14

Rei... bertanya-tanya mau dibawa kemanakah Dina? Kalaulah tidak dalam keadaan sakit mungkin Rei akan melawan seperti biasa.

"Mana ibumu?" Tuan Tedi melirik pada Rei menanyakan istrinya juga ibunya Rei.

"Dia lagi tidak enak badan. Agak sedikit sakit kepala." Jawab Rei sedikit berbohong.

"Apa kamu membawanya dari rumah bordir itu berdasarkan foto yang aku berikan?" Tuan Tedi sedang menguji Rei. Apakah dia sedang berbohong atau jujur.

"Aku sudah membawanya. Tapi diperjalanan wanita itu mengalami kecelakaan dan tak sslamat. Jadi aku minta bawa wanita terbaik yang ada di tempat itu." Jujur Rei daripada ketahuan bohong lebih besar lagi resikonya.

"Sial! Aku hanya membutuhkan dia. Bukan hanya sekedar wanita. Bodoh banget!" Umpat tuan Tedi pada Rei.

"Lalu, aku harus bagaimana? Apa aku harus pulang dengan membawa tangan kosong? Aku juga sama merasa ditipu oleh makelar kampungan itu

Setidaknya aku ada usaha untuk membuktikan kepadamu."Jelas Rei bersungut-sungut.

Tuan Tedi sepertinya kecewa berat. Orang yang selama ini diharapkannya pupus sudah. Penyakitnya yang membutuhkan cangkok sum-sum belakang kini harapannya semakin menipis.

"Kenapa sih pa kita berseteru saja? Apa gak cape pa? Aku aja yang sehat cape. Apa kita akan berdamai lalu hidup dengan tenang, seperti keluarga-keluarga yang lain?" Rei memang lelah harus terus-terusan berseteru dan menumbuhkan sifat jahat dalam dirinya. Sedangkan sebenarnya hati nuraninya tidak menerima sikap seperti itu.

"Selama ibumu tidak berubah. Selama itu pula aku tidak akan menerima kalian dengan baik." Tuan Tedi begitu dendam dengan istrinya yang sudah berbuat curang selama hidup menikah dengannya.

"Terserah! Aku pergi dulu!" Rei melengos dari hadapan tuan Tedi. Tak ada gunanya melawan orang yang sedang terbaring lemah. Toh tanpa dilawan pun kondisi tuan Tedi sedang digerogoti penyakit. Memudahkan Rei menerima warisan darinya. Kalau pun tidak Rei akan mencoba baik agar ada sedikit rasa kasihan dari tuan Tedi untuknya. Ya kalau dia sekarat setidaknya ada secuil harta yang akan diberikan padanya. Karena tuan Tedi tidak mempunyai lagi ahli waris.

Rei menunggu di luar ruangan menunggu Dina. Dia penasaran apa yang dilakukan asisten tuan Tedi pada Dina. Ada baiknya tadi dia jujur karena berbohong pun percuma. Dia punya mata-mata di mana-mana.

Sementara itu di kediaman tuan Tedi, Rose gusar. Melihat Rei nekad mengunjungi suaminya di rumah sakit membuat dirinya tak sabar menunggu kabar dari Rei. Dia telah mengatur licik surat wasiat dengan pengacaranya agar jika suatu hari tuan Tedi meninggal, hartanya tidak kemana-mana. Walaupun nyonya Rose terlihat lugu, jangan salah. Sejak awal pernikahannya dengan tuan Tedi dia selalu membuat rencana-rencana licik yang membuat tuan Tedi membencinya. Padahal apa kekurangan tuan Tedi selama ini? Dia bahkan rela menerima Rei sebagai anaknya dimata publik, hasil hubungan gelapnya dengan kekasihnya sebelum perjodohan itu terjadi.

Walaupun sudah menikah Rose masih berhubungan dengan mantan kekasihnya yang selalu memoroti kekayaan tuan Tedi tanpa sepengetahuannya. Seringai licik nampak di wajah Rose ketika suaminya harus dirawat di rumah sakit karena penyakitnya.

"Apa anak kita sudah pergi ke rumah sakit?' Suara licik Fredi terdengar dari handphone Rose.

"Iya. Dia membawa gadis itu padanya." Jawab Rose pada Fredi.

'Kenapa kamu masih di rumah bukannya menegok suamimu yang impoten itu ke rumah sakit?"

"Hhhmm. Aku malas. Dia selalu saja mengajak bertengkar." Rose tak mau datang ke rumah sakit dengan alasan bertengkar.

"Harusnya bener kata Rei. Saat ini adalah saat yang tepat untuk mengambil hati tua bangka itu. Bukannya kamu malah diam di rumah yang akan merugikan dirimu sendiri." Fredi sependapat dengan Rei mengenai sikap Rose.

"Sebaiknya kamu siap-siap. Bawa makanan kesukaannya dan kalau bisa bermalam lah di sana. Setidaknya kamu menunjukkan kebaikan kamu sebagai istri." Fredi memerintahkan Rose untuk datang ke rumah sakit.

"Iya.. iya. Bawel banget kamu!" Ucap Rose menutup teleponnya.

"Luw... " Rose memanggil kepala pelayan di rumahnya.

"Iya nyonya." tuan Luw segera menghampiri majikannya dengan rengkuh.

"Siapkan makanan yang disukai tuan besar! Setelah itu siapkan sopir untuk mengantarkan aku ke rumah sakit!" Rose berlalu dari ruang kerja dan masuk ke dalam kamarnya untuk mandi dan siap-siap berangkat menengok suaminya dengan drama baru.

"Baik nyonya! Saya akan siapkan secepatnya!" Tuan Luw berlalu dan memerintahkan beberapa pelayan untuk menyiapkan pesanan nyonya besar Rose.

DI Jakarta. Sani yang masih merasakan sakit di bagian kaki dan beberapa badannya terlihat sedang mengoleskan salep.

"Sani.. " Pak Karim memanggil Sani yang sedang berada di kamar.

Sani lalu ke luar menghampiri pak Karim yang sedang duduk di ruang serbaguna.

"Begini Sani. Sebenarnya bapak tak enak hati sama kamu." Pak Karim mengatur nafasnya agar pembicaraan tidak menyinggung Sani.

"Tak enak kenapa pak?" Sani menatap pak Karim dengan hormat layaknya seperti orang-tua nya sendiri.

"Tadi subuh bapak sudah bicara pada pak Haji. Kebetulan di mesjidnya ada ruangan kosong bekas marbot. Dulu ditinggali oleh marbot mesjid yang suka bersih-bersih di mesjid. Nah.. bapak tadi sudah menyampaikan pada pak Haji pemilik mesjid untuk meminjam ruangan itu untuk kamu. Menurut kamu bagaimana?" Pak Karim sangat hati-hati bicara.

"Oh iya pak, Saya tidak apa-apa mau ditempatkan dimana saja juga. Yang penting ada tempat untuk bernaung." Sani menerima keputusan pak Karim untuk menempatkan dirinya di ruangan itu.

"Kata pak haji. Kalau kamu mau bersihin mesjid dan merawatnya dia akan memberi makan sehari tiga kali." Pak. Katim tak lupa menanyakan urusan perutnya Sani.

"Baik pak! Kapan saya pindah ke sana?" Sani menanyakan kepindahannya.

"Kalau sekarang bagaimana? Nanti bapak kenalkan dengan pak Haji dan bu haji. Mereka baik kok!" Ucap pak Karim membesarkan hati Sani.

"Oh iya pak!" Sani manggut mengerti.

"Pak... Indra mau berangkat sekolah. Tapi biaya eskul komputer belum dibayar. Indra malu pak!" Indra yang sudah siap dengan seragamnya malah duduk dekat pak Karim meminta uang untuk pembayaran eskul sekolah yang sudah telat dibayar.

"Berapa?" Tanya pak Karim dengan wajah putus asa. Pastinya pak Karim akan menundanya lagi karena saat ini dia tidak mempunyai uang.

"Ih.. bapak. Kan sudah dibilang 300!" Indra cemberut.

"Wah.. bapak belum ada nak. Nanti bapak mencari pinjaman ke teman-teman bapak." Pak Karim sebenarnya bingung, teman yang mana yang akan memberi pinjaman. Karena pak Karim sudah mempunyai hutang di beberapa temannya.

"Ssbentar!" Lalu Sani masuk ke dalam kamar mencari tas selempang nya.

Terpopuler

Comments

Najwa Nibras

Najwa Nibras

masih bertanya bagai mana kabar ijal🤲

2022-12-28

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!