

”Pribadi yang kurang menyenangkan.” ”Dia tidak tinggal bersama istrinya?”

”Tidak, mereka sudah berpisah beberapa tahun yang lalu. Ascher orang Jerman. Dia pernah bekerja sebagai pelayan restoran, tetapi dia menjadi gemar minum dan akhirnya menjadi pengangguran. Istrinya bekerja beberapa lama. Terakhir sebagai tukang masak dan pengurus rumah tangga pada seorang wanita tua bernama Miss Rose. Dia membiarkan suaminya meng- ambil sebagian besar gajinya, namun laki-laki itu selalu mabuk dan datang ke tempat kerjanya untuk membuat onar. Itulah sebabnya istrinya bekerja pada Miss Rose di he Grange, sekitar lima kilometer jaraknya dari Andover, di sebuah desa yang terpencil. Suaminya tak begitu mudah menemuinya di sana. Pada waktu Miss

Rose meninggal, wanita itu meninggalkan sedikit uang warisan untuk Mrs. Ascher. Dengan uang itu Mrs. Ascher memulai usaha menjual tembakau dan menjadi agen surat kabar sebuah tempat kecil hanya tersedia rokok murahan, sedikit surat kabar, dan barang-barang jualan semacamnya. Cukup untuk keperluannya sehari- hari. Ascher kadang-kadang datang mengganggunya dan biasanya wanita itu memberi uang sedikit supaya Ascher pergi. Biasanya dia memberi lima belas shilling untuk uang saku selama seminggu.”

”Apakah mereka punya anak?” tanya Poirot. ”Tidak. Ada seorang keponakan. Gadis ini bekerja

dekat Overton. Seorang gadis yang dewasa dan mandiri.”

”Dan kata Anda Mr. Ascher ini suka mengancam istrinya?”

”Benar. Kalau sedang mabuk, sikapnya menakutkan mengutuk dan menyumpah-nyumpah, bahwa dia akan memalu kepala istrinya. Mrs. Ascher hidupnya sulit.”

”Berapa umur wanita itu?”

”Hampir enam puluh wanita baik-baik dan suka bekerja keras.”

Poirot berkata sedih, ”Inspektur, apakah Anda punya dugaan bahwa Mr. Ascherlah pelakunya?”

Inspektur itu mendeham dengan sikap hati-hati. ”Masih terlalu pagi untuk mengatakannya, Mr. Poirot, tetapi saya ingin mendengar keterangan Franz Ascher sendiri tentang apa yang dilakukannya kemarin malam. Mudah-mudahan keterangannya memuaskan. Bila tidak”

Dia lalu diam.

”Tak ada yang hilang dari toko?”

”Tidak ada. Uang yang ada di laci tak diganggu.

Tak ada tanda-tanda perampokan.”

”Menurut Anda, apakah Mr. Ascher yang mabuk datang ke toko, mengganggu istrinya dan kemudian menghantamnya?”

”Itulah kemungkinan yang terdekat. Namun saya harus mengakui, Tuan, saya ingin melihat surat kaleng yang Anda terima sekali lagi. Saya khawatir surat itu dikirim oleh Ascher.”

Poirot memberikan surat tersebut dan inspektur itu mengerutkan dahi membacanya.

”Rasanya bukan dari Ascher,” katanya pada akhirnya. ”Saya tak yakin Ascher dapat menggunakan istilah polisi Inggris ’kita’ pasti tidak, kecuali bila dia mencoba kelihatan licik dan saya tak yakin apakah dia cukup cerdas untuk itu. Orang ini sudah bobrok hancur sama sekali. Tangannya yang gemetaran takkan dapat menuliskan huruf-huruf sejelas ini. Jenis kertas dan tintanya bagus pula. Anehnya, surat ini menyebut tanggal 21 bulan ini. Tentu mungkin saja ini hanya merupakan suatu kebetulan.”

”Mungkin saja ya.”

”Tapi saya tidak menyukai kebetulan semacam ini, Mr. Poirot. Agak terlalu tepat.”

Dia membisu satu atau dua menit kerut-kerut di dahinya muncul.

”ABC. Siapa sih ABC itu? Kita lihat saja apakah Mary Drower (keponakan Ascher) dapat membantu

kita. Sungguh aneh. Tapi saya berani bertaruh, Franz Ascher-lah penulis surat ini.”

”Apakah ada yang Anda ketahui mengenai masa lalu Mrs. Ascher?”

”Dia berasal dari Hampshire. Sudah bekerja sejak dia masih gadis di London. Di sanalah dia berjumpa dengan Ascher dan menikah dengannya. Mereka pasti mengalami masa-masa sulit selama perang. Sebetulnya dia pernah meninggalkan suaminya pada tahun 1922, maksudnya untuk selamanya. Pada saat itu mereka tinggal di London. Lalu dia kembali ke sini untuk menghindar dari suaminya, tapi ternyata laki-laki itu mencium jejak tempat tinggalnya, mengikutinya ke sini, dan memeras uangnya” Seorang polisi datang. ”Ada apa, Briggs?”

”Kami telah menangkap Ascher, Pak.”

”Baiklah. Bawa dia ke sini. Ada di mana dia tadi?” ”Bersembunyi di dalam truk, di tepi jalan kereta

api.”

”Oh ya, bawa dia kemari.”

Ternyata kondisi Franz Ascher memang amat menyedihkan dan ”kacau”. Dia terus menangis dan berteriak- teriak berganti-ganti. Matanya yang muram memandang gelisah, ke arah wajah-wajah yang mengelilinginya.

”Apa yang kalian inginkan dariku? Aku tak melakukan apa-apa. Sungguh memalukan kalian menyeretku ke sini!” Sikapnya tiba-tiba berubah. ”Tidak, tidak, bukan itu maksudku kalian takkan menyakiti orang- tua malang sepertiku, tidak akan bersikap kasar. Semua orang kejam terhadap Franz tua yang malang. Franz yang malang.”

Mr. Ascher mulai menangis.

”Cukup, Ascher,” kata inspektur itu. ”Kau harus bisa menahan diri. Saya belum menuntutmu apa-apa. Dan kau tidak perlu membuat pernyataan kalau tidak mau. Sebaliknya, bila kau tidak tersangkut dalam pembunuhan istrimu”

Ascher memotong perkataannya suaranya semakin melengking.

”Aku tidak membunuhnya! Aku tidak membunuhnya! Semuanya dusta! Kalian semua babi Inggris jahanam semuanya memusuhi aku. Aku tidak membunuhnya tidak.”

”Kau terlalu banyak mengancam, Ascher.”

”Tidak, tidak. Kalian tidak mengerti. Itu hanya kelakar-kelakar antara aku dan Alice. Dia mengerti.”

”Sungguh lucu kelakarmu! Maukah kau menceritakan di mana kau berada semalam, Ascher?”

”Ya, ya akan kuceritakan semuanya. Aku tidak menemui Alice. Aku bersama teman-teman sahabat- sahabat akrab. Kami berada di Seven Stars, lalu kami pergi ke Red Dog”

Dia cepat-cepat meneruskan, kata-katanya tidak teratur.

”Dick Willows dia bersamaku dan si tua Curdle dan George dan Platt, serta banyak lagi. Betul-betul aku tidak menemui Alice. Ach Gott, sungguh aku tidak berdusta.”

Suaranya berubah jadi jeritan. Inspektur itu mengangguk pada bawahannya.

”Bawa dia pergi. Ditahan sebagai tersangka.”

”Saya tak bisa berpikir lagi,” katanya setelah orang tua yang gemetar dan bicaranya kacau itu dibawa pergi. ”Bila tidak ada surat kaleng itu, tentu saya yakin dialah pelakunya.”

”Bagaimana dengan orang-orang yang disebutnya?” ”Kelompok brengsek kata-kata mereka tidak

pernah bisa dipercaya. Saya yakin dia bersama mereka sepanjang malam. Sekarang tinggal siapa yang melihatnya di sekitar toko antara jam setengah enam sampai jam enam sore.”

Poirot menggeleng sambil berpikir keras.

”Anda yakin tak ada benda yang diambil dari toko?” Inspektur itu mengangkat bahu. ”Belum tentu juga. Mungkin satu atau dua bungkus rokok telah dicuri tapi tak mungkin orang membunuh hanya untuk itu.” ”Dan tak ada sesuatu bagaimana mengatakannya, ya tak ada sesuatu yang memberi petunjuk dalam

toko itu. Tak adakah yang aneh mencurigakan?” ”Ada buku panduan kereta api,” kata ispektur itu. ”Panduan kereta api?”

”Betul. Dalam keadaan terbuka dan letaknya menelungkup di meja pajangan. Agaknya seseorang mencari jadwal kereta api yang berangkat dari Andover. Mungkin wanita tua itu, atau bisa jadi seorang pembeli.”

”Apakah dia menjual barang seperti itu?” Inspektur itu menggeleng.

”Dia menjual jenis barang murahan. Tapi ini barang mahal jenis barang yang hanya dijual di Toko Smith atau toko buku besar.”

Mata Poirot bersinar-sinar. Dia mendekat maju.

”Panduan kereta api, kata Anda tadi. Bradshaw atau suatu ABC?”

Mata inspektur itu kini juga bercahaya.

”Ya Tuhan,” katanya. ”Panduan itu memang ABC.”

Terpopuler

Comments

Nenieedesu

Nenieedesu

sudah aku favoritkan kak

2024-02-16

0

ˢᶠ︎ᬊ᭄❀ anon

ˢᶠ︎ᬊ᭄❀ anon

.

2022-08-05

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!