Seruni Dendam Istri Pertama Bagian 7
Oleh Sept
"Jangan berhenti," desis laki-laki yang sudah berhasil membuat hatiku hancur lebur tidak berbentuk. Setelah apa yang dia katakan barusan, kenapa dia seperti tidak merasa bersalah? Aku yang sudah kacau balau, mencoba bertanya langsung. Rasanya hatiku tidak sanggup lagi membendung perasaan kecewa malam ini.
"Siapa Riana?" tanyaku dengan suara lirih. Pertanyaan itu lolos begitu saja dari mulutku. Masih dengan hati yang bergetar hebat, aku menanti jawaban suamiku. Aku tahu, dia pasti salah ucap karena wajahnya langsung terkejut saat aku sebut nama wanita lain.
"Apa yang kamu bicarakan?" Wajah mas Erwin mulai berubah, ia yang tadi begitu terpacu seketika membeku. Sepertinya ia sudah sadar kalau habis salah ucap.
Aku memejamkan mata dalam-dalam, kemudian beranjak meninggalkan suamiku. Kutarik selimut yang tergeletak begitu saja untuk menutupi tubuh ini. Entah mengapa, tiba-tiba aku merasa jijijkkk sendiri. Aku mendadak muak dengan semuanya.
"Runi ... Seruni!"
Kudengar mas Erwin memanggil, tapi aku sudah kacau. Aku mau sendiri, hatiku masih sakit karena nama Riana saat kami sedang bersama. Aku yang tidak tahu harus bagaimana, langsung saja masuk kamar mandi. Ku kunci pintu dari dalam karena masih belum sanggup menatap wajah suamiku yang membuatku hancur.
Tok tok tok, suara pintu diketuk dengan cepat. Mas Erwin ternyata menyusulku yang kini mengurung diri di kamar mandi. Aku menyalakan shower, membasahi seluruh tubuh yang menjijikkan ini. Aku rasa malam ini mas Erwin sudah keterlaluan. Ini sudah di luar batas kesabaran yang aku punya.
"Buka pintunya!" suara bariton mas Erwin meminta aku membuka pintu untuknya. Tapi aku tidak peduli. Aku yang selalu menurut apa kata suamiku, malam ini tidak mau mendengar apa pun lagi. Hingga pria itu marah dan berteriak.
"Buka sekarang! Atau aku dobrak?" ancam mas Erwin sambil terus mengetuk pintu kencang. Baru kali ini aku mendengar dia berteriak lantang dan marah.
Aku yang kalut, tidak mau membuka pintu. Biarlah laki-laki itu melakukan apa yang ia mau. Aku juga akan melakukan apa mauku. Hatiku sudah hancur, rasanya kemarahan mas Erwin tidak sebanding dengan perasaanku yang aku tahan selama ini.
BRUAKKK ...
Tiba-tiba pintu ditendang dari luar sampai engselnya lepas. Aku jelas kaget, ternyata mas Erwin benar melakukan apa yang ia katakan. Pria itu mendobrak pintu kamar mandi kami. Aku kira dia hanya mengancam, tapi malah mendobrak dengan marah.
Dia yang salah dan dia yang sudah bermain belakang. Kenapa dia sekarang terlihat sangat marah? Matanya menatapku tajam, membuat aku tidak menatapnya balik. Bukan karena aku takut, tapi karena aku juga merasakan kemarahan yang sama.
Aku semakin terkejut saat mas Erwin berjalan dengan cepat ke arahku. Entah dirasuki setan apa suamiku malam ini, yang jelas di seperti pria yang tidak aku kenal. Bukan pria dingin yang irit bicara, tapi pria kasar yang memaksakan kehendak.
Ya, dia memaksaku untuk melanjutkan apa yang tadi sempat kami putus. Jelas aku menolakknya, aku dorong kuat karena sangat marah.
"Berani kamu melewan?"
Aku panik saat mas Erwin mencengkram rahangku dengan keras, bagiku ini adalah kekerasan pertama yang aku dapatkan. Meskipun selama ini sifatnya sangat kaku, mas Erwin tidak pernah melukai fisik.
"Sakit, Mas," ucapku lirih tertahan di tenggorokan.
Dia hanya menatapku saat aku terus memukul dan mencoba mendorong, tapi tetap saja aku kalah. Di bawah guyuran air yang mengalir deras, mas Erwin kemudian melepaskan cengkraman tangannya.
Tubuhku gemetar, mendadak aku takut karena seperti melihat sosok iblishhh dalam dirinya. Apalagi ketika dia langsung merampas bibirku, aku muak, perutku mual ingin muntah. Segala kenangan yang singkat beputar-putar dalam kepala. Bagaimana sikap dinginnya selama ini, tentang hotel, tentang wanita lain, tentang perlakuan kurang manis dari suamiku langsung memenuhi isi kepala ini.
Aku hanya bisa menjerit keras dalam hati, karena bibir ini dibungkam rapat oleh pria tidak berhati. Dia terus mendesak, tidak peduli dengan perasaanku. Dia terus saja masuk, tanpa mau tahu betapa hatiku merasakan sakit yang luar biasa.
Sesaat kemudian, aku dapat merasakan dia menegang, tapi tidak denganku. Seperti raga tanpa jiwa. Aku sama sekali tidak bisa merasakan apapun. Yang tersisa hanya sakit yang tidak berdarah. Selanjutnya aku tidak mengerti apa yang terjadi, tiba-tiba saja pandangan mataku buram.
***
Pagi hari
Aku bangun menatap langit-langit kamar, kulihat koper suamiku juga masih di samping lemari. Artinya mas Erwin tidak jadi dinas ke luar kota. Aku langsung membetulkan posisi duduk. Kupindai seluruh kamar, cukup rapi. Lalu di mana mas Erwin?
Ingin mencari tahu, aku pun berniat turun dari ranjang. Namun, saat aku beranjak sedikit saja, aku diserang rasa nyeri yang luar biasa. Aku pejamkan mata ini dalam-dalam. Mengingat apa yang terjadi saat semalam.
Tap tap tap
KLEK
Aku mendongak, kulihat mas Erwin masuk ke dalam kamar membawa minuman.
"Sudah bangun?" tanya pria itu yang sepertinya hanya basa-basi.
Jujur aku masih sangat marah sekali pada laki-laki yang kini menatapku dengan tatapan biasa tersebut. Seperti tidak ada yang terjadi semalam. Dia bersikap sangat biasa seperti biasanya, hanya lebih perhatian sedikit. Karena memberikan aku segelas minuman hangat.
"Minum lah, aku tadi menyentuh dahimu. Sepertinya kamu demam."
Aku ragu saat mas Erwin mengulurkan tangan, memberikan segelas minuman. Jangan-jangan itu menggandung racun? Jangan-jangan dia akan menghilangkan nyawaku? Ya ampun, aku terlalu banyak melihat sinetron.
"Runi ... ambil lah!" seru mas Erwin yang melihatku malah melamun.
Akhirnya aku ambil minuman itu, tapi tidak aku minum. Langsung aku letakkan di nakas.
"Kenapa tidak diminum?" pria itu melotot padaku.
Aku menundukkan wajah, kemudian menjawab lirih. "Aku ingin ke kamar mandi!"
Reaksi suamiku hanya diam. Dan aku bisa melenggang bebas ke ruangan yang berbeda. Jika dekat-dekat mas Erwin, setelah apa yang terjadi, rasanya sesak sekali. Aku seperti sulit bernapas, mungkin aku sudah ada dalam fase dasar dari rasa tertekan.
Ketika aku kembali ke kamar, kulihat suamiku sudah tidak ada. Aku cukup lega, ku raih handuk dan mandi sekalian. Cukup lama aku di dalam kamar mandi, karena aku sedang menghindari mas Erwin.
Setelah membersihkan diri, aku mengambil setelan baju bersih yang rapi. Sedikit tertutup, karena aku baru sadar, hampir di sekujur kulitku tetdapat memar. Entah karena apa, tapi samar-samar aku mulai mengingat. Sepertinya ini ulah mas Erwin semalam selama aku pingsan. Kalau dipikir-pikir, dia adalah pria yang mengerikan.
Aku yang sudah bersih meskipun pikiran masih semrawut, mencoba keluar kamar. Karena kulihat koper mas Erwin ternyata sudah tidak ada di tempat. Sepertinya ia jadi dinas. Hanya saja menunggu aku bangun. Dan benar saja, ketika aku keluar, kulihat mas Erwin sudah rapi dengan kemeja putihnya.
"Runi ... bagaimana tidurnya? Sepertinya nyenyak sekali?"
Pertanyaan itu terdengar seperti sindiran. Karena matahari hampir meninggi. Aku kaget mendengar suara yang tidak asing. Pantas mas Erwin membawakan aku minuman tadi pagi. Oh ternyata ada ibu mertua.
"Bu ... dari tadi?" tanyaku gugup.
"Hemm, tadi kebetulan lewat. Kok pengen mampir," ucap ibu mertuaku dengan senyum ramah.
"Bu, aku berangkat dulu. Takut macet juga," sela mas Erwin sambil melirik kepadaku.
"Iya, hati-hati ya." Ibu mertuaku mengusap pundak putranya dengan lembut. Setelah itu mas Erwin datang mendekat padaku.
"Runi ... aku berangkat."
Aku mengangguk, ingin rasanya tidak meraih tangannya. Namun, di sana ada ibu mertua. Dengan separuh hati, akhirnya ku raih tangan mas Erwin. Ku tempelkan di pipi.
"Jangan mengatakan macam-macam sama Ibu!" ancam suamiku lirih. Aku jelas kaget ketika mas Erwin semakin merapat dan berbisik.
Kulirik wajah ibu, dia tersenyum senang melihat kami. Andai ibu tahu yang sebenarnya terjadi. Aku hanya bisa menahan semuanya sendirian. Rupanya mas Erwin ingin orang tuanya melihat kami baik-baik saja. Dia bahkan sudah terang-terangan mengancam.
"Antar Mas ke depan!" titahnya dengan sorot mata tidak biasa. Aku tahu, sepertinya dia mau berbicara empat mata.
Garasi
Saat mas Erwin memasukkan barang ke dalam koper, dia tidak langsung menutup pintu belakang. Dia malah menarik lenganku.
"Jangan katakan apapun sama ibu."
Aku hanya menatap dan menelan ludah.
"Kau dengar aku?"
Aku mendongak kemudian mencoba menjawab. "Memangnya apa yang harus aku ceritakan pada ibu, Mas?" tanyaku seolah menantang dengan halus.
"Apapun! Apapun yang terjadi antara kita. Jangan pernah sampai ibu tahu."
"Apa tentang Riana?"
Kulihat mata mas Erwin langsung menajam, ia terlihat emosional saat aku sebut nama Riana. Dan itu membuatku semakin sakit hati.
"Kita bicarakan saat aku pulang!"
"Apa kali ini juga pergi dengan wanita itu?" Aku terus memancing mas Erwin hingga ia cerita. Tak kusangka, dia malah menutup pintu mobil dengan kencang. Sepertinya dia marah karena ketahuan main belakang.
"Sepertinya yang semalam belum membuatmu jera?" desis mas Erwin membuatku takut. Apalagi tangannya kembali mencengkram rahangku dengan kuat.
Bersambung
IG Sept_September2020
FB Sept September
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Nor Azlin
itu manusia bertopengkan iblis ...seruni kamu harus membuktikan siapa suami mu itu kalau kamu mau cerita dengan ibu mertuamu ...tunjukan satu bukti agar kamu tudak di persalahkan ...kamu harus kuat menghadapi suami seperti itu & kalau perlu udah kamu ambil semua bukti2 yang berhubungan perselingkuhan suami mu kamu harus cerai dengan nya ...suami mu berani2 nya mengancam kamu itu menandakan kalau dia tidak sungkan2 berlaku lebih kasar atau berbuat yang lebih dasat lagi hingga mendatangkan kecederaan yang sangat fatal ya...semoga aja kamu bisa keluar dari rumah mu itu dengan selamat tampa cedera anggota badan ...lanjut thor
2023-06-12
1
putia salim
erwin bangke anjing
2023-03-16
0
Boru Sianturi Bere Parna
kayaknya dia pria berkepribadian ganda
2023-02-14
0