Happy reading ..
***
Reiji’s side ...
Aku mengenal Malia sejak itu anak lahir ke dunia, beberapa bulan sebelum adikku Avi lahir.
Jadi selama ini aku menganggap Malia sama halnya seperti Avi. Adik perempuan. Malia sama seperti Avi. Memanggilku dengan sebutan Abang.
Namun Malia mulai songong sejak ia SMP. Merasa udah gede kali itu dia. Padahal aku sudah mendapatkan PPL alias lisensi terbang pertama sebagai seorang Pilot kala itu.
Meskipun lama kenal dengan Malia, tapi aku juga jarang ngobrol dengannya. Aku malas kalau dengar itu ABG dua, Malia dan Avi kalo udah ngobrol.
Berisik!.
Sementara aku menyukai ketenangan. Apalagi kalau aku sedang berada di rumah.
Jadi jika Malia datang bermain ke rumah, aku memilih untuk tinggal di kamarku saja. Menghindari itu dua ABG yang kalo lagi ngobrol berisiknya minta ampun.
Rumahku dan dan rumah Malia memang tidak jauh. Masih satu komplek hanya beda blok aja. Jadi memang sangat mudah bagi Malia untuk kapanpun datang berkunjung ke rumah. Memang ga ada yang pernah merasa keberatan juga sih, kalau Malia sering main ke rumah, nyamperin Avi.
Kadang heran juga sama itu anak dua. Waktu SMA udah beda sekolah, tapi kelengketan mereka ga berubah seperti halnya mama, papa dan Om Bram serta Tante Ralisa, orang tuanya Malia yang bersahabat dengan orang tuaku, yang katanya persahabatan itu sudah berlangsung sejak dulu kala-Iyain aja lah!.
Malia ini bawel orangnya, sementara aku kebalikannya.
Tapi walau begitu, aku rasa aku menyayangi Malia, sama seperti aku menyayangi Avi.
Jika aku memberikan nasehat pada Avi, akupun akan memberikan nasehat pada Malia.
Terutama soal cowok. Dulu sih, waktu mereka masih sekolah.
Dan untungnya, dua gadis itu mendengarkan nasehatku.
Baik Avi maupun Malia, sama-sama bertekad untuk tidak pacaran selama mereka bersekolah.
Setahu aku.
Hingga waktu berlalu.
Dan ga terasa beberapa tahun telah terlewati.
Dan kenyataannya gadis bawel sahabat adikku itu, menjelma menjadi wanita dewasa yang begitu memikat.
Selain memang Malia, memang cantik parasnya.
Salah satu alasan, kenapa aku mau dijodohkan dan menikah dengan Malia.
Hehehe.
Hanya yang aku heran nih, Malia itu cantik, bagus bodinya pula.
Tapi kalau kata si Avi, dari kuliah sampe lulus bahkan udah kerja juga, yang kerjaannya itu dia sudah jalani sejak kuliah, Malia tidak pernah menjalin hubungan yang serius dengan seorang laki-laki.
Pertanyaanku, itu cowo-cowo yang ada di kampus sama di kantornya Malia apa bermasalah matanya apa gimana?. Masa ga tertarik gitu sama cewe cakep se-memikat Malia?.
“Apa jangan-jangan Malia belok, Vi?”
Pertanyaanku itu sukses mendapat kepretan dari Avi yang bikin kulit tanganku terasa perih.
“Sembarangan aja lo Bang!”
“Ya kali...”
“Gue bilangin sama Malia, kena semprot sama dia loh!”
Dan aku memilih untuk meminta maaf pada Avi karena celetukan asalku tentang sahabatnya itu.
Serta meminta Avi agar tak menyampaikan celetukan asalku tadi itu pada si Malia.
Bukan takut, males aja nanggepin kebawelan Malia.
“Gope sini! Seribu persen gue tutup mulut soal celetukan asal lo tadi”
Ngeselin banget emang adek kandungku satu itu. Dan lima lembar seratusan ribu pun melayang keluar dari dompetku ke tangan si Avi.
Tapi ga apa-apa sih, aku udah ikhlas lima ratus ribu-ku melayang ke tangan Avi waktu itu. Toh celetukan asalku terbukti salah memang.
Malia lurus, ga belok.
Masih waras.
Masih menyukai lawan jenis.
Buktinya, dia menerima dijodohkan olehku.
Alhamdulillah..
Hahaha.
****
Beberapa bulan sebelum pernikahan....
Wajah tampan berikut sosok seorang pilot yang sedang duduk di kursi teras sebuah rumah modern minimalis dan menyeruput minuman yang disuguhkan padanya itu sedang diperhatikan oleh sepasang netra seorang wanita yang duduk disalah satu bangku teras yang terhalang oleh meja di tengahnya.
Namun keduanya masih terdiam, diantara kecanggungan yang menyelimuti hati masing-masing.
Bahkan setelah si Pilot yang memang sedang memakai seragam Pilotnya itu, dikarenakan dia baru saja selesai bertugas, sama seperti si wanita juga, tetap diam saja.
“Ya’!” Hingga sebuah suara membuat sepasang pria dan wanita itu menoleh bersamaan ke sumber suara.
“Iya Ma!” Itu Malia yang dipanggil oleh sang mama yang berdiri di ambang pintu yang tembus ke teras belakang dimana Malia berada itu.
“Ajak Reiji makan dulu!” Suara dari seorang wanita paruh baya yang sebelumnya berseru terdengar lagi, wanita yang adalah Ralisa, mamanya Malia.
“Iya!”
“Ji!”
“Ya Tan!...”
Itu Reiji, yang nampak gagah dengan seragam pilotnya, meski wajah tampan Reiji nampak lelah.
“Masuk! Makan dulu!” Seru mamanya Malia lagi seraya mengajak.
Mamanya Malia yang tahu jika Reiji langsung mampir ke rumahnya saat baru selesai bertugas, beranggapan jika Reiji pastilah belum makan.
“Iya!...” Sahut Reiji sembari memiringkan tubuhnya itu. Yang kemudian beralih menatap Malia setelah mamanya Malia masuk kembali ke dalam rumah.
Malia menarik sudut bibirnya, kala menyadari Reiji yang sudah menoleh padanya dan menatapnya itu.
“Yuk masuk?” Ucap Malia pada Reiji, dan Reiji pun langsung mengangguk lalu berdiri dari tempatnya diikuti oleh Malia.
Keduanya pun berjalan bersisian untuk masuk ke dalam rumah Malia.
**
Reiji dan Malia sudah menyambangi kedua orang tua Malia yang sudah mengambil tempat di ruang makan minimalis di rumah orang tua Malia itu.
Namun tidak seperti dua orang yang akan melangsungkan pernikahan dalam tiga bulan ke depan, Reiji dan Malia nampak biasa saja dalam menyambut hari pernikahan mereka itu.
Bahkan dua anak manusia itu terkesan datar-datar saja dalam menyambut serta mempersiapkan pernikahan mereka yang akan dilangsungkan dalam tiga bulan ke depan itu. Tidak seperti para calon pengantin lainnya yang antusias dalam menyiapkan acara sakral tersebut.
Mungkin efek perjodohan yang mendadak dari keluarga keduanya, hingga membuat Reiji dan Malia masih merasa bingung untuk bersikap satu sama lain sebagai pasangan. Mau bersikap mesra kok rasanya aneh.
Yah, mau bersikap mesra bagaimana? Toh selama ini, jika keduanya bertemu Reiji lebih memilih menghabiskan waktu di kamarnya.
Kalaupun pas kebetulan ketemu dan papasan saat Malia sedang main ke rumahnya, dan Reiji sedang tidak ada jadwal terbang, Reiji juga lebih banyak diam.
Kalo ga serius banget baca buku, ya serius nonton film. Jangan memulai obrolan, nyapa sekedar bilang, Hai!, aja engga. Jadi sekarang, karena sama-sama bingung untuk bagaimana memulai obrolan yang dirasa ‘wajar’.
Reiji memilih untuk duduk di ruang tamu bersama papanya Malia, dan Malia memilih untuk membantu sang mama membereskan meja makan selepas ke empat orang yang duduk makan malam bersama tadi telah selesai makan.
Meskipun sebenarnya bantuan Malia tidak terlalu dibutuhkan, karena ada si mbok yang memang bekerja sebagai asisten rumah tangga di rumah orang tuanya Malia itu.
**
Alih-alih saling menghindari karena bingung memulai obrolan, Malia dan Reiji sudah kembali berada dalam posisi saling canggung lagi. Karena rencana keduanya untuk saling menghindar agar tidak kembali berduaan macam di taman belakang tadi nyatanya gagal.
Orang tua Malia kini sudah meninggalkan Malia dan Reiji di ruang tamu rumah Malia, dengan alasan mereka ingin beristirahat lebih cepat. Yang Malia dan Reiji terka, sudah pasti ini akal-akalan dua orang tua itu saja.
Dan sekali lagi, Malia dan Reiji saling diam. Sama-sama bingung untuk memulai. Malia yang dulu suka bawel jika bertemu Reiji dan kadang melayangkan protes jika Reiji malas-malasan menanggapinya saat Malia bertanya, nampaknya tidak bisa bersikap seperti itu lagi pada Reiji.
Sementara Reiji yang memang jarang sekali memulai lebih dahulu pembicaraan dengan Malia dari sejak belum adanya acara jodoh-jodohan ini, juga merasa canggung untuk memulai pembicaraan. “Besok free ga?” Reiji melontarkan pertanyaan pada Malia pada akhirnya.
Hingga akhirnya pertanyaan itu terlontar dari mulut Reiji begitu saja. Yang membuat Malia sedikit terkesiap.
Habis Reiji bingung mau ngomong apa, mau bahas apa dengan Malia saat ini. Urusan pernikahan, sebagian besarnya, udah di take over oleh dua dara senior.
Yakni mamanya Reiji dan mamanya Malia. Dibantu oleh satu dara junior, yakni Avi.
“Besok?” Malia malah balik bertanya dan Reiji manggut-manggut.
“Weekend ga kerja kan?” Reiji juga kembali bertanya.
Pertanyaan bodoh kalau menurut Reiji. Pasalnya dia tahu persis kalau Malia memang hanya masuk kantor di week day aja.
Yah, namanya juga bingung mau ngomong apa dalam situasi yang sudah begini dengan Malia yang bukan lagi berstatus sebagai anak sahabat papa mamanya, bukan sekedar sahabat Avi, adiknya.
Tapi Malia yang dia kenal selama puluhan tahun ini, sekarang berstatus sebagai calon istri Reiji. “Atau udah ada acara?” Tambah Reiji.
“Engga sih”
“Ya udah kalo kamu memang ga ada acara besok. Aku jemput kamu jam sepuluh pagi”
“Mau ngapain?...”
“Maunya ngapain emang?...”
**
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 296 Episodes
Comments
Suhestri Utami
maaaak..
2022-05-22
0