Bab 10

Masa SMA kata orang adalah masa yang paling indah. Nabila pun merasakan hal ini. Kehidupan SMA Nabila jauh lebih indah dari masa SMP yang dia jalani. Hubungannya dengan Rio semakin hari semakin akrab. Kini setiap pergi dan pulang sekolah, Rio selalu mengantarnya.

"Harusnya, Kakak tuh gak usah repot-repot jemput Nabila, kan deket juga dari sekolah!"

"Kenapa sih? Kamu keberatan ya, aku jemput?"

"Bukan keberatan kok, cuma takut aja ngerepotin Kakak."

"Udah deh, aku juga gak merasa repot kok. Aku malah senang, bisa bareng sama kamu. Jadi lebih semangat gitu, pergi sekolahnya."

Nabila terdiam, tak bisa dipungkiri, dia juga merasa lebih bersemangat dengan Rio bareng terus sama dia. Ada sesuatu pada diri cowok itu yang membuat Nabila merasa nyaman berada di dekatnya.

"Bil, kalau aku ngajak kamu jalan-jalan, kira-kira boleh gak sama kakek kamu?"

"Kayaknya sih boleh, asal Kakak minta ijin baik-baik sama beliau."

"Gitu ya? Tapi kamu mau gak nih, kalau ku ajak jalan-jalan?"

"Jalan ke mana dulu?"

"Kamu maunya kemana lho? Ke mall? Atau kita jalan-jalannya ke gunung aja."

"Kalau ke gunung sih, Bila udah bosen. Dulu di kota tempat tinggal Bila yang lama kan dekat gunung. Kalau ke mall, Bila malah belum pernah."

"Ya udah, kalau gitu kita jalan ke mall aja. Mau kan?"

"Boleh deh."

"Kalau gitu, tar siang aku mau minta ijin kakek kamu, kalau besok mau ngajak cucunya jalan-jalan ke mall."

"Oke siap. Tapi syaratnya, kalau Kakek kasih ijin, baru Bila mau."

"Iya, Kakak tau kok. Lagian pergi bawa anak orang tanpa ijin tuh gak baik. Apalagi pakai janjian ketemuan di jalan, gak banget deh buat aku."

Salah satu sifat Rio yang disuka oleh Bila. Rio masih mematuhi adat kesopanan menurut adat orang Timur. Masih punya unggah-ungguh kalau kata orang Jawa.

"Iya deh kalau begitu. Bila ke kelas dulu ya, Kak. Sampai nanti."

"Oke, Sayang," kata Rio sambil tertawa.

Mereka kemudian berpisah, menuju kelas masing-masing.

*****

Dika tampak sibuk di bengkel komputer miliknya, masih banyak laptop pelanggan yang masih harus diservis nya. Tampak Sueb berjalan gontai ke bengkel Dika.

"Lemes amat, Bro. Blom ngopi ya? Minta deh di warung depan, bilang, tar aku yang bayar!"

Sueb segera ke warung yang ada di depan bengkel Dika, tanpa bicara sepatah katapun. Dipesannya segelas kopi dan sepiring nasi pecel. Tak lama, Sueb membawa makanan dan minumannya ke bengkel Dika.

"Sekalian sarapan ya, Bro. Lapar banget nih aku, istriku gak masak dari kemarin," kata Sueb sebelum menyuap nasi pecelnya dengan lahap.

"Emang kenapa istrimu gak masak? Terus anakmu makan apa?"

"Istriku lagi ngambek, karena aku gak bisa kasih uang belanja, sekarang dia kabur ke rumah emaknya. Kalo anakku, tadi pagi udah ku masakin mie instant, duit di dompet cuma tinggal lima ribu, ya terpaksa, cuma itu yang bisa ke beli," curhat Sueb panjang lebar.

"Emang kamu belum ada kerjaan, Bro?"

Sueb menggeleng sedih. Sejak aksi terakhirnya dengan Dika, yang menyebabkan Pak Bakir harus masuk penjara, Dika tak mau lagi beraksi. Itu berarti Sueb tak lagi punya partner, dan itu membuat Sueb tak lagi beraksi.

"Udah, bantuin aku aja disini, untuk sementara. Nanti aku kasih uang kopi deh, kerjaan aku lagi banyak nih."

"Kan kamu tau sendiri, Bro. Aku tak paham soal komputer, kan sekolahku juga cuma tamat SMP. Apa yang bisa ku lakuin?"

"Ya nanti ku ajari lah pelan-pelan. Asal ada niat, semua orang pasti bisa belajar kok. Banyak orang sukses meski cuma tamat SMP. Thomas Alfa Edison aja dikeluarkan dari sekolah karena terlalu sering gak naik kelas, toh dia jadi penemu bola lampu."

"Tapi aku Sueb, bukan Thomas Alfa Edison," kata Sueb datar.

"Hadeh, itu kan cuma contoh, Bro. Intinya, semua orang pasti bisa asal mau berusaha."

"Iya deh, Bro. Kapan nih aku bisa mulai kerja?"

"Sekarang juga boleh."

"Oke, tapi aku nanti ijin jemput anakku ya, sekalian pinjam motor. Biar nanti langsung aku antar ke emaknya, kasian kalau di rumah sendirian."

"Iya boleh. Bayar dulu tuh makanan sama kopi mu, nih duitnya!"

Sueb menerima uang dari Dika, kemudian dia beranjak ke warung sambil membawa piring bekas makannya.

"Bro, kata yang punya warung, dia belum punya kembalian, jadinya dikasih pisang goreng ini."

Sueb menyodorkan kresek kecil berisi pisang goreng. Diambilnya sepotong, kemudian dimakannya dengan lahap.

"Itu mah, pasti bisa-bisanya kamu aja, Bro. Bilang aja kamu pengen makan pisang goreng."

"Paham bener dah kamu, Bro. Sekarang aku ngerjain apa nih?"

"Tuh, ambil laptop yang ada di rak sebelah kamu itu, tar aku ajarin gimana cara bukanya!"

"Yang mana? Disini ada banyak laptop."

"Kan udah aku kasih nomor, cari aja nomer terkecil. Itu tandanya laptop itu masuk duluan."

"Berarti kamu ngerjainnya urut ya, Bro?"

"Iya dong, yang datang dulu, kerjain dulu juga."

Sueb mengambil laptop yang punya nomer terkecil, kemudian membawanya ke dekat Dika. Dika mengajari Sueb cara membuka laptop, memeriksanya sebentar, kemudian memberi instruksi, apa yang harus dikerjakan Sueb.

"Anak tetanggamu itu, masih tinggal sama kamu, Bro?"

"Udah gak, sekarang dia ikut kakeknya."

" Kenapa gak tinggal sama kamu aja?"

"Rumah kakeknya dekat sama SMA nya. Lagian kalau dia disini kasian, banyak temannya yang tau kalau bapaknya napi. Jadi dia sering diledekin teman-temannya. Dulu, waktu masih tinggal sama aku, dia sering pulang sekolah sambil menangis."

Sueb tercenung, dia membayangkan anaknya juga akan mengalami nasib yang sama, seandainya ia juga tertangkap polisi saat menjalankan aksinya. Selama ini, dia tak pernah memikirkan hal itu.

"Kenapa diam, Bro?"

"Ahh, enggak. Cuma kepikiran aja, kalau anakku mengalami hal kayak gitu. Pasti sedih banget liatnya."

Dika menghela nafas berat. Melihat Nabila pulang sekolah dengan menangis saja membuatnya merasa sangat bersalah. Apalagi kalau hal itu menimpa Tasya, anak semata wayangnya. Dia akan merasa lebih sedih lagi. Apalagi pada kenyataannya dia memang pelaku, bukan sekedar korban salah tangkap seperti Pak Bakir.

"Berarti, keputusan kita tepat kan, Bro? Kalau memutuskan buat pensiun?" tanya Dika.

"Aku sih, sebenarnya belum mau pensiun, Bro. Cuma pekerjaan itu yang dapat menghasilkan banyak duit dalam waktu cepat. Kamu kan tau sendiri, gimana gaya hidup istriku."

"Ya istrimu harus bisa merubah gaya hidupnya, Bro. Emang dia mau, suaminya masuk penjara?"

"Aku rasa, dia gak bakal keberatan kok, asal bisa shopping dan ke salon. Toh kalau suaminya masuk penjara, dia bisa dengan gampang cari suami yang lain," kata Sueb sedih.

Dika cuma menggelengkan kepala, dia sangat paham, Sueb sangat mencintai istrinya yang cantik itu. Sementara istrinya cuma menganggap Sueb sebagai ATM berjalan. Itulah kenapa, Sueb mau saja melakukan tindakan yang melanggar hukum, asal bisa memenuhi kebutuhan istrinya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!