"Eii, engga mungkin." Viona segera menampik hal itu dari pikirannya. "Ini cuma mimpi, cuma mimpi."
Gadis kecil itu terdiam lalu menatap surat ditangannya. "Paling gara-gara aku baca cerpen itu, jadinya kebawa-bawa mimpi. Biasanya juga gitu," Ia membolak-balik amplop surat, melihat ke setiap sudut, lalu kembali terdiam. "Lah, ini bukanya gimana?"
Sebagai seseorang yang kecanduan gadget sejak kecil, tidak pernah melihat surat, apalagi membuatnya, tentu hal ini sangat wajar. Belum lagi, amplop surat itu tidak memiliki bagian yang dapat dibuka.
"Apa sobek aja kali ya?"
Tapi anehnya, kertas itu tidak dapat disobek sekeras apapun Viona mencoba.
Saat gadis kecil itu berurusan dengan cara membuka surat, pelayan wanita tadi sudah kembali membawa nampan yang berisi bola-bola hitam dengan tekstur kasar yang tersaji di atas piring dan segelas air berwarna kuning cerah.
Viona tercengang dengan hal yang dibawa oleh pelayan itu. 'Apa itu makanan? Beneran bisa dimakan? Minuman kuning macam apa itu? Kok kental banget kayanya.'
"Nona?" Ia segera menaruh nampan di meja, kemudian mendekat seraya mengeluarkan sapu tangan yang diserahkan ke Viona, "ya ampun, kenapa Anda begitu berkeringat? Apakah nona merasa sakit dimanapun?"
"Oh?" Viona tersadar, mendengar ucapan pelayan di depannya, gadis kecil itu meletakkan surat dan menyentuh pelipisnya yang berkeringat. Ia tidak sadar begitu bersemangat membuka surat sampai keringat bercucuran. "Tidak, aku tidak sakit. Hanya saja, aku kesulitan membuka surat. Eem..."
Pelayan wanita itu tersenyum seraya membantu Viona mengelap keringat, "nama saya Britta, Nona."
"Ya, Britta. Bantu aku membuka surat ini," ujar Viona seraya menyerahkannya. Namun ekspresi Britta berubah, ia terlihat tertekan.
"Tolong maafkan kelalaian saya, Nona." ujar Britta seraya menunduk menyesal, "Saya lupa bahwa nona tidak mengingat apapun."
"Tapi nona," ujar Britta melanjutkan, "surat ini tidak bisa dibuka oleh siapapun selain penerima surat."
"Oh iya? Kenapa?"
Britta tersenyum, lalu menjelaskan dengan sabar. "Cara membuka surat ini adalah mengalirkan energi sihir ke dalam surat, kemudian surat akan terbuka jika mengenali energi sihir penerima surat. Oleh karena itu, surat tidak bisa dibuka oleh orang lain selain penerima surat."
Viona memiringkan kepalanya, tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Energi sihir? Mengalirkan? Apa lagi ini?
"Begitukah?"
Britta tersenyum, merasa gemas akan ekspresi kebingungan Viona. "Bagaimana kalau saya menunjukkan kepada Nona? Apa nona mau melihatnya?"
Viona mengangguk dengan semangat, "Mau mau!"
"Baik, Nona." Britta mengambil sebuah surat dari sakunya, lalu menunjukkannya pada Viona.
"Pertama, saya akan mengalirkan sihir saya terlebih dahulu."
Tidak lama, cahaya berwarna coklat muncul dari tangan Britta. Surat itu menyerap cahaya itu secara perlahan sehingga cahaya itu menghilang. Walau sedikit, Viona merasa perasaan menggelitik di benaknya saat cahaya itu muncul.
Ia mengingat bahwa anak laki-laki, yang sepertinya adalah Victor, juga memancarkan cahaya berwarna jingga saat menyentuh tangannya dan berakibat tubuhnya terasa hangat. Sementara cahaya coklat dari Britta membuat perasaan menggelitik muncul.
Viona pun berasumsi, apakah itu energi sihir?
Belum selesai terkejut, Viona kini terpana saat melihat surat itu melayang di udara. Memunculkan bayangan beberapa orang dengan pakaian koki yang khas. Walaupun begitu, warna yang muncul adalah coklat putih. Viona tidak yakin apakah mereka benar-benar menggunakan baju putih atau tidak.
"Nona Viona! Kami merindukan Anda!"
"Nona nona, nona baik-baik saja kan?"
"Nona, segera sembuh dan datang ke dapur lagi... kue kue yang saya buat tidak dimakan oleh siapapun."
"Nona, istirahat dengan baik dan bermain dengan kami lagi."
"Selamat beristirahat, Nona. Saya berdoa, semoga Nona segera sembuh."
"Sampai jumpa lagi, Nona!"
Orang-orang yang terlihat dekat dengan Viona yang dulu itu melambaikan tangan, kemudian secara perlahan bayangan itu menghilang.
"Energi saya diserap oleh surat, kemudian surat itu akan aktif menampilkan pesan dari pengirim. Banyaknya orang yang membuat surat juga tidak terbatas, seperti tadi. Mereka sangat banyak bicara."
Britta tidak percaya mereka semua mengatakan hal yang mereka inginkan hampir bersama-sama. Ia merasa bahwa badai baru saja muncul di tengah keheningan malam ini. Wanita paruh baya itu tidak percaya rekan-rekannya dari bagian dapur memanfaatkannya untuk menyelipkan pesan kepada Nona Viona. Mengingat Tuan Muda Victor tidak mengizinkan siapapun selain Britta memasuki kamar nonanya.
"Panjang pesan sesuai dengan tahap kemampuan sihir dari pengirim pesan. Penerima pesan hanya mengalirkan sedikit sihir sebagai kunci untuk membukanya." Jelas Britta tentang proses surat di dunia ini.
Pelayan wanita itu cukup terkejut saat melihat Viona yang tidak berkata-kata. "Nona?"
Suara Britta terdengar seolah menyadarkan Viona yang tengah terpana.
"Woahhh! Keren keren!" mata Viona berbinar menatap palayan di sampingnya. "Britta, aku juga mau coba. Aku juga mau kaya gitu, liat kaya itu. Seru seru!"
Britta yang sempat khawatir kini tersenyum lega. "Saya akan memeriksa aliran energi Anda terlebih dahulu, Nona. Mungkin akan sedikit menyengat karena saya tidak begitu mahir."
Viona tidak mengerti, namun ia mengangguk memberi izin. Ia sangat bersemangat ingin mencobanya. Jantungnya berdegup lebih kencang karena rasa penasaran yang menumpuk.
Pelayan wanita itu duduk di samping Viona di atas kasur. Memegang kedua tangan Viona. Memeriksa aliran energi di dalam tubuh Viona.
Benar saja, Viona merasakan sengatan sesaat setelah tangan Britta menyentuhnya. Rasa menggelitik yang sebelumnya muncul saat Britta mengalirkan energi sihir ke surat, kini terasa menyebar di seluruh tubuh secara perlahan lalu menghilang secara perlahan juga.
Britta menatap mata biru gelap gadis kecil itu seraya melepaskan pegangan tangannya. "Anda sepertinya harus mengisi energi sihir terlebih dahulu, Nona. Jumlah energi di tubuh anda tidak cukup untuk mengalirkan energi ke dalam surat."
"Baiklah," Viona agak kecewa saat mendengar hal itu, ia benar-benar ingin mencobanya. "Jadi... aku harus bagaimana?"
Britta tersenyum, ia mengambil nampan dan memberikan bola-bola aneh itu kepada Viona. "Silahkan makan dulu, Nona."
Sontak, gadis itu beringsut mundur. Binar di matanya menghilang tergantikan dengan rasa curiga. Menatap piring yang diberikan Britta dengan takut sekaligus merasa benda itu cukup mencurigakan.
"Itu..." Viona menatap Britta yang bingung akan sikap nonanya, "apa itu bisa dimakan?"
"Tentu, Nona. Silahkan," Britta mengambil bola hitam sebesar bola kasti, lalu menyodorkannya keada Viona, hendak menyuapi.
Tanpa sadar, Viona menelan ludah. Demi mencoba membuka surat, gadis kecil itu berusaha memantapkan tekad dan melawan rasa takutnya akan makanan itu. Tunggu, memangnya hal aneh itu bisa disebut makanan?!
Mau tidak mau, Viona membuka mulut seraya menutup mata. Jantungnya berdegup kencang, menanti kedatangan bola aneh itu.
Mata Viona terbuka lebar sesaat Britta menyuapinya memakan bola hitam.
"Woahh...!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
🌟æ⃝᷍𝖒ᵐᵉN^W^NH^Ti᭄💫
klo aku punya sihir,pen sihir emak2 komplek kang rumpi yg pagi2 udh ngegosip biar mereka sibuk kerjaan rmh jd ga ad wkt ngegosip 😂
2023-04-25
1