Belajar

Tidak seperti yang Viona pikirkan, bola hitam aneh dengan tekstur yang terlihat kasar itu langsung meleleh ketika menyentuh lidahnya. Rasa dingin dan aroma mint terasa menyegarkan saat Viona mengambil satu gigitan. Rasanya seperti menggigit jelly yang kenyal walaupun tidak terasa manis. Setelah memakannya, tubuh Viona terasa berenergi.

Mata Viona berbinar menatap Britta, "Woaahh, seger banget!"

"Begitukah?" ujar Britta seraya tersenyum, "kalau begitu makan yang banyak, Nona."

Viona mengangguk dengan semangat. Ia mengambil bola makanan yang sempat terlihat mencurigakan itu lalu memakannya dengan lahap.

Setelah itu, ia membuka surat sesuai arahan Britta sebelumnya. Walau agak tersendat di awal, Viona berhasil mengalirkan energinya ke dalam surat. Rasanya seperti menghela napas, hanya saja udara itu keluar dari tangannya.

Tidak lama, bayangan seorang anak laki-laki dengan beberapa tumpukan kertas di atas meja muncul. Ia menyandar pada kursi, matanya seolah-olah menatap Viona lekat.

"Halo, Viona. Ini kakakmu, Victor." Anak laki-laki itu terlihat canggung saat melakukan perkenalan, "Kalau kamu bisa membuka surat ini, kakak rasa kamu sudah baik-baik saja."

Kemudian anak laki-laki itu menyatukan kedua telapak tangannya, seolah memegang tangan Viona di sana. "Viona, apakah kamu merasa bingung? Semuanya terasa asing ya? Tidak apa-apa. Tidak apa-apa kamu merasa bingung, merasa asing, tidak apa-apa. Kakak percaya kamu bisa melewatinya. Kamu akan baik-baik saja."

Mendengar hal itu, entah kenapa mata Viona terasa panas.

Benar. Semuanya terasa membingungkan.

Tiba-tiba terbangun di suatu tempat yang asing. Tidak mengingat kenapa ia bisa berada di tempat aneh ini. Berada di tubuh yang tidak ia kenali. Dengan berbagai orang-orang yang tidak ia ketahui.

Viona, tidak, sebagai Thalia, ia sangat frustasi.

Ia tidak mengenal siapapun disini. Terbangun dengan tubuh yang terasa lemah. Tiba-tiba merasakan sakit yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Bahkan melakukan hal sederhana seperti membuka surat pun ia tidak mengerti.

Meskipun ia berpikir bahwa semua ini hanyalah mimpi, sebenarnya itu hanyalah harapan, keinginan, hal yang membuatnya bertahan dari semua situasi gila yang ia alami.

Tapi, saat mendengar kata-kata Victor. Hatinya yang sekuat tenaga menahan semuanya, kini mengeluarkan segala rasa sakit yang membuatnya menitikkan air mata sekaligus terasa melegakan.

Melihat hal itu, Britta buru-buru mengeluarkan sapu tangan kemudian menyerahkannya pada Viona. Namun gadis itu terlihat terserap ke dalam surat. Seolah hnaya ada dia dan surat dari tuan muda. Hal itu membuat Britta menarik kembali sapu tangannya, dan membiarkan Viona sampai surat itu selesai.

"Hanya satu hal yang bisa kamu lakukan untuk melewati semuanya, Viona. Belajarlah. Buatlah semua hal yang asing itu menjadi familiar. Pelajari semua hal yang ingin kamu ketahui, pelajari semua hal yang membuatmu bingung, belajarlah."

Viona mengangguk, mengepalkan tangannya. Kenapa hal itu tidak terpikirkan olehnya? Daripada mengeluhkan semuanya, menyalahkan segalanya. Kenapa ia tidak mempelajari segalanya dan mengatasi rasa bingung yang ia rasakan selama berada di tempat ini?

Sekilas, mata Victor memancarkan rasa enggan namun menghilang seketika, digantikan tatapan lembutnya yang menenangkan. "Kakak meminta seseorang datang mengajarimu, mungkin dia akan sedikit menyebalkan. Tapi dia guru terbaik yang bisa mengajarimu. Saat kamu siap untuk belajar, kamu hanya perlu mengatakan kepada Britta."

Seolah disadarkan bahwa ada orang lain disekitarnya, Viona melirik Britta yang mengangguk membenarkan ucapan Victor.

"Satu pesan kakak Viona," Hal itu membuat Viona kembali menatap bayangan anak laki-laki dari surat, "belajarlah dengan perlahan. Tidak ada yang memaksamu untuk mengetahui segalanya. Kamu pun tidak perlu memaksakan diri. Apapun yang terjadi, kakak akan selalu melindungimu. Kakak hanya berharap, kamu bisa menjalani hari-harimu dengan bahagia."

Rasa hangat menyeruak masuk di dalam hatinya. Sama seperti rasa hangat yang ia rasakan ketika sihir Victor mengalir di tubuh Viona.

"Viona, kakak menyayangimu. Sampai jumpa lagi Viona."

Perlahan bayangan itu menghilang. Hanya senyuman kakaknya yang terasa membekas di ingatan Viona.

Keheningan melanda ruang kamar yang diterangi cahaya lilin, di tengah gelapnya malam yang semakin larut. Namun, keheningan itu terputus saat Viona memanggil Britta dengan semangat.

"Britta!" Viona menatap Britta dengan tatapan berapi-api, "besok aku mau belajar!"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!