Pengganti

Seruni Dendam Istri Pertama Bagian 14

Oleh Sept

Rasa hangat dari sinar matahari yang menyentuh kulitku, membuat mataku terbuka. Aku baru bangun setelah semalam pingsan. Ya, aku tidak ingat apapun lagi setelah mas Erwin melakukan hal paling buruk padaku. Perlahan aku mengeser tubuhku, terasa nyeri di sekujur tubuh.

Kepalaku pusing, dan ku tatap sekeliling. Sepi, kosong, hanya ruangan yang sangat berantakan. Dan aku tersadar, kaki serta tangan ini sudah tidak terikat. Aku kumpulkan lagi ingatan semalam, menyusun kepingan puzzle kejadian tadi malam.

Kepalaku semakin sakit, aku mencengkram rambutku, satu persatu ingatan bi adap itu datang dan langsung memenuhi pikiran. Aku menjerit, kali ini suaraku lepas tidak terkendali. Jeritan keras bersama dengan rasa sakit ditubuh ini.

BRUAKKK

Mas Erwin masuk ketika mendengar aku berteriak, pria kejam tidak punya hati itu langsung mencengkram rahangku keras. Sorot matanya menajam dan langsung menghempaskan tangannya kasar.

"Sudah ... kau semalaman sudah menyiksanya!" seru wanita yang tiba-tiba muncul di belakang mas Erwin.

Aku kira dia masih punya nurani, tapi tidak. Wanita ini malah ganti mendekatiku, kemudian mencengkram kedua pundakku.

"Diam dan ikuti saja mau Erwin!" ujarnya kemudian mendorong tubuhku.

Wanita bernama Riana itu langsung meraih lengan mas Erwin kemudian mengajak suamiku keluar.

"Ayo keluar sebentar, ada yang perlu Kita bicarakan!" ujar Riana kemudian menatapku sekilas.

Sedangkan mas Erwin, dia berbalik meninggalkan aku tanpa bicara. Dan aku dengar pintu kamar kembali dikunci dari luar. Aku benar-benar dipenjara oleh dua binatang tersebut.

Beberapa jam kemudian

Aku sudah mandi, kini ku olesi beberapa luka pada tubuhku dengan salep yang ada di laci, salep seadanya karena kotak P3K ada di luar sana, sedangkan aku terkurung di dalam sini.

KLEK

Aku langsung menarik selimut begitu pintu terbuka. Jantungku kembali berdegup kencang saat mas Erwin datang padaku.

"Makanlah!"

Dia meletakkan paper bag besar berisi makanan. Dilihat dari labelnya, ini adalah langanan tempat pesan antar makanan yang biasanya aku pesan.

"Makan!" titahnya lagi karena aku masih diam membisu.

"Apa kau tidak punya tangan untuk meraihnya?" tambah mas Erwin kembali dingin. Aku pun langsung meraih paper bag itu. Kemudian berjalan ke sofa kamar.

Dengan jantung yang masih memburu karena ketakutan, aku membuka makana itu. Tapi jujur aku takut, jangan-jangan dua orang itu menaruh sesuatu dalam wadah makanan ini. Tapi saat aku lihat kemasan masih tertutup rapi, aku pun berani memakannya.

Uhuk uhuk uhuk

Aku terbatuk karena makan dengan hati yang diliputi kegelisahan dan rasa takut.

"Pelan-pelan!" ucap pria itu kemudian membuka botol minuman untukku. Sungguh, aku tidak paham dengan isi kepala suamiku ini. Sedikit baik, sedikit kejam. Dia benar-benar memiliki gangguan mental.

Ku terima uluran botol mineral yang sudah dibuka oleh mas Erwin. Aku makan dengan rasa takut yang menggunung, membuatku tersedak dan batuk.

"Hari ini aku akan ke kantor. Rumah aku kunci. Kamu tidak akan bisa kabur. Kalau sampai kamu keluar tanpa ijin dariku, yang kamu dapatkan, akan lebih dari yang semalam," ancam mas Erwin.

Saat dia membahas kejadian semalam, otomatis perutku langsung mual. Aku bergegas ke kamar mandi dan mengeluarkan isi dalam perutku. Hanya bisa menangis sambil membasuh wajahku dengan air yang terus mengalir dari kran.

Setelah perutku kembali kosong, aku keluar kamar mandi. Kulihat pintu kamarku tidak dikunci. Aku pun pelan-pelan mengintip. Mas Erwin sedang memakai sepatunya, sepertinya ia akan berangkat bekerja.

"Berani keluar dari rumah ini, kamu tidak bisa membayangkan apa yang akan aku lakukan!" ucap mas Erwin yang menyadari aku sedang menatapnya.

Aku langsung menundukkan wajah, kemudian kulihat mas Erwin keluar sambil menenteng tas. Terdengar pula suara dia mengunci pintunya. Begitu mas Erwin pergi, ku intip lewat jendela. Aku langsung lega, dan langsung mencari telpon di rumah.

Baru juga aku merasa seperti menemukan titik terang, ternyata telpon dalam rumah telah diputus. Aku memijit pelipisku, makin lama kepalaku semakin pusing. Perut ini juga serasa kram. Di sini benar-benar membuatku sangat tertekan.

***

Seharian ini aku hanya keluar masuk kamar dan mengintip jendela. Tidak ada tamu sama sekali. Ibu mertua juga tidak berkunjung, padahal aku ingin sekali minta tolong padanya.

Hingga langit mulai gelap. Ku dengar deru mesin mobil mas Erwin berhenti di garasi. Takut, gelisah dan khawatir itu yang aku rasa saat mas Erwin pulang. Tidak lama kemudian mas Erwin masuk. Syukurlah, kali ini tidak ada bau yang menyengat. Dan aku sangat lega.

"Siapkan air, aku mau mandi."

Buru-buru aku menjalankan perintah suamiku. Setelah ku tunggu sampai air penuh, barulah aku keluar.

"Lama sekali?"

Dia menatap tajam, dingin, seperti biasa. Dan aku kaget saat dia melempar jas hitam yang semula ia pakai tepat ke wajahku. Aku hanya diam, meski mendapat perlakuan seperti bu dak.

Waktu terus berjalan, hidup satu atap dengan laki-laki seperti mas Erwin cukup membuat hatiku diliputi gelisah setiap saat. Ketar-ketir, takut hal buruk apa lagi yang akan dilakukan oleh pria ini.

Seperti malam ini, saat mas Erwin sudah mandi, dia kemudian mendekatiku.

"Sudah makan?"

Aku mengangguk cepat, sebab di kulkas memang banyak makanan yang sengaja ditingalkan mas Erwin agar aku tidak kelaparan. Mungkin dia takut aku mati, atau agar aku tetap bertahan lama untuk dia siksa.

Setelah dia dengan tenang bertanya apa aku sudah makan, pria itu kemudian naik ke atas ranjang. Aku semakin panik saat dia memanggil dengan isyarat tangan.

"Mendekatkan!" titah mas Erwin pelan tapi terdengar sangat jelas di ruang dengarku. Ini seperti seruan dari Malaikat maut, dan jantungku mulai berdegup tidak tentu karena merasa takut.

"Bagus ... jika kau patuh, semuanya akan baik-baik saja."

Aku menahan napas ketika mas Erwin merengkuh pinggangku yang masih terasa sakit. Setan apa yang kali ini merasuki jiwanya, dengan lembut dia mengusap kepalaku.

"Aku suka aromamu ...!"

Apa aku harus bahagia mendengar kata-kata mas Erwin? Sayang sekali, yang ada aku hanya merasa mual, mulas dan jijikkk. Masih teringat dengan jelas bagaimana sikapnya beberapa waktu terakhir padaku.

Tubuhku mengeliat seketika saat tangannya yang terasa hangat itu masuk dan menyusup ke dalam baju piyama yang aku kenakan. Aku memejamkan mata dalam dekapan manusia berhati kejam ini. Terasa hangat tapi mengapa hatiku membeku, dingin tidak tersentuh dengan sikapnya yang sekarang? Apa aku bagai mainan baru baginya?

Puas dia menelusuri lekuk tubuhku, tangannya kemudian meraih wajahku dengan lembut. Aku langsung membuang muka, rasanya tidak sudi bertukar liur dengannya. Jujur aku sangat mual. Tapi lidahnya memaksa menerobos masuk, menyesap dalam, hingga perutku kembali bergejolak. Mas Erwin tahu aku ingin muntah, tapi dia terus saja melanjutkan aksinya. Dia bahkan mengigitku, hingga kembali rasa sakit yang aku dapat setiap dia menyentuhku.

Tangisku tertahan, tanpa suara. Yang jelas kedua pipiku sudah basah. Dan mas Erwin hanya mengusapnya. Kemudian melepaskan kancing satu demi persatu.

Malam yang harusnya hangat, penuh kasih ketika bertukar keringat, bagiku seperti siksaan dari neraka yang di turunkan ke dunia. Ya ... hidupku sangat tersiska, terpenjara oleh seorang pria kejam yang tidak memiliki hati.

***

Esok harinya

Aku bangun, mas Erwin sudah tidak ada di sampingku. Aku mengerjap, mengusap wajah. Badanku terasa sakit semua. Hanya di awal dia menyentuhku dengan lembut, selanjutnya ... ketika tengah malam, dia kembali mengikatku di ranjang. Melakukan penyiksaan seperti biasa, menyeringai puas saat melihatku menderita.

"Sudah bangun? Cepat mandi. Kita keluar!"

Aku tersentak kaget melihat mas Erwin tiba muncul dari balik pintu.

"Cepatlah!"

Meski sakit, akhirnya aku bergegas. Setelah membersihkan diri aku pun memakai baju, lengan panjang seperti perintah mas Erwin. Aku tidak berniat bertanya akan dibawa ke mana. Aku lebih memilih menatap ke jendela, manatap kosong dengan tatapan hampa.

Sebuah rumah sakit besar terpampang di depan, kemudian mas Erwin menghentikan mobilnya di salah satu tempat parkir yang tersedia. Tanpa kata, dia langsung menarikku dari dalam mobil. Sepanjang jalan, tangannya terus mengengam tanganku sembari mengeluarkan ancaman.

"Awas kalau kau macan-macam!"

Aku hanya bisa diam. Setelah itu kami kemudian masuk ke sebuah ruangan. Aku terkejut, di sana sudah ada Riana. Wanita itu langsung melempar senyum ke arah kami. Aku yakin, senyum menjijikkann itu untuk mas Erwin, suamiku.

"Ini dia, Dok. Dia yang akan menjadi ibu pengganti untuk kami," ucap Riana pada dokter yang sama sekali tidak terkejut sepertiku. Aku rasa dokter ini merupakan satu kubu dengan dua mahluk sadiss tersebut.

"Baik, mari kita lakukan pemeriksaan awal," ucap dokter dengan tenang. Kemudian dua suster menghampiri dan memegang lenganku.

"Apa ini, Mas?" tanyaku panik.

"Sama saja, kamu tetap akan menjadi ibu dari anak-anakku."

Aku panik, kulihat mata dokter yang ada di sebelahku. Mata itu ... mata-mata seorang psikopettt, sama seperti suamiku. Aku meronta, tapi tiba-tiba lenganku seperti digigit semut.

Bersambung

Sepertinya Riana ingin punya baby dari Erwin, tapi usianya sangat beresiko. Kehadiran Seruni sangat membantu, sebagai tumbal mereka.

Terpopuler

Comments

Hartati

Hartati

wah mantep bener2 menguras emosi dan jantung mutilasi aja tuh si Erwin sama si Riana

2024-06-13

0

fitria linda

fitria linda

pie mksudnya duo gila ini

2023-03-17

0

putia salim

putia salim

no coment lah,ws kehabisan kata2 makian

2023-03-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!