Hotel

Seruni Dendam Istri Pertama Bagian 3

Oleh Sept

Cukup lama aku menunggu, menanti suamiku keluar dari dalam kamar mandi. Cemas sudah pasti, tanganku pun sudah terasa dingin. Aku gelisah, sungguh tiga bulan ini, baru pertama kali aku merasakan sesuatu yang semakin janggal pada diri mas Erwin.

KLEK

Ketika terdengar suara pintu yang terbuka, bergegas ku tarik kain selimut dan pura-pura tidur. Aku pun menutup mata. Ya, malam ini baju haram yang aku pakai sangat percuma. Karena aku memilih bersembunyi. Aku lari dari kenyataan, takut bila kebenaran itu sangat menyakitkan. Dan ku pikir mas Erwin akan langsung tidur, ternyata pria itu malah keluar kamar. Derap langkahnya sangat pelan, dan aku bisa merasakannya. Sepertinya jelas, bahwa suamiku sudah main belakang.

Baiklah, sepertinya besok aku harus melakukan sesuatu. Sebab aku tidak bisa terus begini. Aku tidak bisa hidup dalam kecemasan seperti ini. Aku harus tahu apa yang mas Erwin sembunyikan dariku. Besok aku akan mengikuti mas Erwin diam-diam. Sepertinya hanya itu cara yang bisa aku lakukan saat ini.

***

Pukul enam pagi, matahari bersinar sangat cerah, tapi tidak dengan hatiku. Pagi-pagi aku sudah di rundung gelisah karena rencana yang sudah aku susun semalam. Aku cemas karena takut ketahuan. Jika sampai mas Erwin tahu, aku tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Tapi sudahlah, aku sudah bertekat, hari ini harus aku ikuti ke mana suamiku pergi.

Seperti biasanya, kami sarapan bersama. Aku melayani suamiku layaknya istri pada umumnya. Ku ambilkan nasi dan lauk kesukaan mas Erwin. Ayam goreng tepung dan sayur sop bening.

Satu-satunya yang aku kagumi dari mas Erwin adalah, meskipun masakanku tidak selezat koki hotel bintang lima, tapi dia selalu memakan makanan buatanku tanpa protes. Seperti pagi ini, meskipun hatiku rasanya campur aduk. Aku memaksa untuk tetap bersikap biasa di depan mas Erwin.

"Lauknya lagi, Mas?" tanyaku menyodorkan sepiring ayam goreng tepung buatanku sendiri. Dia hanya menggeleng, sepertinya tidak mau nambah.

Kulihat piring mas Erwin sudah kosong, sambil tetap makan, aku tetap melirik. Ku curi pandang suamiku yang mulai mengeluarkan gelagat aneh akhir-akhir ini.

"Mana kopiku?" ucap pria yang sudah menghabiskan sarapan bersamaku saat ini.

"Sebentar, aku buatkan."

"Belum buat? Kan biasanya aku kalau ngator ngopi dulu!" ucap mas Erwin dengan nada yang meninggi.

Aku jelas terkejut, mas Erwin memang dingin. Tapi jarang berbicara dengan nada tinggi hanya karena aku lupa membuatkan secangkir kopi.

"Maaf, Mas. Tunggu sebentar, aku buatkan."

Aku mendesis dalam hati, kenapa sampai lupa tidak menyiapkan kopi? Aku tidak pernah pelupa seperti ini. Gara-gara semalam, pikiranku jadi sangat kacau.

Sesaat kemudian aku kembali, hanya sebentar karena aku hanya perlu memasak dari air panas Despenser yang kemudian aku panaskan di atas kompor. Aku lakukan untuk menghemat waktu, ya ... agar suamiku tidak marah. Namun, apa yang terjadi? Kulihat suamiku sudah menenteng tas kerjanya.

"Kopinya, Mas?" seruku sambil mengangkat cangkir kopi agar mas Erwin menatap ke arahku.

Pria itu benar menatapku dengan wajah datarnya.

"Kamu lama sekali, aku sudah terlambat!" serunya kemudian meraih kunci mobil yang semula ada di depan meja TV.

Aku hanya tertunduk, kemudian menahan napas dalam.

"Tutup pintunya!" titah mas Erwin.

Aku pun bergegas, mengikuti suamiku berangkat kerja. Seperti biasa, ku kecupp punggung tangannya. Setelah itu dia masuk mobil. Tanpa melempar senyum atau apapun padaku.

Tidak lama kemudian setelah mas Erwin pergi, aku masuk ke dalam rumah. Aku mengambil tas serta ponsel. Aku sudah janjian dengan taxi online pagi ini. Entah apa yang aku lakukan ini benar atau salah, aku hanya ingin tahu kebenaran. Apa suamiku bekerja atau malah bermain dengan wanita lain di luar sana.

Pukul tujuh lebih tiga puluh menit, taxi yang kusewa seharian ini dengan uang tabungan sisa belanja yang aku miliki, sudah tiba di depan kantor suamiku. Mungkin aku berlebihan hingga menyewa satu taksi sehari untuk membuntuti mas Erwin.

Bagaimana lagi, sepertinya hanya ini yang bisa aku lakukan. Dan sepertinya kecurigaanku benar. Setelah masuk kantor, mobil suamiku keluar lagi.

"Mbak, itu plat nomornya yang sama kaya tadi, kan?" tanya sopir taxi yang usianya kutaksir masih awal 30an.

"Iya, Mas. Tolong ikutin. Tapi jangan dekat-dekat. Jangan sampai ketahuan."

Aku mewanti-wanti agar kami tidak ketahuan kalau sedang membuntuti mobil di depan. Dan hampir saja kami kehilangan jejak karena tersalip beberapa mobil truck di belakang. Membuat jarak kami terlalu jauh.

"Jangan sampai kehilangan jejak, Mas."

"Baik, Mbak."

Sopir itu tidak banyak bertanya, mungkin asal aku membayar banyak, dia tidak akan tanya macam-macam. Toh ini juga bukan urusan dia.

Aku lega, ketika mobil putih milih mas Erwin terlihat sedikit dekat. Meski juga was-was. Jarak kami terlalu dekat.

"Mas, pelan sedikit. Jangan sampai mobil di depan curiga."

"Baik, Mbak."

Aku bisa merasa, laju mobil yang aku tumpangi mulai pelan.

"Mbak, mobil di depan belok kanan. Apa kita ikuti atau tunggu di depan sini."

Aku menatap jendela, mataku langsung perih. Kulihat tulisan hotel begitu besar, seketika perutku langsung mulas. Ya, kalau banyak pikiran aku langsung mual.

"Mbak?" panggil sopir taksi online itu sambil menoleh ke belakang. Mungkin dia melihat betapa pucatnya wajahku saat itu.

"Masuk! Ikuti saja," ucapku dengan suara lirih. Sungguh aku ingin pergi dari sana. Ingin menghilang, ingin menutup saja mata dan telinga ini. Lebih baik aku tidak tahu apa-apa. Ya, sepertinya aku mulai dilema dengan apa yang sudah aku lakukan ini.

"Baik, Mbak."

Mobil yang aku sewa ini pun masuk ke parkiran hotel. Cukup lama aku terdiam, ingin masuk tapi takut.

'Apa sebaiknya aku kembali?' batinku takut melihat kenyataan yang mungkin membuatku sakit hati.

Aku menggeleng keras, jika ini terus berlangsung, aku pastikan aku akan mati menjadi hantu penasaran. Sudah sampai sini, aku harus masuk.

"Tunggu di sini, Mas."

"Baik, Mbak."

Aku mengeluarkan beberapa lembar uang warna merah, agar sopir itu tidak pergi. Dengan jantung yang memburu, aku melangkah hati-hati masuk hotel.

Sampai di lobby hotel, ku lihat sekeliling. Aku lantas berbalik saat melihat punggung suamiku. Ku lihat dia akan naik lift. Tangannya menenteng paper bag, entah apa isinya. Aku semakin penasaran, sebab dari dalam tas itu menyembul beberapa bunga segar.

Setelah dia naik lift, aku buru-buru mempercepat langkah kaki ini. Kulihat ke lantai berapa suamiku pergi. Begitu tahu lantai berapa, aku langsung menyusul dengan lift yang ada di sebelahnya. Kutekan tombol lift agar cepat menutup karena aku sungguh buru-buru, tidak ingin kehilangan jejak.

"Ku mohon ... cepatlah!" gumamku saat lift mulai naik.

Beberapa menit kemudian. Pintu lift mulai terbuka, aku keluar dengan cemas. Jantungku kembali berpacu saat kulihat mas Erwin berjalan membelakangiku. Aku langsung berbalik, sembunyi di balik pot besar agar tidak ketahuan.

Kulihat dari jauh, mas Erwin masuk ke dalam sebuah kamar yang dibuka dari dalam. Dan ketika sosok suamiku menghilang di balik pintu, aku tidak bisa berpikir lagi. Aku ingin pulang, aku tidak berani melanjutkan semua ini, sepertinya aku pengecut.

Air sudah menggenang di mataku, rasa perih sudah menusuk hati ini. Dengan langkah gemetar aku maju. Langkah demi langkah ku lalui dengan berat. Hatiku ingin mundur, tapi kaki ini terus maju.

Tok tok tok ...

Bersambung.

Terpopuler

Comments

komalia komalia

komalia komalia

aku ikut tegang

2024-02-14

1

SyaLmaida Hermani

SyaLmaida Hermani

rasa2 ikut nguntit. 😄

2023-03-19

1

meE😊😊

meE😊😊

ini jdul y d gnti yaa??

2023-01-29

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!