Bab 6

Tak terasa, hari-hari berlalu dengan cepat. Saat ini Nabila tak lagi tinggal menumpang di rumah Paklek Dika dan Bulek Winda. Nabila tinggal bersama kakek dan neneknya.

Nabila diterima menjadi murid baru di SMA Negri dekat rumah kakeknya. Untuk pergi dan pulang sekolah, Nabila cukup berjalan kaki selama 10 menit saja, SMA tempat ibunya dulu pernah bersekolah.

Hari ini hari pertama masuk sekolah untuk murid baru. Masa Orientasi Siswa harus diikuti murid kelas 10 dengan bimbingan Kakak kelas dan para guru. Nabila berangkat ke sekolah sambil bersenandung gembira. Seragam SMP yang masih harus dikenakannya membuatnya tampak lebih imut dari seharusnya murid SMA.

Sekolah sudah mulai ramai, tapi Nabila tak mengenal seorangpun di sana. Kakek dan Nenek Nabila memang tinggal di kota yang berbeda dengan ayah dan ibunya, sudah sewajarnya tak ada teman SMP Nabila yang bersekolah di sini.

"Hai..kenalin, namaku Dessy," kata cewek imut berkaca mata.

"Aku, Nabila. Senang berkenalan denganmu, Dessy."

"Aku tak punya teman sama sekali di sekolah ini, aku lihat kamu juga begitu, Nabila."

"Iya, Dess. Karena memang aku gak berasal dari kota ini. Sebelumnya aku tinggal di kota sebelah."

"Sama kalau begitu, Bill. Aku juga bukan berasal dari kota ini."

"Kita sekelas ya, Dess?"

"He em, nanti kita duduk sebangku ya!"

"Iya boleh. Aku juga belum ada teman sebangku kok."

Bel masuk sudah berdering. Para peserta MOS menuju lapangan untuk mengikuti upacara pembukaan. Tak terkecuali Dessy dan Nabila. Keduanya ikut bergegas ke lapangan.

"Duh, aku paling gak suka nih, upacara dan panas-panasan kayak gini."

Nabila hanya tersenyum mendengar keluhan Dessy. Tak cuma Dessy, memang sebagian besar cewek, paling males disuruh panas-panasan. Termasuk juga Nabila. Untunglah, kelas Nabila mendapat tempat berbaris di bawah pohon.

"Heh, minggir! Jangan di sini, ini tempatku!"

Seorang cewek yang tampak ketus mendorong Nabila. Terpaksa Nabila pindah berbaris di tempat lain yang tak terlindung pohon.

Ahh, matahari pagi kan bagus, banyak mengandung vitamin D, batin Nabila menghibur diri. Dessy yang melihatnya merasa kasian, tapi tak bisa berbuat apa-apa.

Peluh tampak membasahi wajah Nabila, sesekali gadis itu mengusapnya dengan sapu tangan. Matahari pagi itu memang cukup terik, maklum saja, musim kemarau. Tak ada sedikitpun awan di langit, sehingga sinar matahari tak ada yang menghalangi.

"Bill, kamu haus?" tanya Dessy.

"Haus banget, tapi kok rasanya nih upacara gak kelar-kelar ya, lama banget."

"Iya, tenggorokan rasanya udah kering banget. Ngomong-ngomong, kamu bawa air minum gak, Bil? kalau bawa, nanti aku minta dikit ya!"

"Aku bawa air minum, cuma air putih doang, kalau mau nanti ku bagi."

Dessy mengangguk senang, gadis itu tak membawa air minum, untuk membeli di kantin, sangat tidak mungkin.

"Ini, Dess, airnya. Cuma air putih, tapi lumayan kan, dari pada dehidrasi."

"Wah, makasih ya, Bil. Kali ini jiwaku tertolong."

"Hilih, dasar lebay."

Keduanya tertawa bersama. Dessy dan Nabila sudah menjadi teman akrab meskipun mereka baru saja saling mengenal.

MOS hari pertama diawali dengan perkenalan. Kakak pembimbing MOS memperkenalkan diri, selanjutnya memberi tugas mengumpulkan tanda tangan sekaligus perkenalan antar peserta.

"Duh, aku paling gak suka nih, tugas yang ini. Aku tuh pemalu, gak bisa ngajak kenalan lebih dulu," keluh Dessy.

"Tadi kan kamu ngajak kenalan aku dulu, Dess."

"Itu karena aku melihat kamu seperti aku, Bill, gak punya teman sama sekali."

"Ya udah, nanti aku ngajak kenalan dan minta tanda tangan. Kamu ngikut aku aja ya, Dess!"

"Wahh, makasih banget ya, Bill. Gak salah nih, tadi aku milih kamu jadi teman pertama di SMA ini."

Nabila hanya tersenyum mendengar omongan Dessy. Dessy memang terlihat pendiam buat yang belum kenal. Tapi menjadi sangat bawel ketika sudah mulai akrab.

Bel istirahat telah berdering, semua murid berbondong menuju kantin.

"Ke kantin yuk, Bill!' ajak Dessy.

"Gak deh, aku di kelas aja, Dess."

"Lha kenapa, Bill? Kamu gak pengen jajan?"

"Bukan aku gak pengen, tapi aku gak bawa uang," kata Nabila lirih.

"Gampang lah itu, nanti aku traktir deh. Yuk, temani aku ke kantin!"

"Aku gak enak, Dess. Udah, kamu aja yang ke kantin. Biar aku di kelas aja."

"Ayo lah, Bill! Masa sih kamu tega melihat aku ke kantin sendiri. Temani aku, please!" pinta Dessy.

Nabila tak tega juga melihat wajah memelas Dessy, dengan berat hati, ditemani nya Dessy ke kantin.

"Kamu mau makan apa, Bill?"

"Kamu aja deh, Dess. Kan tadi aku udah bilang, kalau gak bawa uang. Aku cuma nemenin kamu, karena gak tega melihat kamu sendirian."

"Kamu kira aku bisa gitu makan sambil kamu liatin? Udah deh, kamu mau apa? Biar aku yang traktir."

"Nanti aku merem kok, gak liatin kamu makan."

"Udah deh, Bila, jangan aneh-aneh! Cepat kamu bilang, mau makan apa, tar keburu masuk nih," kata Dessy mulai kesal.

"Karena kamu maksa, ya udah deh, samain aja kayak kamu."

"Nah, gitu dong. Tunggu sini ya, Bill!"

Tabita mengangguk dan duduk di bangku yang paling dekat dari tempat mereka tadi berdiri. Sementara itu, Dessy pergi ke kios yang menjual bakso.

"Heh, minggir dong! Kami mau duduk di situ."

Cewek yang tadi mengusir Nabila saat di lapangan, datang bersama teman-temannya.

"Iya silakan! Tapi aku dan Dessy boleh kan ikut duduk di sini juga?"

"Kamu cari aja bangku yang lain, kami gak suka ada orang selain geng kami yang ikut gabung," kata cewek itu ketus.

"Udah deh, Niss, biarin aja, toh dia teman sekelas kita juga," kata seorang cewek berkaca mata.

"Tapi aku gak suka, Laura. Biarin aja napa sih? Dia cari tempat yang lain."

"Tapi kan dia yang lebih dulu duduk di sini, Nissa."

"Heh, kamu gapapa kan, kalau cari tempat lain?" tanya Nissa pada Nabila.

Nabila menarik nafas, kemudian mengangguk. Dia malas ribut-ribut cuma karena tempat duduk, biarlah dia yang mengalah. Nabila segera berdiri dari bangku itu.

"Tuh, dia aja gak keberatan kok, Ra."

Laura hanya menggelengkan kepala, sementara teman-teman geng mereka yang lain hanya diam tanpa komentar. Nissa yang kali ini mentraktir mereka makan di kantin, dan mereka tak mau Nissa berubah pikiran karena mereka ikut berkomentar.

Nabila mencari tempat duduk yang lain, tapi semua bangku sudah tampak penuh. Kecuali bangku yang ditempati Kakak-kakak pendamping, tampaknya masih muat jika ditambah dua orang lagi. Nabila menghela nafas, di beranikan dirinya untuk meminta ijin duduk bergabung dengan mereka.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!