Memasuki Dunia Cerpen

Memasuki Dunia Cerpen

Akhir dan Awal dari Segalanya

Mata Viona membulat melihat keadaan Azve yang memprihatinkan. “Tidak… Azve…”

Darah merembes keluar dari tubuh laki-laki itu, pakaiannya sobek dan terdapat sisa-sisa terbakar dimana-mana. Namun, Azve masih berusaha memeluknya dengan erat seolah tidak ingin melepaskan.

Air mata jatuh di pipi Viona, suaranya bergetar saat berbicara “Tidak, ini salahku. Azve, maafkan aku.”

Azve menatap Viona yang berlinang air mata. Wajah yang selalu tanpa ekspresi milik Azve kini menghilang. Senyuman tipis terbit di wajahnya, mencoba menenangkan gadis di pelukannya “Jangan menangis Viona, ini bukan salahmu. Aku tidak apa-apa.”

Percakapan keduanya terputus kala suara Victor terdengar menginterupsi, “Ayolah, jangan lupakan aku.” Pria itu terbang mendekati keduanya dengan ekspresi cemberut, “kalian tidak kasihan padaku yang masih melajang di umur 30 tahun, huh? Pamer kemesraan di depanku membuat sakit hati!”

Azve mencoba menghalau Victor dengan sihir anginnya, supaya pria berambut hitam itu tidak mendekat lebih jauh. Hanya saja, sihirnya melemah. Victor dengan mudah menepisnya seolah itu bukan apa-apa lalu terbang lebih cepat untuk mencekik leher laki-laki itu.

“Tidak, hentikan. Kak Victor, lepaskan Azve!” suara lemah Viona terdengar berusaha menghentikan kakak tirinya.

Victor melirik Viona di dalam pelukan Azve, kedua tangan gadis itu yang diborgol oleh sihir masih memeluk leher Azve dengan erat. Pandangan matanya yang berusaha mengintimidasi, terlihat menyedihkan dengan bulir-bulir air mata yang tidak henti jatuh membasahi pipinya. Victor juga bisa melihat aliran energi di tubuhnya kacau.

Pria itu tersenyum miring, “Jika saja kamu mau bekerja sama sejak awal, Azve tidak perlu terluka.”

Tangan kiri Victor yang bebas menyentuh puncak kepala Viona dengan lembut. Tidak lama, napas Viona tercekat saat tangan penuh dengan bekas luka sayatan itu berada di kepalanya. Pandangan gadis itu semakin gelap ketika inti sihirnya mulai ditarik paksa oleh Victor.

“Anggap saja inti sihirmu adalah bayaran untuk perhatianku selama ini padamu, adikku.”

Azve menggeram marah, ia berusaha lepas dari genggaman pria dihadapannya. “Le-paskan tanganmu da-ri Viona!” teriak Azve dengan suara tercekat.

Seolah angin lalu, Victor mengabaikan Azve yang sudah kehabisan energi sihir. Ia fokus pada Viona, adik tirinya. “Selamat tinggal adikku, “ suara lembut Victor terdengar jelas di tengah kegelapan yang menyelimuti Viona, “di kehidupan selanjutnya, semoga kamu tidak bertemu kakak sepertiku lagi.”

“Tidak! Viona!”

Setelah itu, Viona tidak mampu mempertahankan kesadarannya.

- Tamat –

"UWAHHH BACA APAAN AKU INII!!"

Hampir saja Thalia melempar ponselnya karena kesal.

Gadis itu mengusap wajahnya kasar, menghapus air mata yang membuktikan bahwa ia sangat menghayati membaca cerpen tersebut. Cerpen berjudul 'Aku Tidak Butuh Sihir' itu membuat mata Thalia menjadi merah. Ia menatap layar ponsel dengan perasaan yang buruk.

Kenapa Victor tiba-tiba menjadi kakak yang jahat? Kenapa Azve tiba-tiba menjadi baik? Kenapa? Kenapa?! Kenapa kisah Viona begitu suram?!

Menyebalkan. Menyedihkan. Thalia sangat tidak suka akhir seperti ini. Apalagi ini hanyalah cerpen yang sangat singkat. Tidak ada detail yang memuaskan rasa penasarannya. Hanya alur singkat yang tidak lebih dari dua ribu kata.

Tahu bahwa tatapan tajamnya tidak akan mengubah akhir cerita, Thalia menghela napas. "Dah lah, makan aja. Makan. Bodo amat cerita sad end kek gitu. Makan aja yang banyak."

Gadis itu meletakkan ponselnya di atas meja, kemudian menyeruput mie cup instan di hadapannya. Beberapa cup berbaris di atas meja, setia menunggu disantap oleh Thalia. Hanya beberapa saat, cup di tangannya sudah kosong. Gadis itu terlihat kelaparan di saat moodnya hancur karena membaca cerpen.

Melihat hal itu, seorang karyawati minimarket yang sedang bertugas menghampiri Thalia kemudian duduk di kursi sebelahnya.

"Pelan-pelan makannya, entar keselek mampus."

Thalia meletakkan cup mie terakhirnya di atas meja. Tak peduli dengan penampilannya yang berantakan, ia menatap karyawati di sampingnya. "Naya jahat," Thalia menarik napas di saat hidungnya tersumbat, "aku tuh ceritanya lagi sediiih."

Karyawati itu bernama Naya, teman SMA Thalia dulu. Kini ia bekerja paruh waktu di minimarket dekat rumah Thalia. Oleh karena itu, mereka sering bertemu mengingat Thalia sangat sering belanja disini.

"Sedih sih sedih, tapi makannya jangan buru-buru gitu dong. Yang santai gitu loh. Kaya cewe cewe, jaim. Engga teriak-teriak. Untung engga banyak pelanggan yang dateng."

"Emang kenapa kalo banyak pelanggan yang dateng?!" Thalia membuka tutup botol air mineral, "kalo bukan kamu yang shift malem, mana berani aku disini jam 4 pagi kek gini. Lagian nih ya, orang gila mana sih yang nyuruh kamu shift malem sendirian?"

Naya tertawa mendengar komentar Thalia mengenai bosnya. Tiba-tiba ia terdiam dengan raut yang serius, "kalo bos gue orang gila, gue juga gila dong mau-maunya kerja sama dia."

Masih minum air, Thalia menatap Naya seolah mempertanyakan hal yang sudah jelas.

"Gue getok nih pala lu pake sapu."

"Pfftt!"

Kedua gadis yang duduk di dalam minimarket 24 jam ini terdiam dengan mata saling menatap. Menyadari situasi, perlahan Naya mengelap wajahnya yang dipenuhi air semburan dari mulut Thalia.

Merasakan bahaya, Thalia bangun dan mulai berlari menghindari Naya. "Maaaap, engga sengaja beneran Nay!"

Segera, Naya berlari mengejar Thalia. Aksi kejar-kejaran itu terekam cctv. Mereka berhenti ketika seorang pria memasuki minimarket. Pria dengan hoodie hitam itu terkejut melihat Thalia yang mendadak berhenti berlari di hadapannya.

"Ma-maaf, pak. Hehe, silahkan masuk aja pak." Ujar Thalia merasa canggung sekaligus malu. Ia yang sudah kuliah tertangkap basah masih bermain kejar-kejaran seperti ini. Pria itu tidak ambil pusing dan segera memasuki rak-rak di dekat kasir.

Naya yang sudah berada di balik meja kasir menatap Thalia tajam. "Udah sana pulang, emangnya pagi engga kuliah apa?"

Thalia melirik Naya, tangannya berpura-pura membereskan snack coklat di depan meja kasir untuk menetralisir rasa malunya. "Libur dong sampe bulan depan, makanya aku gabut engga tau mau ngapain."

Thalia menghela napas panjang, "Tau engga sih, Nay. Perasaan hidupku ini ngebosenin, kek datar banget. Kuliah, organisasi, panitia, ujian. Dah gitu-gitu aja," walaupun Thalia tiba-tiba curhat, Naya hanya diam mendengarkan keluh kesahnya. "ngapain kek ngapain gitu. Gabut banget."

Naya melirik ke arah pria yang membawa satu lusin buku dan beberapa alat tulis. Naya membiarkan Thalia melamun sementara dirinya melayani pembeli di sampingnya.

Semuanya berjalan normal seperti biasanya. Namun ketika Naya membuka laci penyimpanan uang, suara mengancam terdengar di depannya. "Keluarkan semua uang yang ada atau gadis ini ku tembak!"

Sontak Naya mendongak, jantungnya seolah jatuh dari tempatnya saat ia melihat Thalia membeku di bawah todongan senjata api.

Terpopuler

Comments

◦◉✿°han_na°✿◉◦

◦◉✿°han_na°✿◉◦

pertama baca langsung tertarik. ayo thor lanjutkan karyamu. semangat!

2022-09-12

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!