7

"Duh.. sakit semua." Sani melirik sebentar sambil merasakan apa yang menimpa tubuhnya saat ini. Luka bekas terseret terasa perih dan masih terasa ngilu di bagian tertentu. Lalu matanya mengedar. Dilihatnya semua yang ada di sekelilingnya.

"Apa aku di rumah sakit?" Setelah melihat keadaan sekitar ruangannya mirip sebuah ruangan rumah sakit. Sani kembali memutar memori ingatannya yang sempat tak sadarkan diri beberapa waktu yang lalu.

Sani berusaha bangkit dari tempat tidur. Kabel panjang yang sedang menginfus bagian lengan nya agak tertarik tanpa Sani sadari.

"Awww.. " Sani meringis sambil menatap jarum yang masih tertancap di bagian lengannya.

"Anda sudah sadar nona?' Seorang perawat mendekati Sani.

"Iya Sus." Sani melihat wajah suster yang ada di depannya.

"Alhamdulillah." Dia terlihat senang.

"Maaf suster. Saya boleh tidak mencabut selang ini?" Sani hendak berniat meninggalkan rumah sakit karena merasa khawatir akan tagihan yang akan ditanggungnya.

"Apa anda sudah merasa baikan?" Suster itu bertanya meyakinkan Sani akan keadaannya.

"Iya suster. Saya sudah baikan. Saya harus pulang sekarang." Terlihat wajah Sani agak panik.

"Baiklah akan saya panggilkan dulu dokter ya!" Jawab suster menanggapi permintaan Sani.

"Eh tunggu sus." Sani menahan kepergian suster.

"Iya. Ada yang perlu saya bantu?" Suster itu tersenyum ramah.

"Maaf suster kira-kira... saya harus membayar biaya perawatan saya berapa ya?' Sani dengan gugup menanyakan perihal biaya rumah sakit.

"Oh.. rupanya anda mengkhawatirkan itu toh!" Suster itu tersenyum melihat tingkah Sani.

"Iya. Saya tidak bisa lama-lama Sus. Saya tidak membawa uang banyak." Sani khawatir kalau tagihan rumah sakit tak mampu dia bayar. Karena uang yang ada di kantong nya hanya ada sekitar 500 ribu rupiah. Itupun pemberian mbak Ira ketika Sani pergi meninggalkan rumahnya.

"Jangan khawatir biaya rumah sakit sudah dibayar lunas sama penolong anda nona. Bahkan dia menitipkan amplop ini pada saya." Suster itu menyodorkan sebuah amplop pada Sani.

"Oh begitu ya?" Sani kini merasa tenang. Tapi beberapa saat kemudian Sani teringat akan perbuatannya pada sopir yang membawanya pergi. Pastilah kini Sani sedang dicari karena sudah lari seperti seorang buronan.

"Maaf suster sepertinya saya harus pergi sekarang. Saya harus pulang." Wajah Sani kembali panik.

"Iya sebentar ya! Saya akan panggilkan dokter untuk izinnya." Suster itu pun berlalu meninggalkan Sani dan memanggil dokter jaga yang ada di ruang UGD.

Keduanya berjalan iringan mendekati Sani.

"Bagaimana nona? Anda sudah kuat berjalan?" Dokter itu menanyakan keadaan Sani.

"Alhamdulillah dok, saya sudah baikan!" Sani berbohong. Padahal seluruh badannya masih terasa sakit.

"Baiklah. Anda bisa rawat jalan kalau keadaannya masih sakit. Kalau anda ingin rawat inap itu lebih baik. Agar kami bisa memantau keadaannya." Saran dokter jaga yang baru dipanggil suster.

"Tidak dok. Saya sudah baikan kok!" Jawab Sani yang ingin segera keluar dari rumah sakit.

"Baik. Saya akan resepkan beberapa obat untuk nona. Nanti bisa di rumah diolesi salep dan dimakan obatnya."

"Tolong suster buka infusnya!" Perintah dokter pada suster.

"Baik dok!" Tak lama suster pun membuka selang infus dan jarum yang menancap di lengan Sani.

"Ini resep obatnya. Nanti nona bisa bawa disebelah sana ya!" Dokter itu dengan ramah menunjukkan tempat pengambilan obat.

"Baik dokter. Saya ucapkan terimakasih." Jawab Sani.

"Iya. Cepet sembuh!" Dokter itu pun berlalu meninggalkan Sani. Sani berjalan ke tempat pengambilan obat walau dengan berjalan tertatih.

Lalu Sani berjalan keluar ruangan UGD tanpa alas kaki. Beberapa orang memperhatikan nya. Tapi pikiran Sani belum sadar kalau sepasang sepatu nya tertinggal di tempat kecelakaan. Dia masih bingung kemana harus melangkah. Dia pun tak menyadari bahwa kakinya berjalan tanpa menggunakan sandal atau alas apapun.

Tiba-tiba terdengar suara adzan yang menyadarkan Sani untuk melakukan kewajibannya shalat lima waktu.

"Ah sepertinya aku harus ke mushola atau ke mesjid terdekat. Mudah-mudahan mereka tidak menemukan aku disini." Gumam Sani sambil berjalan tertatih.

"Maaf mbak.. anda mau pergi kemana ya?" Seorang satpam yang dari memperhatikan Sani bertanya karena melihat Sani agak kebingungan ditambah penampilan Sani yang mengkhawatirkan yaitu olesan obat merah dan perban di beberapa bagian lukanya.

"Saya mau shalat pak. Diaman letak mushola atau mesjidnya?" Tanya Sani pada Satpam.

"Oh mari saya antar dek. Dan pakailah ini!" Rupanya satpam tadi merasa kasihan melihat Sani tanpa alas. Dan hatinya terasa terenyuh melihat Sani mencari Mushola walau dalam keadaan sakit seperti itu.

"Oh iya terimakasih pak!" Lantas Sani pun memakai sandal yang diberikan oleh pak Satpam.

"Apakah adek tidak ada yang menjemput?" Tanya satpam.

"Tidak pak!"

"Lalu siapa tadi yang mengantarkan adek kesini?" Satpam kembali bertanya.

"Saya juga tidak tahu pak! Katanya ada yang menolong saya membawakan kesini." Sani menjawab seadanya.

"Oh.. apa anda korban tabrak lari?"

"Mungkin."

"Kok mungkin?" Satpam tadi menatap Sani heran.

"Iya. Saya tidak tahu mungkin karena saya pingsan. Tahu-tahu saya sudah disini." Sani memberikan alasan yang bisa diterima satpam ini yang terus saja bertanya.

"Adek rumahnya dimana?"

"Ini ada dimana ya pak?" Sani malah bertanya balik.

"Ini daerah Jakarta dek." Jawab Satpam.

"Apa Jakarta?" Sani terkejut seketika itu juga Sani limbung. Untung Satpam tadi menahan badan Sani agar tidak terjatuh.

"Kenapa adek kaget begitu?"

"Sa saya... " Sani memegang keningnya lalu menatap wajah satpam itu dengan bingung.

"Adek bukan orang sini?" Satpam tadi menebak kebingungan Sani.

Sani mengangguk.

"Ya sudah kita sholat dulu ya! Apakah adek bisa shalat dengan keadaan seperti itu?" Satpam melihat sekujur tubuh Sani yang masih terluka tidak memungkinkan terkena air.

"Mungkin saya tayamum aja ya pak!" Sani menjawab.

"Iya tayamum saja. Sholatnya bisa sambil duduk di kursi. Biar nanti saya bantu." Satpam tadi dengan baik hati menawarkan bantuan.

"Terimakasih pak!" Sani mengucapkan terimakasih untuk membalas kebaikannya.

Setelah membantu Sani dia pun berlalu mengambil air wudhu dan shalat di shaff bagian laki-laki.

Sani tertatih membawa mukena, lalu setelah dia memakai mukena Sani duduk untuk menunaikan shalat.

Setelah Shalat Sani tak lupa berdzikir dan berdoa. Lalu menyimpan mukena itu kembali di tempatnya. Lalu berjalan keluar dari mesjid.

"Adek mau pulang kemana sekarang?" Satpam tadi rupanya menunggu Sani di luar.

"Sa saya... " Sani tertunduk. Bingung harus kemana Sani melangkah.

"Saya bisa mengantarkan adek kalau adek mau diantar." Satpam tadi menawarkan untuk mengantarkan Sani.

"Rumah saya jauh pak! Saya juga sudah diusir sama ibu saya. Jadi saya bingung harus kemana." Sani menunduk matanya berkaca.

Terpopuler

Comments

budi artwork

budi artwork

Jadi penasaran

2023-01-25

0

Yuli Fitria

Yuli Fitria

Aku pikir kamu bakal di tolong yang nyerempet, Ah Sani ... ke sini aja deh kamu

2022-12-05

0

R.F

R.F

semangat 2like hadir thor sayang

2022-10-20

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!