Bab 20

Bu Bakir duduk di sebuah bangku agak jauh dari klinik tempat suaminya dirawat. Tangis wanita itu pecah, penyesalan atas sikapnya selama ini pada sang suami membuatnya bersedih. Terlebih setelah mendengar apa yang dikatakan Pak Bakir barusan, membuat wanita itu semakin terisak.

Rio yang berdiri tak jauh dari tempat itu, hanya melihat pada Bu Bakir. Tak ada keberanian untuk menghampiri ibu kekasihnya itu.

"Tidak mungkin...Tidak mungkin mereka setega itu. Mereka itu orang baik, mana tega mereka melakukan semua itu pada suamiku," gumam Bu Bakir lirih.

"Tapi kalau memang benar apa yang dikatakan Bapak tadi, aku gak akan pernah tinggal diam. Akan ku balas perbuatan mereka. Mata ganti mata, gigi ganti gigi," celoteh Bu Bakir lagi.

Merasa penasaran, akhirnya Rio memberanikan diri mendekati Bu Bakir, dengan lembut, pemuda itu menyapa ibu kekasihnya.

"Bu, kenapa duduk di sini, apa sudah selesai ketemu Bapak? Kok Nabila gak kelihatan, apa dia gak menemani Ibu?"

Bu Bakir terkejut, tiba - tiba ada yang menegurnya. Setelah mengusap air mata, dengan isyarat Bu Bakir menyuruh Rio duduk di sebelahnya.

"Eh, Nak Rio ini ngagetin Ibu aja, mana nanyanya borongan, mana dulu yang harus Ibu jawab, nih?"

Rio menggaruk kepalanya yang tak gatal, pemuda itu tampak salah tingkah.

"Nak Rio, boleh Ibu bertanya?"

"Tanya apa, Bu?"

"Kamu beneran sayang kan, sama anak Ibu?"

Rio menganggukkan kepalanya, tak enak menjawabnya dengan kata-kata.

"Maukah kamu menjaga Nabila untuk Ibu?"

"Saya akan berusaha untuk tidak mengecewakan Ibu. Saya akan menjaga Bila dengan sekuat tenaga saya. Kenapa Ibu bertanya seperti itu?" tanya Rio heran.

"Nabila itu sebenarnya cewek lemah, cuma saja dia berpura - pura terlihat kuat agar Ibu dan bapaknya tidak sedih. Karena itu, Ibu titip Nabila padamu, jaga dia! Karena Ibu tak bisa, makanya Ibu minta tolong padamu."

Rio hanya mengangguk setuju, tetapi dalam hatinya, Rio tak mengerti apa maksud Bu Bakir.

"Ibu mau tetap di sini, atau kembali ke tempat Bapak dirawat?" tanya Rio setelah lama mereka terdiam.

"Ibu mau ke mobil aja. Di sana masih ada wanita itu. Ibu belum bisa menahan amarah Ibu kepadanya untuk saat ini."

Dahi Rio berkerut, tak tau siapa yang dimaksud oleh Bu Bakir. Tampaknya, 'wanita itu' membuat Bu Bakir merasa tak nyaman.

"Kalau begitu, ini kunci mobilnya, Bu. Ibu tunggu di mobil saja, nanti akan saya pamit kan pada Bapak."

"Terima kasih ya, Nak Rio. Kamu anak yang baik, Nabila tak salah memilih pacar," kata Ibu sambil menepuk bahu Rio tanda terima kasih.

Bu Bakir meninggalkan Rio menuju mobil pemuda itu. Bu Bakir benar - benar belum siap bertemu Winda. Amarahnya tiba - tiba saja tersulut, saat wanita itu masuk ke dalam kamar rawat suaminya.

Rio segera masuk ke ruang rawat Pak Bakir, menemani Nabila kekasihnya.

"Mana Ibu, Kak?" tanya Nabila.

"Ibu nunggu kita di mobil. Tadi Kakak ketemu Ibu di luar, Ibu bilang lagi masuk angin dan mau cepat pulang, jadi Kakak saranin nunggu di mobil saja."

"Kenapa Ibu gak bilang sama Bila sih, kalau lagi masuk angin? Kan Bila bisa mintakan minyak kayu putih ke perawat," kata Bila.

"Mungkin Ibu cuma gak mau bikin kamu kuatir, Dee. Tenang aja, Ibu gapapa kok, tadi juga Kakak sudah minta Ibu istirahat di mobil."

"Siapa itu, Bil?" tanya Pak Bakir.

"Oh, kenalkan! Nama saya Rio, Pak. Saya teman sekolah Nabila," kata Rio sambil menyalami Pak Bakir dan Winda.

"Teman, apa teman nih?" goda Winda.

"Sebenarnya, kami teman dekat, Tante," jawab Rio malu - malu.

"Cie, bilang aja pacar, gitu aja pakai malu - malu kucing segala," ledek Winda lagi.

Semburat merah tampak di pipi Nabila, mendengar ledekan Winda. Sementara itu, Rio tampak tertunduk malu. Dan Pak Bakir hanya menghela napas dalam.

"Maaf ya, Pak! Kami tak bisa lama - lama di sini, mobilnya mau dipakai sama Papa. Jadi saya dan Bila mohon pamit," kata Rio.

"Kok buru - buru sih, Kak? Kan Ibu belum balik kemari. Masa sih Ibu kita tinggal?" protes Bila.

"Kok ditinggal? Kan Ibu sudah nunggu kita di mobil. Kamu lupa ya, masa masih muda udah pikun sih?"

Bila tampak akan membantah kata - kata Rio. Tapi Pak Bakir yang telah mengerti maksud pemuda itu menenangkan putrinya.

"Sudahlah, Bila. Kasian Nak Rio, nanti dimarahi papanya. Lagian kan besok - besok kalian masih bisa ke sini lagi. Masa sih gak kangen sama Bapak?" Pak Bakir mencoba tersenyum.

Nabila menuruti perkataan bapaknya, gadis itu mencium tangan bapaknya untuk berpamitan. Rio mengikuti gadisnya berpamitan pada Pak Bakir.

"Pak, tadi Ibu nitip pamit pada Bapak, Ibu juga minta maaf gak bisa balik ke sini lagi," bisik Rio pada Pak Bakir.

Pak Bakir mengangguk, karena paham maksud pemuda itu.

"Bapak titip Bila ya, Nak Rio. Tolong jaga Nabila buat Bapak."

"Baik, Pak. Saya akan berusaha menjaga amanah Bapak," kata Rio mantap.

Pak Bakir tersenyum mendengar jawaban Rio. Hatinya sedikit merasa lega, ada orang lain yang bersedia menjaga anak gadis kesayangannya.

Setelah berpamitan pada Winda, Rio dan Nabila meninggalkan klinik tempat Pak Bakir dirawat.

"Mbak Yu kenapa sih, Mas? Kok kesannya menghindar dari aku?" tanya Winda pada Pak Bakir.

"Bukan begitu maksud Mbak Yu mu, Dek. Dari tadi dia emang mengeluh masuk angin. Mungkin dia sudah tak kuat lagi menahannya," kata Pak Bakir beralasan.

"Di sini kan klinik, Mas. Kalau cuma sekedar masuk angin kan bisa diobati di sini. Lagi pula, aku ini kan seorang bidan, kalau mengobati masuk angin aja, aku kan masih sanggup," gerutu Winda lagi.

"Kayak kamu gak kenal Mbak Yu mu aja, Dek? Kan tau sendiri, dia itu keras kepala dan gak mau merepotkan orang lain. Mungkin dia merasa, kalau cuma masuk angin gak usah merepotkan kamu atau perawat di sini."

"Tapi kan kesannya, Mbak Yu jadi kayak menghindar dariku."

"Itu cuma perasaanmu saja. Gak mungkin Mbak Yu mu berniat menghindar darimu. Oh iya, gimana kabar Tasya? Udah kelas berapa dia?" tanya Pak Bakir mengalihkan perhatian Winda.

"Udah gede, Mas. Sekarang sudah TK B, tahun dia udah masuk SD."

"Baguslah, Mas kangen sama dia."

"Nanti kapan - kapan aku ajak ke sini deh, bareng sama Dika juga," janji Winda.

"Iya, Dek."

Pak Bakir tampak kelelahan, mungkin karena banyak berbincang dengan anak dan istrinya. Hal ini membuat Winda jatuh kasian, hingga Winda memutuskan untuk pamit, agar Pak Bakir bisa beristirahat.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!