Happy reading ..
***
Hari Perjodohan....
Laki-laki berperawakan tinggi dengan wajah tampan serta tubuh atletis sedang asik mengunyah kacang goreng di dalam toples.
Bahkan toples berisikan kacang goreng itu ia pegang sendiri seolah enggan berbagi dengan orang lain.
Mulutnya sibuk mengunyah, berikut tangannya sibuk memasukkan kacang ke dalam mulutnya jika kacang-kacang yang ia koyak dengan giginya yang terbaris rapih itu sudah tertelan semua. Laki-laki itu nampak tenang memperhatikan orang-orang yang sedang mengobrol didekatnya.
Sebuah obrolan santai mengenai masa depan. Masa depan si laki-laki yang sedang mengunyah kacang, dan seorang gadis yang nampak tercengang lebih ke syok setelah mendengar sepasang orang tua yang ada di sebuah ruangan itu bicara soal perjodohan.
Laki-laki itu kaget juga sebenarnya, tapi dia tidak menunjukkan keterkejutannya atas rencana perjodohan dirinya dan gadis yang nampak sedang duduk dengan mulut yang sedikit terbuka itu.
Mata si laki-laki menelisik saja setiap orang, dimana bola matanya menatap sebentar-sebentar pada dua pasang orang tua yang nampak antusias dengan pembicaraan soal perjodohan ini, serta si gadis yang sedang syok dan satu gadis lainnya yang seumuran dengan gadis yang nampak syok itu.
“Gimana Ji, Lia? ...”
Satu dari dua pria paruh baya itu melontarkan pertanyaan sembari menatap dua insan yang direncanakan akan dijodohkan dan saat ini duduk bersebrangan.
Dua insan itu adalah Reiji dan Malia.
“Papa sama Mama rasa usia kamu sudah cukup untuk menikah Lia, sudah lulus kuliah, sudah punya pekerjaan tetap juga. Sudah ga ada beban apa-apa lagi kan? ...”
“Ya.. tapi Pa ..”
“Memang mau cari apalagi, Li?. Ga ada kan?”
“Ya memang ga ada,” Malia menjawab ucapan sang Papa. 'Tapi iya masa ngadi-ngadi ngejodohin gue sama su Reiji?!'
“Nah ya sudah,” Timpal Papa Malia.
“Iya, Reiji kan juga udah mateng juga usianya. Bahkan harusnya dia udah nikah malahan dengan umurnya sekarang yang udah kepala tiga....”
“Baru masuk kepala tiga Pa..” Tukas Reiji pada Papanya yang berbicara barusan, menimpali ucapan Pak Bram, papanya Malia.
“Tetep aja udah kepala tiga judulnya!” Sambar mamanya Reiji.
Reiji memutar bola matanya malas, saat sang mama Reiji menyambar ucapannya.
“Ya pokoknya Reiji sudah sangat pantas untuk menikah...” Lanjut papanya Reiji lagi.
“Dan bagi Papa, Mama, serta Om Tino dan Tante Alice, menjodohkan kamu dan Reiji adalah suatu kebahagiaan bagi kami.....”
Papanya Malia kini yang angkat bicara.
“Tapi Pa, Ma, aku juga masih baru banget wisuda gini, meskipun aku udah kerja juga. Tapi apa iya harus cepet-cepet nikah gitu? Terus pake acara jodoh-jodohan gini?”
Ketidak setujuan terpancar dari raut muka dan ucapan Malia pada orang tuanya, meski suara Malia tidak meninggi. Namun cukup jelas terlihat, jika Malia sedang mencoba protes atas keputusan orang tuanya dan orang tua Reiji itu.
Sementara Malia nampak sedang melayangkan protes, Reiji sendiri diam saja.
Reiji nampak anteng-anteng aja bahkan. Hanya bola matanya saja yang nampak bergerak-gerak, selain tangan dan mulutnya masih sibuk dengan kacang goreng.
“Kita ga suruh kamu dan Reiji menikah cepet-cepet kok, Malia sayang”
Tante Alice, mamanya Reiji, mencoba menenangkan Malia.
“Pernikahan toh akan dilaksanakan, kalau kamu dan Reiji sudah menyetujui perjodohan ini...”
“Ini, Lia boleh nanya ga?...”
“Silahkan atuh ...”
“Ini kenapa tau-tau jodohin aku sama Reiji deh???”
Malia melontarkan pertanyaan disela wajahnya yang nampak panik itu.
Dan Reiji, tetap santai saja.
“Rei! Ngomong sesuatu dong!”
Malia menatap Reiji dengan wajah paniknya, sedikit terdengar agak nyolot.
“Kamu kan Pilot, memang ga ada Pramugari single gitu yang bisa kamu gebet?. Atau ga cewe-cewe di tiap-tiap tempat yang kamu datengin kan pasti banyak yang cakep? Ga mau apa hunting cewe-cewe dulu? Mau gitu? Terima aja gitu? Dijodohin sama aku?”
Malia bicara panjang lebar.
“Kenapa aku harus ga terima dijodohin sama kamu?”
Satu baris kalimat yang keluar dari mulut Reiji yang sudah meletakkan kembali toples kacang yang ia peluk sedari tadi, sukses membuat Malia melongo.
Enteng saja Reiji menjawab pertanyaan Malia dari cerocosannya tadi dengan wajah yang nampak tenang pula. “Aku sih mau-mau aja .. Kamunya mau ga?”
Dan ucapan Reiji berikutnya sukses membuat Malia membeku, habis kata. Alih-alih mendapat dukungan Reiji untuk menolak perjodohan mereka. Reiji malah cepat sekali memberikan jawaban.
Dan sialnya bagi Malia, Reiji menyetujuinya dengan sangat cepat.
Membuat otak Malia bertanya-tanya, apa motif Reiji yang dengan cepat mengiyakan perjodohan dengan dirinya. ‘Apa Reiji ini cinta sama gue? Tidak mungkin bukan?’
Malia membatin.
Hingga kemudian suara papa Reiji terdengar dan pandangan enam orang yang ada di dekat Malia benar-benar terfokus pada Malia.
“Tuh, anak Om udah setuju....” Kata Om Tino. “Lia, gimana?....”
***
“Gila! Asli! Ga nyangka gue yah, best friend gue akan jadi kakak ipar gue?! ...”
Itu Avi yang nampak antusias setelah hanya tinggal dirinya, Malia dan Reiji yang berada dalam ruangan sebuah Villa di luar kota milik orang tua Reiji, yang sering digunakan untuk tempat liburan bersama dengan Malia dan orang tuanya.
“Cie Bang Rei, seneng nih bisa kawin sama Lia??!!!...” Goda Avi sembari menoel lengan kakaknya.
“Nikah dulu! Baru kawin!”
Malia melongo mendengar timpalan Reiji barusan atas ucapan Avi yang sekarang sedang tergelak, yang orangnya sedang duduk disamping Malia.
Reiji masih nampak santai saja, sementara perihal perjodohan sedang merongrong di otak Malia.
Malia kemudian berdecak.
Si Reiji ini ya, - kalau kata Malia.
Cool banget emang orangnya.
Selain rupawan mukanya, plus bagian atas tubuh Reiji itu pelukable banget, Reiji itu tak banyak bicara orangnya, dari yang selama ini Malia kenal, seumur hidup Malia sampai sekarang.
Tapi sekalinya ngomong, ya gitu tuh, suka asal jeblak.
Kalo engga, nyelekit kayak cabe jablay.
Nah bagian itu, nyelekit nya mulut Reiji pernah sampai ke Malia.
Ada suatu kejadian yang membuat nyinyiran pedas Reiji terlontar untuk Malia.
Tapi itu udah lama banget.
**
“Ca ilah Bang Rei, udah mau kawin aja bawaannya! .... Udah ga tahan ye Bang?!”
Avi menimpali ucapan Abangnya soal nikah dan kawin tadi, dimana Malia langsung mengepret lengan sahabatnya itu yang kemudian terkekeh geli sendiri.
“Apaan sih lo Vi?!” Ketus Malia pada Avi.
“Ciee calon kakak ipar malu-malu nih ye, ngomongin soal kawin-dikawinin....”
Gantian Avi yang kini mengecengi Malia yang langsung menoyor kepala sahabatnya itu.
Dimana wajah Malia nampak sedikit merona.
Usia Malia memang sudah dua puluh empat tahun, namun hal yang dimaksudkan Avi tadi masih dirasa tabu oleh Malia, meski ia cukup paham.
Apalagi saat ini, sedang ada Reiji yang masih anteng ditempatnya, nampak woles aja.
“Otak lo!” Seru Malia. “Sapuin! Ngeres banget!” Sambung Malia sembari mendelik pada Avi.
Avi pun tergelak tanpa akhlak.
Avi dan Malia nampak riuh berduaan.
Tapi Reiji seolah tak perduli. Laki-laki itu nampak santai dan tenang saja.
Malah Reiji sudah membaringkan dirinya di atas sofa panjang tanpa dosa, lalu mulai sibuk dengan ponselnya.
Perkembangan pembicaraan soal obrolan mengenai perjodohan Reiji dan Malia akhirnya berakhir setelah Malia pada akhirnya mengiyakan perjodohannya dan Reiji itu.
Malia berperang dengan hatinya memang. Dari sekian banyak pria di muka bumi ini, kenapa harus si Reiji itu yang dijodohkan olehnya??..
Malia tidak punya perasaan cinta pada Reiji.
Tidak pernah punya. Tidak dulu tidak sekarang.
Tapi melihat wajah dua orang tua yang begitu penuh harap kala menunggu jawaban Malia, membuat Malia akhirnya menganggukkan kepalanya dan berkata,
“Iya udah, Malia terima perjodohan Malia sama Rei”
Dan kampretnya-kata Malia, si Reiji iya-iya aja lagi dijodohkan olehnya.
Malia yang seyogyanya tidak pernah menginginkan Reiji untuk menjadi suaminya, mau tidak mau kini pasrah dengan takdirnya.
Selain itu, pada akhirnya Malia berpikir, tidak ada salahnya juga perjodohannya dengan Reiji yang dilakukan oleh orang tua mereka yang sudah bersahabat sangat lama itu.
Reiji ga buruk juga. Hanya sikapnya yang cuek itu yang nyebelin.
Jadi ya sudah, seperti halnya Reiji yang terima-terima saja dijodohkan dengan Malia, Malia pun akhirnya menerima.
Ikhlas ga ikhlas, ya Malia harus ikhlas. Karena kebahagiaan orang tuanya lah bagi Malia yang utama.
Sama, dengan bagaimana Reiji berpikir yang sangat menghormati dan menyayangi kedua orang tuanya itu.
Toh Malia dan Reiji juga sama-sama berpendapat, jika perjodohan ini pastilah orang tua mereka sudah pikirkan matang-matang.
Keputusan para orang tua itu, yang Malia dan Reiji percaya, pastilah untuk kebaikan anak-anaknya.
***
To be continue...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 296 Episodes
Comments
Suhestri Utami
sepi euy..
2022-05-22
0