4

Hatinya berkabut kesedihan.

"Bu... aku rela ibu menyuruh apapun. Tapi Sani mohon! Jangan lakukan ini bu! hik hik hik." Sani melorot memeluk kaki ibunya dengan erat. Dia tak kuasa menitikkan air mata.

"Kalau kamu tidak mau, apa kamu ingin ibumu yang pergi?" Mei membentak dan menghentakkan kakinya sehingga Sani melepaskan pelukkan dari kaki ibunya, terpelanting.

Sani duduk bersimpuh. "Sani mohon bu...Sani mau belajar dengan baik dan akan berusaha bekerja untuk ibu. Tapi Sani mohon...kita jangan berpisah bu! hik hik hik.. Sani menangis dan bahunya sesekali bergetar menahan kesedihan yang selama ini dia takutkan.

"Bekerja? Mau jadi apa? Apakah kamu bisa mencari uang bermilyar-milyar dan mengangkat hidupmu dalam waktu cepat. Hah?" ibunya mendengus memalingkan muka kesal.

"Sani mohon bu... " Dengan badannya yang bergetar Sani mendongak dan berusaha memohon pada Mei.

"Ibu hanya meminta satu hal dari kamu jika kamu ingin kamu dan ibu selamat. Pakai baju ini dan berhias lalu ikuti orang yang akan menjemputmu!"

Mei berkata tegas agar Sani mau mengikuti perintahnya.

"Tapi bu.. Sani tidak mau berpisah sama ibu. Sani juga... hik hik hik" Dia kembali menangis tak mampu mengutarakan isi hatinya. Dia tak mau menjadi perempuan pelacur yang dijual ke mamah Banyu.

"Sekali lagi kamu membantah ibu, ibu yang akan pergi dan tak akan bertemu kamu lagi!" Mei menghentakkan kembali kakinya agar lepas dari tangan Sani. Dan berjalan ke arah pintu meninggalkan Sani menangis di dalam kamarnya.

Ira yang sudah bangun berdiri di ruang tengah. Mendengarkan apa yang baru saja terjadi. Dia terdiam tak berani bicara sepatah katapun.

"Dandani dia!" Mei memerintahkan Ira untuk mendandani Sani. Mei pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Dengan langkah yang digusur karena keseleo, Ira membawa peralatan rias ke kamar Sani.

Ira dengan meringis menahan rasa sakit berjalan tertatih untuk duduk ditepian kasur Sani. Dia menatap Sani yang masih menangis. Hatinya begitu sakit melihat anak gadis itu begitu bersedih. Dari kemarin Ira sudah menduga bahwa Mei sudah melakukan transaksi dengan mamah Banyu. Dia sengaja memancing-mancing agar Mei bicara, tapi hasilnya Mei begitu rapat menutup mulutnya. Sampai pagi ini, dugaannya menjadi kenyataan.

"Sani sini sayang!' Ira menepuk kasur disampingnya, agar Sani mendekat.

Sani mendekat dengan sesenggukan lalu duduk di samping Ira. Matanya sembab dan air matanya terus meleleh.

Jari-jari Ira mengusap air mata yang jatuh di pipi Sani.

"Sayang... ibumu lebih tahu apa yang terbaik untukmu. Kamu jangan bersedih! Kita tidak akan berpisah. Kamu hanya perlu bertemu seseorang yang akan menjagamu seumur hidupmu. Jangan seperti kami!" Ira mengusap lembut rambut Sani yang terurai setengah pinggang.

"Sani.. tidak boleh menolak?" Sani berkata lirih.

"Sani ikuti saja kata ibumu!" Ira menoleh ke arah pintu memastikan Mei tidak ada di sana. Lalu dia berbisik di telinga Sani.

Sani mendengarkan apa yang dibisikkan Ira. Dia menautkan kedua alisnya melihat Ira. Ira hanya mengangguk.

Sani terdiam sedang berpikir, mengenai apa yang dibisikkan Ira padanya.

"Sani kita bersegera. Nanti keburu ibumu marah." Ira mengajak Sani untuk berganti pakaian.

"Tapi mbak.. saya tidak biasa memakai baju terbuka." Protes Sani pada Ira.

"Ingat apa kata mbak Ira tadi!"

Sani mengangguk pelan.

"Yuk pakai dulu pakaiannya" Nanti mbak sulap kamu jadi princess nya mbak." Ira menghibur Sani agar tidak lagi menangis.

Padahal hatinya sangat sakit harus berpisah dengan anak yang dari bayi merah sudah dalam asuhannya. Sani sudah seperti anaknya sendiri

Sejak Ira lepas dari mamah Banyu, Ira tak berniat menikah atau pun berhubungan dengan laki-laki. Padahal wajah Ira terlihat manis. Jika dia berniat untuk menikah pasti ada laki-laki yang mau seperti mas Anto yang profesinya sebagai nelayan.

Ira mulai merias anak gadis 17tahun itu dengan riasan tipis. Hatinya terasa diiris-iris manakala dia sesenti demi sesenti merias Sani. Matanya mulai berkaca-kaca. Dia tak ingin terlihat sedih di mata anak itu.

Ira mengambil kaca bulat lalu menyodorkannya pada Sani.

"Lihat princessnya mbak begitu cantik." Ira menatap kagum akan kecantikan Sani.

Sani melihat wajahnya di cermin. Dia merasa seperti wanita dewasa dengan tampilan make up.

"Ayo berdiri! Biar mbak foto dulu!" Ira menarik Sani untuk berdiri.

"Nggak usah mbak. Aku malu tidak menutup aurat." Protes Sani yang sudah terbiasa menutup aurat.

"Buat kenangan. Biar nanti mbak aja yang menyimpannya." Terang Ira langsung menekan tombol kamera dengan cepat.

Tid

Tid

Tid

Suara klakson mobil terdengar jelas di depan rumah.

"Sani pakai sepatunya. Nanti ibumu keburu marah." Ira menyodorkan sepasang sepatu silver bertaburan manik-manik sangat cocok dipakai dengan gaun yang sudah dikenakan Sani. Cukup elegan.

"Mbak.. kakinya bengkak sama biru banget." Sani melihat kaki Ira membiru.

"Iya, sebentar lagi mbak mau ngajak mas Bejo ke tukang urut. Ingat ya kata mbak! Berdoa dulu!" Sani mengangguk.

Ira memeluk Sani untuk terakhir kalinya dengan erat. Dia berharap Sani akan beruntung.

"Pergilah! Ibumu sudah menunggu." Ira mengusap bahu Sani.

Langkah Sani begitu gontai. Perasaan sudah tak bisa ditata dengan baik. Dia hanya mengikuti perintah Mei. Sani melirik kebelakang menatap Ira yang masih duduk di kasurnya. Ira melambaikan tangannya bulir air matanya sudah berkumpul. di ujung kelopak matanya. Sekuat hati ingin menahan buliran itu tidak jatuh akhirnya dia menangis juga.

Sani berjalan ke ruang tengah, di sana Mei sudah menunggunya. Dia pura-pura membuka handphone dan tak memperdulikan tatapan Sani padanya.

Sani mendekati ibunya.

"Bu.. Sani pamit dulu!" Sani mengulurkan tangannya ingin mencium telapak tangan Mei sebagai perpisahan terakhir dengan Mei.

Mei begitu dingin, tak sedikit pun melirik pada Sani. Matanya tetap melihat layar handphonenya.

Sani menarik kembali tangannya. Tergambar raut sedih di wajahnya. Dia memaksakan tersenyum agar ibunya tidak melihatnya bersedih.

"Ibu jaga diri baik-baik! Jaga kesehatan! Sani sudah buatkan jamu di toples kaca dan mustopa kesukaan ibu di lemari. Sani pamit dulu ya bu! Assalamu'alaikum." Sani melangkah keluar dan tak melihat lagi kebelakang.

Dia melihat sebuah mobil sedan hitam terparkir di depan rumahnya

Seseorang membukakan pintu untuk Sani dan lekas menutupnya. Dia berjala ke depan ke arah bangku sopir. Setelah memasangkan safetybelt dia menekan kunci otomatis mobil dan melajukan mobilnya sesuai perintah majikannya.

Sani hanya bisa menatap ke depan tanpa tahu akan dibawa kemana dan akan bertemu siapa.

Sani hanya berharap apa yang direncanakannya akan berhasil.

Terpopuler

Comments

Mom La - La

Mom La - La

aku turut sedih sani...

2023-01-18

4

Yuli Fitria

Yuli Fitria

Kau kejam Bu 😤

2022-12-04

1

atik samabi

atik samabi

sanniiii... 😭😭

2022-11-06

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!