Happy reading ..
***
MALIA
“Kira-kira kita mau kemana? ...”
Suara Reiji memecah lamunanku selepas tadi aku merasa kikuk saat dia membahas soal cium mencium dan kemudian aku memilih untuk memalingkan wajah, menatap jalanan di luar kaca mobil setelahnya.
Akupun segera menoleh padanya. “Dih, kan elo yang ngajak Ji?”
Reiji tidak langsung menjawab, namun aku mendengarnya mendengus pelan, lalu menggeleng pelan juga, yang aku ga tau kenapa.
“Ya kan nanya pendapat. Siapa tau kamu mau pergi kemana gitu?... Mungkin ada tempat yang mau kamu kunjungi?....”
Baru kemudian Reiji berbicara lagi.
Sikap dan nada bicara Reiji sudah seperti biasa lagi.
Tapi ada sedikit yang mengganjal di telingaku.
Kamu?.
Dia membahasakan diriku dengan sebutan kamu.
Dan aku baru sadar, beberapa waktu lalu dia sudah mulai menyebutku tidak dengan ‘elo’ lagi, melainkan ‘kamu’.
Ya, walaupun memang kalau sedang dalam saat-saat tertentu Reiji bicara dengan penyebutan aku-kamu padaku, terutama jika sedang bersama kedua orang tua kami berdua.
Tapi kalau sekarang, bagiku ya aneh si Reiji pake bahasa aku-kamu pas berduaan denganku begini.
“Kenapa?...”
Aku sedikit terkesiap.
“Apanya?” Aku balik bertanya pada Reiji.
“Bengong!” Reiji berseru sembari menyentil pelan keningku.
“Siapa yang bengong coba? ...”
Aku pun menampik dugaan Reiji barusan itu.
Memang aku ga sedang bengong juga kok.
Hanya panggilan ‘kamu’ dari Reiji itu sedikit...
Gimana ya?.
Canggung mungkin untukku?.
“Jadi ga ada ide atau tempat spesifik yang mau kamu datengin?”
Aku menggelengkan kepala.
“Aneh ..”
Reiji berucap, terdengar seperti gumaman tapi aku masih bisa mendengarnya.
“Kok aneh?”
Aku pun spontan bertanya.
“Ya aneh aja buat aku ..”
Wait, barusan Reiji membahasakan dirinya apa ke gue?. Aku?.
“Kamu yang biasanya bawel, jadi pendiam sekarang..” Tutur Reiji.
“Perasaan lo aja kali ..” Ucapku. “Biasa aja gue perasaan ..”
“Kamu ga ngerasa nyaman ya jalan berdua bareng aku sekarang ini?”
Dan pertanyaan Reiji membuatku tepekur.
“Mau balik aja apa?”
Pertanyaan kedua Reiji membuatku terkesiap.
Ga nyaman rasanya kurang cocok untuk dibilang kenapa aku lebih banyak diam saat pergi berdua dengan Reiji sebagai, eemm, pasangan bisa dikatakan saat ini.
“Kok lo mikirnya begitu?”
Aku pun balik bertanya pada Reiji.
Aku yang kadang menyebut Reiji dengan elo, Rei, Ji, dan terkhusus jika aku menyebut Reiji dengan 'kamu', - paling saat lagi kumpul bareng-bareng dengan orang tua Reiji dan orang tuaku.
Papa dan Mama yang suka menegurku jika aku memanggil Reiji dengan sebutan ‘elo’ atau hanya memanggil namanya saja.
“Perasaan aku yang bilang begitu ..”
Oh ya ampun, Reiji benar-benar serius ini membahasakan dirinya dengan kata ‘aku’ sekarang?.
“Jangan suka su’udzon”
Aku pun menampik dugaan Reiji tentang ketidak nyamanan yang ia pikir sedang aku rasakan saat ini.
“Ga perlu berkilah Lia.. aku paham kalau kamu ga merasa nyaman sekarang. Aku sadar banget kok, protes terselubung kamu tentang perjodohan kita waktu di Villa..”
Didetik Reiji mengatakan kalimat terakhirnya barusan, sungguh aku jadi salah tingkah dibuatnya.
“Tapi kalo kamu memang keberatan, seharusnya jangan kamu simpan keberatan kamu itu.. aku rasa jika kamu menolak pun, orang tua kita akan mengerti. Aku juga mengerti .. daripada mulut kamu bilang iya, tapi hati kamu ga ikhlas, itu membebani diri kamu sendiri. Dan akhirnya ya seperti ini, kamu merasa ga nyaman..”
Ya ampun, kok si Reiji paham dengan apa yang aku rasakan?.
“Gue bukannya ga nyaman..”
Aku menyela ucapan Reiji.
“Tapi canggung, mungkin lebih tepatnya”
Aku bicara sembari menatap Reiji yang menoleh padaku.
“Kalau soal perjodohan Insya Allah gue udah ikhlas”
Aku masih menatap Reiji, meskipun fokus Reiji terbagi dengan dia yang harus fokus pada jalanan dan juga menoleh padaku.
“Iya, benar yang lo bilang. Ada protes terselubung gue waktu di Villa depan orang tua lo dan orang tua gue, depan Avi juga..”
Dan aku memalingkan tatapan ke jendela mobil di hadapanku, berbicara pada Reiji tapi tak melihat pada lelaki yang merupakan calon suamiku itu.
“Tapi kemudian gue berpikir kalo orang tua kita berniat baik ingin menjadikan persahabatan mereka yang sudah seperti keluarga ini, benar-benar berwujud seperti keluarga. Dan yah, mungkin dengan ini cara mereka. Menjodohkan kita”
Lalu aku menoleh pada Reiji dimana dia juga sedang menoleh padaku. Dan kemudian Reiji tersenyum. Jenis senyum Reiji yang belum pernah aku lihat sebelumnya, karena si pria freezer frozen food ini, seumur hidup yang aku kenal, jarang banget tersenyum padaku.
“Udah gede ya Malia ternyata. Udah dewasa pemikirannya” Ucapan Reiji membuat aku spontan mencebik kecil. Namun kemudian aku terhenyak. “Sini..” Saat Reiji berucap. Aku tak mengerti. Namun ia berbicara lagi. “Sini tangannya” Ucap Reiji lagi dan aku spontan melirik kearah tangan kirinya yang sudah terulur padaku, dengan telapaknya berada diatas.
Aku terdiam. Hatiku sedang berkecamuk kecil. Pegangan tangan? Dengan Reiji?. Aku sedang menimbang-nimbang, hingga aku mendengar dengusan kecil dari Reiji bersamaan dengan ia menarik tangannya lalu menggerakkan perseneling mobil.
“Rei..” Ucapku.
“It’s okay Lia. Aku paham ..”
Reiji menoleh padaku, ia tersenyum.
Tapi senyumnya tidak seperti senyum Reiji yang sebelumnya tadi.
“Sorry ya, aku yang terburu-buru mungkin”
Dan ucapan Reiji itu entah mengapa membuatku merasa tak enak, merasa bersalah bahkan.
“Ya udah mau lanjut jalan atau mau pulang nih? Nanti kalau aku bablas tetep ajak kamu jalan sesuai pilihan aku jangan protes loh ya?.. Mumpung tol masih agak jauh nih.. nanti..”
Dan Reiji menghentikan cerocosannya itu, tepat disaat aku meletakkan telapak tangan kananku, diatas punggung tangan kiri Reiji yang standby di perseneling mobil.
Reiji sempat terhenyak, hingga kemudian senyum teduh seperti yang tadi ia tunjukkan nampak di wajah Reiji yang sumpah menambah gantengnya pria yang dalam tiga bulan kedepan akan menjadi suamiku itu.
Dan disaat Reiji membalikkan tangannya kemudian menautkan jemarinya di sela jemariku, ada perasaan aneh yang terasa mulai menjalar dihatiku. Oh Tuhan, secepat inikah aku jatuh dalam pesona seorang Reiji Shakeel?.
***
REIJI
‘Oh man! ...’
Itu yang sontak kusebut dalam hatiku saat Malia sudah muncul untuk pergi bersamaku.
Jujur se-jujur jujurnya, aku memang terpana melihat Malia, hingga membuatku salah tingkah sendiri karena sepertinya ketakjubanku pada Malia begitu ketara, sampai aku bengong, mungkin?.
Parahnya aku terpesona pada Malia sampai bengong didepan kedua camer ku.
Rasanya, eh bukan rasanya sih memang, sejak sebelum perjodohan kami di Villa, aku lama sekali tak bertemu Malia, berkomunikasi hanya lewat sekedar chat aja pun engga kayaknya.
Malia itu memang dekat sekali dengan Avi.
Bukan dekat lagi sih bisa dibilang. Erat dan ketat, lebih tepatnya.
Tapi tidak denganku. Meski hitungannya Malia yang notabene seumur Avi itu kenal seumur hidupnya sampai saat ini denganku, namun kedekatan ku dan Malia bisa dibilang biasa aja.
Selain yah, aku menganggap Malia seperti adik saja selayaknya Avi.
Aku tak pernah memperhatikan Malia dengan intens, walau aku sadar sedari dulu paras Malia tak bisa dipungkiri memang cantik adanya.
Saat Malia mulai kuliah, aku sedikit mulai memperhatikannya. Hingga pada saat dia di wisuda dan aku juga langsung datang ke tempat acara wisuda Malia diselenggarakan, bahkan aku bela-belain datang langsung dengan seragam pilotku dan sedikit menjadi pusat perhatian.
Ehem!
Maklum orang ganteng.
Malia tersenyum lebar saat melihatku datang setelah seremonial acara wisudanya baru saja selesai dan ia keluar dari gedung bersama orang tuanya, orang tuaku dan Avi.
Hari itu Malia yang di wisuda. Sementara Avi yang berbeda kampus dengan Malia, baru minggu depan acara wisudanya. Aku sudah mengambil cuti untuk hari wisuda Avi. Dan untuk hari wisuda Malia, aku sudah mengatur jadwal kerjaku sedemikian rupa, agar aku bisa menghadiri acara wisuda Malia hari itu.
Meski hubunganku dengan Malia itu rasanya tidak erat-erat amat karena kami sering berargumen jika bertemu, namun rasanya aku akan merasa bersalah jika sampai tidak menghadiri acara wisuda Malia. Aku pun heran. Entah kenapa aku sampai memiliki pemikiran seperti itu. Tapi yang jelas aku senang bisa menemui Malia diacara wisudanya.
Walaupun yah, aku datang disaat seremonial wisuda Malia itu sudah selesai. Setidaknya aku bisa melihat cantiknya Malia hari itu. Hingga bibirku melengkung keatas secara otomatis saat melihatnya berjalan menghampiriku dengan senyuman yang membuat wajah Malia semakin nampak cantik. Hingga kemudian entah Malia sadar atau tidak, dia berhambur begitu saja ... dan memelukku.
Dimana, didetik itu juga...
Aku merasakan ada dentuman aneh di jantungku.
***
Bersambung ..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 296 Episodes
Comments
Suhestri Utami
idem mak
2022-05-22
0
Et Koestanti
slamat hari raya,,ma'ap lahir bathin emak na Queen kalo ada salah" koment🙏😅 lanjutkan maak 😄
2022-05-02
0