Kakak Laki-laki

Cahaya jingga mulai muncul menyelimuti kedua tangan Thalia yang digenggam oleh anak laki-laki itu. Perlahan, rasa sakit di kepala Thalia menghilang.

Meskipun begitu, napas Thalia masih terengah-engah. Ia mendongak menatap anak laki-laki dihadapannya. Menatapnya dengan lembut seraya merapikan rambut panjangnya yang berantakan.

"Viona, tarik napas secara perlahan. Ayo ikuti kakak, tarik napas... hembuskan."

Thalia mengikuti arahan anak laki-laki itu. Laki-laki yang mengaku sebagai kakaknya itu dengan sabar menuntun Thalia sampai bisa bernapas lebih tenang.

Gadis kecil itu tidak lagi merasa sakit. Hanya saja, kepalanya terasa pusing sehingga ia menyender pada headboard kasur tanpa tenaga. Kedua tangannya masih digenggam oleh anak laki-laki itu, mengalirkan cahaya jingga yang energinya terasa di seluruh tubuhnya.

"Hangat," lirih Thalia pelan. Anak laki-laki itu tersenyum lega, ia cukup panik saat ingin menjenguk gadis kecil itu lalu mendengar teriakan sakit.

Ia merasakan ada sesuatu yang salah saat sihirnya mengecek kondisi Thalia. Tapi ia tidak tahu apa. Sihirnya hanya bisa menenangkan, tidak bisa memeriksa kondisi seseorang dengan pasti. Mengingat tipe sihirnya bukanlah tipe penyembuh.

"Apa masih sakit?" tanya anak laki-laki itu, Thalia menggeleng pelan.

"Syukurlah," merasa bahwa Thalia sudah merasa lebih baik, anak laki-laki itu melepaskan sihirnya. Walaupun begitu, tangannya masih menggenggam tangan Thalia. Ia masih khawatir sesuatu mungkin terjadi pada gadis kecil ini. "Kakak minta maaf Viona. Harusnya kakak tidak pergi ke ibukota dan meninggalkanmu sendirian disini."

Thalia tidak mengerti, namun ia tetap diam mendengarkan ucapan kakaknya. Yah, lagipula ini adalah mimpi kan? Thalia memutuskan untuk mengikuti situasi apapun disini.

Ini pasti cuma mimpi, kan?

"Viona?" anak laki-laki itu menatap Thalia dengan raut khawatir yang kembali muncul di wajahnya.

Thalia bingung harus mengatakan apa, ia tidak tahu apa yang terjadi pada tubuh ini sebelumnya hingga membuat anak laki-laki dihadapannya begitu menyesal dan khawatir. Gadis itu memutuskan untuk mengatakan yang sebenarnya. Ia tidak tahu apa-apa. Akan lebih aneh jika ia pura-pura mengerti padahal tidak.

"Aku... apa namaku adalah Viona?"

Sontak, anak laki-laki itu membulatkan matanya. "Tidak mungkin..."

"Maaf, tapi bisakah kamu menjelaskan siapa aku? Aku tidak ingat-"

Belum sempat menyelesaikan ucapannya, tubuh kecil Thalia-atau Viona sekarang-jatuh ke dalam pelukan anak laki-laki dihadapannya. "Maaf, maafin kakak Viona." ujar anak laki-laki itu pelan, Viona merasakan bahunya terasa basah.

Apa dia menangis?

"Maafin kakak, jika saja kakak lebih berani melawan ayah-" di akhir, suaranya terdengar lemah. Seolah-olah, ia sudah tau bahwa sesuatu yang telah ia lakukan akan membuat ingatan Viona terganggu. "kamu pasti akan baik-baik saja. Ya, tidak apa-apa."

Ucapan anak laki-laki itu berusaha menenangkan Viona yang kebingungan, atau mungkin dia mencoba meyakinkan dirinya sendiri.

Anak laki-laki itu melepaskan pelukan, Viona melihat mata kakaknya yang memerah. Ternyata benar, anak laki-laki itu menangis karenanya.

"Kamu istirahat dulu, ya Viona." Kakaknya memaksakan senyuman muncul di wajahnya, "kakak panggil dokter dulu."

Anak laki-laki itu membantu Viona untuk berbaring.

Merasakan kehangatan dan kelembutan kasur. Ditambah tubuhnya yang terasa lemah, perlahan kelopak mata Viona tertutup.

Memastikan selimut menutupi tubuh adiknya dengan benar, anak laki-laki itu menarik tali yang menggantung di samping tempat tidur.

Tidak lama, seseorang mengetuk pintu kamar. "Ini saya, nona."

"Masuk," bukannya mendengar suara Viona, pria itu terkejut mendapati respon dari suara anak laki-laki yang familiar. Ia pun segera mengerti bahwa tuan muda keluarga Liez sedang mengunjungi adiknya.

Pria tua itu, Falko, melihat Victor berdiri di samping tempat tidur. Tempat dimana Viona berbaring dan terlelap.

"Tuan muda Victor," sapa Falko seraya menunduk sopan.

Kakak Viona, Victor, menyuruh pria tua itu untuk memeriksa Viona. "Tolong jaga Viona sebentar, Fal."

"Baik, tuan muda."

Meninggalkan kamar, Victor keluar untuk mencari para pelayan yang seharusnya menemani Viona dan mengurus bebagai kebutuhan adiknya.

Para pelayan yang sedang bersantai di dapur pergi dengan tergesa-gesa saat mendengar bahwa tuan muda Victor mengunjungi Viona tanpa pemberitahuan. Mereka pasti akan ditegur. Tapi ya, mungkin hanya beberapa teguran singkat lalu mereka akan kembali ke dapur.

Mereka hanya akan membersihkan kamar Viona setiap kali tuan muda berada di mansion dan selalu mengabaikan kamar itu dikala tuan muda pergi dari mansion. Walaupun begitu, tuan muda sudah tau dan hanya berakhir dengan teguran singkat saat mereka tertangkap basah tidak menjalankan tugas dengan benar.

Selain itu, mereka bisa bersantai tidak melakukan apapun.

Tapi hari ini benar-benar aneh. Tuan muda tidak pernah datang tanpa pemberitahuan sebelumnya. Sebenarnya ada apa?

Hanya saja, mereka tidak menyangka bahwa tuan muda mereka sangat marah. Tuan muda yang tidak pernah benar-benar peduli pada adik tirinya kini terlihat bisa menebas siapapun dan kapanpun.

Ekspresi kakak laki-laki Viona mengeras saat beberapa pelayan itu masuk ke dalam ruang kerjanya dengan percaya diri.

"Kemana saja kamu disaat tuanmu sedang sakit?" nada suaranya terdengar dingin. Sangat berbeda saat ia berbicara dengan Viona.

Para pelayan itu tersentak ketakutan, mereka sudah mengira bahwa Victor akan menegur. Tetapi tidak mengira bahwa tuan muda keluarga Liez yang baru saja mendapatkan sihirnya akan mengeluarkan tekanan yang begitu besar pada mereka.

Mereka saling memandang, tidak tau bagaimana menjelaskan.

"Tidak ingin bicara?"

"Tu-tuan muda, kami hanya-"

Victor bangun dari kursi kerjanya, mengambil pedang yang selalu berada di dekatnya lalu melangkah secara perlahan mendekati para pelayan itu.

"Jika kamu berani berdalih, aku tidak yakin bisa menahan pedangku melayang ke kepala kalian."

Tenggorokan para pelayan tercekat. Mereka segera berlutut dan memohon ampun.

Namun, itu hanyalah hal yang sia-sia.

Setelah hari itu, tidak ada lagi yang bisa menemukan mereka. Dimanapun.

...****************...

Hari mulai gelap saat Viona membuka mata. Ia merasa tubuhnya lebih segar dari terakhir kali ia bangun. Beberapa lilin menyala tuk menerangi kamar yang gelap. Saat itu juga, ia melihat seorang wanita paruh baya berjalan mendekat.

"Nona, Anda sudah bangun?"

"Ya," Viona berdehem pelan, merasa tenggorokannya serak. Dengan sigap pelayan itu menuangkan air dan menyerahkannya pada Viona.

"Silahkan diminum dulu, Nona."

Viona menerima gelas dari tangan pelayan itu lalu meminum air secara perlahan.

Setelah dahaganya hilang, pelayan itu kembali bertanya. "Apakah nona lapar?"

Mendengar hal itu, Viona baru sadar bahwa dirinya belum makan sejak pagi. Ia mengangguk pelan tuk menanggapi.

"Kalau begitu, saya akan siapkan makanannya Nona." Kemudian pelayan itu mengambil sebuah surat dan menyerahkannya ke Viona, "Sebelumnya, tuan muda Victor menyuruh saya menyerahkan surat ini kepada Nona."

Viona menerima amplop surat yang berwarna jingga dengan kelopak bunga yang ditempatkan dengan hati-hati sebagai hiasan.

"Kalau begitu saya undur diri, Nona. Tolong tunggu sebentar, makanan akan segera saya siapkan."

Setelah pelayan itu pergi, Viona menatap amplop surat di tangannya. "Victor August Liez?"

Viona merasa bahwa ia pernah melihat nama Victor di satu tempat.

"Victor ya, dan siapa namaku di tempat ini? Viona?"

"Victor... Viona..."

Viona terkejut saat menyadari sesuatu.

"Apa aku pindah ke dalam cerpen?!"

Terpopuler

Comments

🌟æ⃝᷍𝖒ᵐᵉN^W^NH^Ti᭄💫

🌟æ⃝᷍𝖒ᵐᵉN^W^NH^Ti᭄💫

bca cerpennya ntar,aku bca ini dulu🏃🏃🏃🏃

2023-04-25

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!