Bab 9

Di sekolah yang baru, tak ada seorangpun yang tau latar belakang keluarga Nabila. Kepada teman-teman barunya, Nabila mengaku bapaknya sedang bekerja di luar negeri sebagai TKI. Sedang ibunya bekerja di Ibukota. Nabila tak ingin kisah masa SMP nya terulang lagi, dimana dia sering diasingkan karena bapaknya seorang napi.

Demikian juga pada, Rio, kakak kelas akhir-akhir ini dekat dengannya, Nabila mengaku terpaksa tinggal dengan kakek dan neneknya karena orang kedua tuanya bekerja.

"Bil, mau aku antar pulang?" tanya Rio suatu hari.

"Gak usah deh, Kak. Nanti malah ngerepotin Kakak, rumah Bila kan juga dekat dari sini."

"Gapapa lah, daripada kamu jalan kaki, mana panas-panas kayak gini."

"Jalan kaki kan sekalian olahraga juga, Kak. Bikin badan sehat."

"Ayolah, kan ini cuma basa-basi, sebenarnya aku tuh pengen tau rumah kamu," kata Rio sambil cengengesan.

"Oh, jadi ceritanya mau modus?"

"Ya, begitulah. Mau kan Bil?"

"Mau apa, Kak?"

"Ish, ya aku antar lah, mau kan? Aku maksa lho ini!"

"Tapi rumah Nabila, ehh...rumah kakek Nabila ding, jelek lho ya, Kak."

"Gapapa kok rumahnya jelek, toh yang tinggal di situ orangnya cantik," kata Rio sambil tertawa.

"Dih, mulai gombal ya?"

"Namanya juga usaha, Neng. Mau kan? Mau kan? Mau dong!"

"Haduh, Kakak ini, Bila kan jadi gak bisa nolak dianterin kalau kayak gini."

Rio tersenyum senang, cewek yang dia sukai tak menolak tawarannya untuk diantar pulang.

"Ya udah, kalau gitu, nanti pulangnya aku tungguin. Sekarang Kakak mau balik ke kelas dulu ya, Neng."

"Iya, Kak. Bentar lagi bel masuk juga bakal berdering."

"Daaaa, Cantik. Sampai nanti ya."

Nabila tertawa melihat kelakuan Rio. Bahkan Rio mengirimkan kiss bye buatnya, yang disertai gerakan.

"Cie..cie..ada yang lagi PDKT nih rupanya," canda Dessy yang tiba-tiba muncul.

"Duh, ngagetin aja sih, tiba-tiba nongol tanpa tanda-tanda, udah kayak jailangkung aja," gerutu Nabila.

"Etdah, Buk. Bukan tiba-tiba muncul, keles. Dari tadi juga disini kok, Situ aja yang terlalu fokus sama doi," Dessy pura-pura sewot.

"Kok bisa gitu, ya?"

"Bisa gitu gimana?"

"Ya gitu, kok aku gak tau, kalau kamu udah disitu dari tadi. Jangan-jangan kamu punya ilmu menghilang ya? Atau malah pakai jubah gaib, kayak Si Harry Potter?"

"Duh, makin ngawur aja nih anak," kata Dessy sambil menepuk dahinya sendiri.

Nabila tertawa senang melihat kekesalan Dessy. Niatnya untuk becandain Nabila gagal, malah dia sendiri yang menjadi korban kejahilan Nabila.

"Jadi, nanti pulang bareng sama Kak Rio? Gak mau nemenin aku nunggu jemputan?"

"Maulah, nemenin kamu. Nanti aku bilang sama Kak Rio, biar ikutan nemenin kamu nunggu jemputan."

"Ehh, jangan gitu dong, Bil! Kan aku jadi gak enak sama Kak Rio nya nanti. Gapapa lah aku nunggu sendiri, paling juga gak lama kok."

"Beneran nih?"

"Iya, beneran."

"Ya udah, kalau gitu aku nanti pulang dulu sama Kak Rio ya?"

"Iya, Bawel."

Nabila tertawa, dan tawanya seketika berhenti, karena Bu Ratna udah masuk kelas untuk mengajar pelajaran matematika.

*****

Winda dan Dika sedang duduk santai di teras rumah mereka. Tasya, anak mereka, tampak asik bermain boneka.

"Gimana kabarnya Nabila ya, Pa? Udah lama kita gak ketemu sama dia. Mama tiba-tiba aja kangen dia."

"He em, Ma. Emang dia gak pernah telepon atau chat Mama?"

"Gak pernah sih, mungkin lagi sibuk kali, Pa. Namanya juga siswa baru, pasti banyak kegiatan di sekolahnya."

"Ya mungkin juga sih. Atau bisa juga juga dia lagi gak punya kuota. Mama isi dong pulsanya sesekali, kan kasian tuh anak."

"Iya, nanti Mama isikan. Nabila itu anak yang baik, cuma kurang beruntung. Mama masih ingat, dia pulang sekolah sambil menangis, karena diledekin temannya."

"Emang temannya bilang apa?"

"Bilang kalau dia anak napi. Terus ibunya minggat karena malu."

Dika tercenung mendengar perkataan istrinya. Jika dia berada dalam posisi Nabila, pasti dia juga merasakan kesedihan yang sama.

"Kok malah melamun, Pa?"

"Ahh, enggak kok, Ma. Papa cuma kasian aja sama Nabila. Mudah-mudahan di sekolahnya yang baru, dia tak mendapat ledekan kayak gitu lagi."

"Pastinya sih enggak, Pa. Kan kota kakeknya itu jauh dari sini, pasti gak ada teman SMP nya yang sekolah di sana juga."

"Ya bagus kalau kayak gitu. Papa cuma berharap, Nabila bisa lebih bahagia di sana."

"Mama juga berharap begitu, Pa. Sebenarnya kalau dia mau tinggal dan sekolah disini, Mama dengan senang hati menerimanya. Dia kan baik banget sama Tasya, bisa jadi kakak angkatnya Tasya."

"Kalau tetap disini, yang ada dia bakal diledekin lagi. Biarlah dia di sana, untuk kebahagiannya juga. Mama sering-sering aja beliin dia kuota, biar bisa nelpon kemari, ngobrol sama kita, juga Tasya. Pasti Tasya juga kangen sama dia."

"Iya, Pa. Tasya udah kangen banget sama Mbak Bila," sela Tasya yang sedari tadi mendengarkan obrolan orang tuanya.

"Nanti, kalau liburan, kita akan kunjungi Mbak Bila di rumah kakeknya. Tasya mau kan?"

"Mau banget, Pa," jawab Tasya dengan gembira.

Tasya segera berdiri dan berlari untuk memeluk papanya. Baru mendengar mereka akan pergi untuk menjenguk Nabila, sudah membuat bocah itu merasa gembira.

"Kenapa Mbak Bila gak tinggal disini lagi aja sih, Pa? Kan enak, Tasya jadi punya teman main."

"Mbak Bila itu, harus jagain kakek dan neneknya. Kan Tasya tau sendiri, Pak Dhe sama Bu Dhe lagi kerja di tempat yang jauh. Jadi, Mbak Bila itu, kasihan sama kakek dan neneknya, mereka kan udah tua," hibur Dika pada anaknya.

"Kalau begitu, kita harus sering-sering ke tempat Mbak Bila, Pa! Kan Tasya kangen banget."

"Iya, nanti tiap liburan kita ke sana, sekalian nengok Kakek sama Nenek."

"Horeee!! Papa Tasya baik deh, Tasya jadi sayang banget sama Papa," kata Tasya sambil mencium pipi papanya.

"Sama Mama gak sayang nih?" Winda pura-pura sewot.

Tasya segera menghampiri mamanya, kemudian mencium pipinya.

"Tasya juga sayang kok, sama Mama. Semua Tasya sayang. Mbak Bila, Pak Dhe, Bu Dhe, Kakek, Nenek, Mbok Nah, semua deh pokoknya Tasya sayang," kata Tasya.

Ucapan Tasya membuat Winda menjadi gemas, dicubitnya pipi gembil putri semata wayangnya itu.

"Sekarang kita masuk ke dalam yuk! Mama mau nonton film kartun, sambil makan puding coklat bikinan Mbok Nah," ajak Winda.

"Wah, Papa juga mau dong, puding coklat."

"Tapi bantuin Tasya kemas mainan dulu dong, Ma, Pa!"

"Sapa yang main, ya itu yang beresin. Yuk Ma, kita masuk!"

Dika mengajak Winda masuk ke dalam rumah, sementara Tasya yang sewot membereskan mainannya sambil mengerutu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!