Pria Kejam

Seruni Dendam Istri Pertama Bagian 10

Oleh Sept

Hati siapa yang akan tahan diperlakukan seperti ini? Aku selama ini bertahan meskipun mas Erwin sangat dingin. Karena aku yakin, semuanya akan berubah bersama dengan waktu. Tapi aku salah, ternyata dugaanku keliru. Pria ini sudah main kasar dan dengan puas menyiksa fisik serta batinku.

Dengan tubuh yang masih ngilu, perih, sakit, aku bangkit. Aku mandi sebentar, menghapus jejak keringat mas Erwin yang masih terasa di tubuh ini. Jijikkk, muak, mual ... aku menjerit keras di dalam kamar mandi. Mengeluarkan semua sakit hatiku. Sampai terasa sesak untuk bernapas. Sikap mas Erwin sudah tidak bisa lagi aku tahan.

Beberapa saat kemudian

Aku sudah bersiap, sudah aku putuskan. Aku tidak mau lagi diperlakukan seperti binatang oleh suamiku sendiri. Aku yakin, berikutnya pasti akan aku dapatkan tekanan dan siksaan yang lebih dari apa yang sudah aku dapatkan. Tidak mau mati menderita, biarlah hidup tanpa uang dan fasilitas mahal dari mas Erwin. Aku hanya ingin pulang kembali. Ya, meski aku tidak punya rumah. Setidaknya aku punya bahu untuk bersandar. Ya, aku masih punya bu Fatimah. Meski bukan ibuku sendiri, setidaknya dia sangat sayang padaku.

Sedangkan pada ibu mertua? Aku tidak berani mengusik beliau. Pasti beliau akan menihak mas Erwin. Karena bagaimana pun juga mas Erwin adalah putranya. Dan aku, aku bukan siapa-siapa. Mereka orang kaya, mereka pasti bisa melakukan apa saja. Tidak punya pilihan, aku akan pulang ke panti asusah.

Sebelum mas Erwin kembali, aku cepat-cepat mengambil apa yang bisa aku gunakan. Ada uang sisa tabungan belanja bulanan yang selalu diberikan lebih banyak oleh mas Erwin. Untuk perhiasan saat pernikahan, aku tidak berani menyentuhnya. Aku tidak mau terjerat lagi dengan pria berhati kejam tersebut.

Aku hanya membawa uang dan beberapa lembar pakaian. Setelah itu langsung mengambil sepatu sendal lalu keluar dari rumah. Yang penting aku pergi dulu, itu yang paling penting bagiku saat ini.

Baru akan kabur dan tanganku masih menyentuh knop pintu. Ku dengar klakson di depan pagar. Panik, aku langsung menyembunyikan tas yang tadi aku bawa. Aku lempar ke bawah ranjang agar tidak ketahuan.

Tin tin tin

Mas Erwin membunyikan klakson mobilnya sekali lagi. Itu artinya dia ingin aku segera membuka pagar. Dengan cepat aku bergegas, tapi untuk jalan cepat membuatku merasakan sakit. Ya, gara-gara mas Erwin yang sangat kasar, aku harus menanggung kesakitan.

"Lama sekali!" teriak mas Erwin yang masih duduk di dalam mobil. Ia membuka kaca mobil sedikit lalu berteriak menatap ke arah ku. Dan Aku langsung menundukkan wajah.

Semakin ke sini, mas Erwin semakin memperlihatkan dengan jelas sifat aslinya, dan jujur itu sedikit membuatku takut. Bagaimana pun juga dia pria, sedangkan aku hanya wanita, jelas kalah otot jika aku melawan. Yang ada aku hanya akan mati konyol.

"Cepat kunci pagarnya!" ujarnya lagi dengan nada tinggi.

Aku menurut, ingin rasanya kakiku melompat keluar melewati pagar. Tapi aku yakin, pria ini pasti akan mengejar dan aku pasti tertangkap. Belum juga kabur, jantungku sudah berdebar kuat.

Setelah aku menutup pintu pagar, aku lantas berbalik. Kemudian menyusul mas Erwin ke dalam rumah. Ku lihat dia berdiri di ambang pintu, semakin aku mendekat, jantungku semakin memburu. Dan saat aku masuk, mas Erwin langsung menutup pintu rumah kami.

"Siapakan air hangat! Aku mau mandi!" titahnya kemudian melemparkan tubuhnya ke atas sofa.

Aku tidak berani menatap lama, langsung saja beranjak pergi ke kamar mandi. Ku siapkan air hangat sesuai perintahnya. Setelah air sudah memenuhi bathtub dan kurasa suhunya pas, aku pun keluar. Kulihat mas Erwin sedang menghisap sesuatu.

"Airnya sudah siap," ucapku lirih.

"Hemm."

Dia hanya berdehem, kemudian melirik ponsel yang ada di depannya. Kalau kulirik, sepertinya ada pesan masuk. Kemudian dia membacanya dan menelpon. Mas Erwin sempat menatapku, seolah meminta aku pergi agar tidak mendengar dia bicara di telpon.

Bukannya pergi jauh, aku malah menguping di balik gorden pembatas ruang tamu. Ku tajamkan pendengaran, karena ingin tahu apa yang mas Erwin katakan.

"Tidak bisa ... malam ini aku tidak bisa keluar."

Meski tidak jelas, aku bisa mendengar sedikit-sedikit.

"Tidak usah khawatir ... jangan cemas. Lusa ... ya. Sampai jumpa."

Aku langsung berbalik saat mas Erwin berhenti bicara.

"Runiiii!"

Ternyata dia malah memanggilku.

"SERUNI!"

Aku makin gelisah saat panggilan itu berubah menjadi teriakan.

"Ya."

Takut-takut aku mendekat, kulihat di meluruskan kakinya di atas meja.

"Lepaskan sepatunya!"

Sebenarnya aku tidak apa-apa selama ini, tapi karena setelah apa yang terjadi, rasanya aku muak sekali. Ingin aku tendang kaki itu.

"Ambilkan handuk!" titahnya lagi setelah aku selesai melepaskan kaos kaki hitam yang ia kenakan.

Aku pun ke kamar, menuju lemari di mana aku menyimpan handuk bersih yang sudah dicuci. Ku raih satu dan akan kuberikan pada mas Erwin. Tapi di mana dia? Kenapa dia tidak ada? Pria itu tiba-tiba hilang dari pandangan.

Bluk ...

Bulu kuduku merinding saat pria itu tiba-tiba berdiri di belakangku. Susah payah aku menelan ludah karena ketakutan. Mas Erwin yang sekarang bagiku sangat mengerikan. Dia bersikap sangat kejam ketika sudah mendekatiku. Mungkin aku terkena trauma, hingga ngeri sendiri di saat seperti ini.

"Ini handuknya," ucapku sedikit gemetar.

Mas Erwin meraih handuk pemberian dariku, tapi tangannya kemudian mengusap perutku dengan sengaja. Semakin tak karuan lah debaran jantungku dibuatnya. Jika dulu aku sangat ingin sikap hangatnya, belaiannya, sekarang aku malah diliputi ketakutan yang besar.

"Kau takut padaku?" tanya mas Erwin tepat di telingaku. Siapa yang tidak gelisah, seketika kakiku langsung lemas.

"Jangan takut, jika kau menuruti apa mauku ... aku pastikan ... kamu akan selamat."

DEG

Hampir saja jantung ini berhenti berdetak, apalagi ketika mas Erwin memutar tubuhku cepat, hingga kini kami saling berhadapan. Tangannya menyentuh daguku, kali ini dia tidak mencengkram seperti sebelumnya. Dia menyentuh dengan lembut, tapi malah membuatku bergidik ngeri.

Takut menatap mata pria kejam itu, aku menundukkan wajah, tapi mas Erwin langsung mengangkat daguku tinggi. Pria itu merendahkan kepalanya sedikit, perlahan wajah kami semakin mendekat. Panik, aku memejamkan mata.

Harusnya aku bahagia? Harusnya aku bersedih? Meski dia menyesapku dengan dalam dan lama, mengapa hatiku malah terasa begitu kosong dan hampa? Apa rasaku telah hilang, seiring dengan sikap kasaranya? Setelah dia membawa pulang wanita? Entahlah, yang pasti sentuhan ini semuanya terasa hambar. Yang ada hanya rasa takut. Takut jika dia kembali menyiksaku lagi.

Seperti saat ini, aku mencengkram kuat kancing bajuku, tapi mas Erwin malah menarik tanganku. Dia melepaskan apa yang sudah aku usahankan untuk kututupi. Hingga apa yang ku sembunyikan terbuka sempurna.

Aku menjerit keras, jeritan yang hanya mampu ku dengar sendiri. Aku sudah menikahi pria psikopettt. Pria kejam yang ternyata memiliki ganguan mental. Bagaimana bisa dia bersenang-senang di atas penderitaanku?

"Sakit!" ucapku lirih dan dia sama sekali tidak peduli. Terus saja melakukan apa yang menjadi fantasianya. Menciptakan kepuasann dengan menyakiti pasangan.

***

Dua jam kemudian

Mas Erwin sudah tertidur pulas di sebelahku. Susah payah aku bangun dengan tubuh memar yang baru. Aku beranjak pelan agar dia tidak terbangun. Jika aku tetap menurut, aku yakin keluar dari sini aku sudah berubah menjadi mayatt!

Dengah tenaga yang tersisa. Aku meraih blazer lengan panjang yang tergantung di balik pintu. Aku kenakan itu untuk menutupi memar di lengan dan bagian yang lain. Setelah itu, aku merunduk ke bawah ranjang. Ku raih tas yang semula ingin aku bawa kabur. Tas yang isinya uang tabungan yang mungkin tidak seberapa itu. Tapi mungkin cukup untuk pulang ke Jawa.

KLEK

Pelan sekali aku putar knop pintu takut jika mas Erwin bangun. Singa itu sangat mengerikan, raja tega dan sangat kejam. Jika dia bangun, aku takut entah akan diapakan diriku ini.

Tap tap tap

Pelan sekali, aku melangkah sambil berjinjit. Takut jika mas Erwin bangun.

KLEK KLEK KLEK

Aku panik, pintunya terkunci. Kucoba kunci yang ada, tapi tidak ada yang pas. Keringat dingin sudah membasahi seluruh dahiku. Aku panik, takut ketahuan.

Bersambung

Cepet Runi!!! Nanti ketangkap suamimu yang psikopettt itu.

IG Sept_September2020

Fb Sept September

Terpopuler

Comments

komalia komalia

komalia komalia

bodoh kabur nya di saat suami mu lagi kerja ini lagi tidur malah sama dengan cari mati kamu

2024-02-14

1

Anisatul Azizah

Anisatul Azizah

BDSM😭

2024-02-11

0

Bunda Aish

Bunda Aish

kabur run, sebelum kamu tambah disiksa

2023-06-22

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!