Nama lengkapnya Sani Meilani putri. Nama yang tertera di sebuah buku rekening satu bank ternama yang baru saja dia buat satu bulan yang lalu. Wanita itu tengah menatap lamat-lamat nama putrinya yang diketik rapih oleh sebuah komputer. Dalam hatinya dia sedang berbicara, antara menyesal dia lahir menjadi seorang perempuan atau entah dia harus gembira karena uang 2 milyar akan segera masuk ke rekening ini.
Nama ini diambil dari nama kedua orangtuanya yang tak resmi menjadi pasangan, lebih tepatnya dia lahir dari sebuah hubungan sesaat karena transaksi.
Sejak awal memang Sani tidak diharapkan hadir menjadi seorang perempuan bahkan kalau bisa meminta dia tak lahir ke dunia.
Entahlah karena dorongan hati yang merasa iba, Mei terpaksa melahirkan Sani dan mengurusnya sampai usia 17 tahun.
Kalaulah dia lahir menjadi laki-laki mungkin akan beda ceritanya. Dia tidak akan susah-susah mengusahakan agar mendapatkan harga terbaik untuk masa depannya. Ya dia baru saja bertransaksi menjual Sani dengan harga 2 milyar agar kelak dia bisa diperistri oleh seorang yang kaya raya.
Dia menutup rapat rekening itu bersamaan dia pun harus menutup rasa ketegaannya seorang ibu. Ini alasannya kenapa dia menjadi ibu yang sangat dingin bahkan tak punya perasaan pada Sani. Agar suatu saat ketika dia berpisah dengan anaknya, hatinya tidak terlampau sakit. Hal yang sama pula yang telah dilakukan oleh ibunya Mei pada dirinya.
'Mana handphone mu?" Mei dengan wajah dingin meminta handphone Sani untuk diserahkan.
Sani dengan penuh kepasrahan menyerahkan handphone miliknya pada Mei. "Nih bu!" Dia berkata dengan suara lirih. Tak sedikitpun ada niat untuk melawan dalam hatinya apalagi memberontak menanyakan alasannya.
Itulah yang dilakukan gadis cantik bermata indah yang nyaris sempurna seperti mata diamond. Selama ini dia tak berani melawan ataupun membantah apa yang diperintahkan ibunya pada Sani. Dia memilih seperti budak yang patuh pada majikannya ketimbang menjadi anak manja.
Ada rasa takut yang lebih yang telah mengakar dalam dirinya, ya jika ibunya marah atau meninggalkannya. Karena menurut pikirannya, dialah satu-satunya harta yang dimilikinya di dunia ini. Apapun yang dilakukan Mei, Sani lebih memilih jadi anak penurut.
Bisa dikatakan selama ini perlakuan Mei dibilang dingin. Tapi tak menyurutkan Sani untuk tetap menyayangi dan mencintainya. Sejak kecil dia sudah terbiasa mandiri. Dia sigap mengurus dirinya juga ibunya mulai dari membersihkan rumah kontrakannya, mencuci baju dan menyiapkan kebutuhan ibunya selama ini.
Kalau mau dikatakan lelah, ya pastinya lelah. Tapi yang penting buat Sani asal ibu senang Sani pun bahagia.
Berbeda dengan anak-anak seumuran dirinya yang banyak menghabiskan waktu dengan nongkrong sana nongkrong sini, main sana main sini. Sani malah lebih banyak menyibukkan dirinya membantu Mei mengurus salon kecil-kecilan nya selepas sekolah dibantu Ira.
Seperti malam ini. Sani memilih mengistirahatkan tubuhnya untuk bisa bangun lebih pagi seperti biasanya. Tanpa banyak mengeluh ataupun menyesal lahir dari seorang wanita mantan kupu-kupu.
Tidurnya begitu lelap tanpa banyak beban. Setelah aktivitasnya menyelesaikan pekerjaan rumah dan mengerjakan tugas sekolah Sani memilih untuk tidur di awal waktu.
"Mei kamu lagi ngapain?" Ira mendekati Mei yang sedang sibuk memilih baju. Tetapi yang ditanya seperti tak mendengar pertanyaan wanita yang disebelahnya. Dia cuek dan tetap fokus dengan pekerjaannya tanpa melirik sedikitpun pada Ira.
Ira hanya menghela nafas panjang. Dia tak pernah tersinggung dengan sikap Mei yang dingin bahkan cenderung kasar. Wajah itu sudah seperti kuah bakso asam pedas yang biasa disantapnya setiap dirinya merasa lapar. Ya seperti bakso mas Amin kesukaannya.
Ira merasa bersyukur bisa berteman dengan Mei. Karena dialah juga yang bisa melepaskan jeratan mamah Banyu atas kontrak hidupnya sebagai kupu-kupu. Bahkan sekarang dia bisa menghirup udara kebebasan dari lelaki hidung belang. Dia sangat suka tinggal bersama Mei, dan dengan sukarela membantunya di salon kecilnya itu walau tanpa bayaran sekalipun. Dia akan menerimanya dengan bahagia.
Setelah menyiapkan satu gaun yang pantas, Mei menggantungnya di atas dinding yang tertancap paku.
"Wah baju siapa Mei? Buat Sani ya? Ko aku baru lihat Mei. Kapan kau membelinya?" Dengan mata membulat dan mulut terbuka dia takjub dengan gaun yang baru saja digantung Mei. Pandangannya tak mau lepas dari baju itu. Dia mengusap gaun itu dari atas sampai bawah dengan penuh ketakjuban.
"Ini pasti mahal ya Mei? Beli dimana? Aku juga mau kalau nanti punya uang." Terbersit dalam hatinya untuk memiliki baju seindah dan semahal gaun yang baru saja dirabanya. Tapi buat Ira itu sekedar khayalannya saja. Darimana dia akan memperoleh uang yang bisa diperkirakan puluhan juta rupiah. Dia tahu sedikit mengenai fashion dari hasil searching mbah google saja. Sebenarnya minat dan bakat yang Ira miliki memang mengarah pada desainer. Makanya dia betah berlama-lama melihat tayangan atau postingan seputar fashion.
Ira mengatur nafasnya kembali Untuk mengembalikan dunia khayalannya ke dunia kenyataannya. Untuk sekedar makan bakso saja dia masih menumpang belas kasihan Mei selama ini. Kalau pun dia mempunyai uang itupun hanya cukup untuk membeli baju dengan harga pasar dan bedak dengan merk dagang yang lumrah dipakai perempuan lainnya.
"Eh ko sudah tidur?" Ira kembali menatap Mei yang sudah terbaring di kasur yang biasa ditempatinya berdua dengannya.
"Berisik!" Mei hanya mendengus dengan satu kata. Ira pun mengerti dan mengatup kedua bibirnya agar tidak berbicara lagi. Dia mengikuti Mei membaringkan tubuhnya di samping pahlawan wanitanya. Dia pun terlelap di dunia mimpi dengan berharap ada pangeran berkuda membawa sekantong berlian untuk ditukar dengan satu gaun yang baru saja dilihatnya.
Pagi buta Sani sudah terbiasa terbangun. Dia membiasakan diri sholat tahajud seperti yang diajarkannya ketika masih mengaji di ustad Komar. Waktu kecil dia rajin mengaji. Selain tidak dilarang dia pun banyak waktu sendirian di rumah karena Mei sibuk bekerja di mamah Banyu. Sesudah menunaikan tahajud dia pun segera bergegas ke dapur menanak nasi di magicom dan menyiapkan sarapan pagi seperti biasanya sambil menunggu adzan subuh. Setelah adzan subuh dia pun bergegas shalat dan mandi.
"Tak usah pake seragam!" Suara itu mengejutkannya. Lantas Sani pun menanggalkan seragam sekolahnya.
"Pakai ini!" Mei mengulurkan tangannya dan memberikan gaun itu.
Sani menatap gaun hitam tanpa lengan dengan panjang selutut model umbrella. Hiasan batu-batu cantik di dadanya terlihat indah. Sani merasakan sesuatu akan terjadi dengan dirinya. Dia melirik sebentar menatap wajah ibunya. Dia merasa pagi ini adalah perpisahan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
budi artwork
semangat thor
2023-01-25
0
Najwa Nibras
yahh ijal cepet dongk datang .!! jangan jadi pangeran kesianagan. !!!!
2022-12-23
0
Yuli Fitria
Ah... Sani 🤧
2022-12-04
1