بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Aku sampai di rumah ketika waktu menjelang magrib, orang tuaku sangat bahagia menyambut ke datanganku, sekian lama tidak bertemu membuat rasa rindu membeludak tidak tertahankan
Seusai sholat magrib berjama'ah kami segera makan malam bersama lalu setelah itu aku melepas rindu kepada kedua orang tuaku dan tak lupa adikku satu satunya
"Nak bagaimana pekerjaan kamu" tanya bapakku
"Alhamdulilah lancar pak, majikanku sangat baik, anak yang aku asuh pun begitu menyayangiku" jawab ku bersemangat
"Ibu seneng mendengarnya"
"Kak, jika libur sekolah aku boleh ikut ke kota ya?" tanya adiku sedikit merengek
"Iya, Insya Allah,"
Malam ini ku habiskan untuk bersenda gurau dengan mereka, aku bersyukur keluargaku tidak terlalu kekurangan seperti dulu sebelum aku bekerja
Terkadang bapakku mengucapkan rasa sesal karena tidak dapat membantuku untuk melanjutkan pendidikanku, tapi aku berusaha menenangkan bapak, agar tidak terus merasa bersalah, ini adalah tanggung jawabku sebagai anak untuk berbakti pada orang tuanya
****
Pagi pun datang, seperti biasa aku sibuk membantu ibu di dapur memasak, pagi ini aku menggantikan ibu buat belanja ke pasar diantar adiku
Di pasar aku bertemu dengan beberapa tetanggaku, lebih tepatnya tetangga yang selalu memandang keluarga kami sebelah mata, dan lebih banyak menjelelekan
"Eh Thifah sudah pulang, kerja apa di kota?" tanya salah satu ibu ibu itu
"Sudah bu, saya kerja sebagai pengasuh" jawabku seperlunya tapi masih dengan nada sopan
"Masa jadi pengasuh dalam setengah tahun sudah bisa mencukupi kebutuhan keluarga"
"Alhamdulilah bu, gaji saya lumayan jadi cukup untuk menyekolahkan adikku dan mencukupi kebutuhan keluarga" jawab ku dengan jujur tanpa ada yang aku tutupi
"Halah.. Paling jadi simpanan" nyinyir teman si ibu tersebut
Aku mengelus dadaku seraya mengucapkan istigfar beberapa kali, ku putuskan untuk pamit meninggalkan mereka dari pada aku tersulut emosi mendengar ucapan mereka yang semakin ngawur
****
Aku duduk di kamarku sambil mengecek beberapa file yang di kirim sekertarisku, meski sedang ijin dari di kantor aku tetap membantu mereka bekerja dari jauh sebagai bentuk tanggung jawabku
Syifa masuk sambil menenteng ponsel dan boneka pikacu kesukaannya, tanpa lupa mengucap salam lebih dulu
"Paman Naf,"
"Hn"
"Paman ih," dia sedikit merajuk karena aku hanya bergumam kecil merespon panggilannya, ku letakan ponselku di atas meja lalu ku peluk tubuh mungilnya
"Kenapa hem?"
"Paman Naf, kapan nikah?"
Aku tersentak, hei sejak kapan gadis kecil nan polos ini tahu kata nikah
"Kok Syifa nanya nikah? Emang Syifa tau apa itu nikah?"
"Tau,kata temen Syifa di sekolah pacaran terus nikah, seperti ayah dan bunda"
"Mmm tapi paman Naf, tidak punya pacar, gimana donk" jawab ku sedikit terkekeh geli mendengar jawaban ponakanku ini
"Kalo gitu, nikah sama kak Thifah aja" ucapnya polos
"Hah." aku terkejut benar benar kali ini "tapi paman Naf bahkan gak kenal kak Thifah" sambungku
"Nih, Syifa kasih lihat foto kak Thifah, tapi awas naksir ya"
"Hn" aku kembali terkekeh gadis ini bikin aku gemas
Dia membuka layar ponselnya, mengutak ngatiknya sebentar kemudian menyerahkannya padaku
Awalnya aku tidak tertarik dengan poto gadis dalam ponsel Syifa tapi aku merasa ada yang berbeda dari poto itu, aku seperti pernah melihat gadis itu, tapi entah dimana?
Sekian detik terus ku pandangi poto itu, hingga Syifa kembali mengambil ponselnya dari tanganku
"Cantik kan paman,"
"Iya cantik" jawabku tanpa sadar
"Ya sudah, Syifa mau nemuin bunda dulu sama ade," Syifa beranjak turun dari pangkuanku "ingat ya paman jangan naksir" peringatnya dari balik pintu
Setelah kepergian Syifa aku termenung memikirkan gadis di dalam poto itu, sesaat kemudian aku teringat seauatu
Bukankah dia?....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments