Bapakku Bukan Penjahat

Bapakku Bukan Penjahat

Prolog

'Dorrr'

Suara tembakan peringatan yang dilepaskan petugas kepolisian di siang itu cukup mengejutkan warga dusun Kali Tengah.

"Angkat tangan, anda sudah terkepung!!" kata Petugas.

"Ampun, Pak, saya tidak bersalah, Pak."

Pak Bakir yang mendapat tembakan peringatan, sangat ketakutan dan segera mengangkat kedua tangannya.

"Bapak bisa memberi keterangan di kantor. Saat ini saya sarankan Bapak untuk tidak mempersulit petugas."

"Iya, saya manut jangan ditembak ya, Pak!"

"Mari Pak, ikut kami ke kantor polisi!" petugas memborgol tangan Pak Bakir.

Dengan wajah tertunduk, Pak Bakir naik ke atas mobil patroli. Diiringi pandangan sinis dan bisik-bisik warga dusun Kali Tengah yang menyaksikan perusuh dusun mereka berhasil ditangkap Petugas kepolisian.

"Kebangetan banget sih bapakmu itu, Bil! Kalau udah begini, mau ditaruh dimana coba muka Ibu ini. Ibu malu Bila, malu" kata Ibu histeris.

Nabila hanya bisa menangis di pojokan ruang tamu rumahnya yang sempit.

"Ibu sudah gak kuat lagi Bila, sudah gak kuat. Ibu mau mati saja kalau begini. Ibu malu, malu sekali. Mau ditaruh mana muka ibu? Mau jawab apa Ibu kalau Mbah Kung dan Mbah Uti mu nanyain Bapakmu. Ibu bingung Bila, Ibu bingung," kata Bu Bakir sambil menangis.

Nabila mendekati ibunya yang terduduk lemas di ubin ruang tamu. Dipeluknya wanita yang telah melahirkan dirinya itu.

"Ibu yang sabar ya, Bu. Belum tentu juga Bapak bersalah. Bisa jadi kan Bapak hanya korban fitnah dan salah tangkap," kata Nabila menghibur ibunya.

"Mana mungkin polisi menangkap orang dengan asal, Bila? Pasti mereka sudah melakukan penyelidikan sebelumnya," kata Ibu kekeh pada pendiriannya.

"Polisi kan juga manusia Bu, masih bisa melakukan kesalahan. Belum tentu juga mereka benar."

"Tapi kan kamu tau sendiri gimana kelakuan bapakmu itu. Pemabuk, penjudi, pencuri bahkan sekarang pembunuh, semua julukan itu melekat pada bapakmu," kata Ibu putus asa.

"Tapi kan Ibu tau sendiri, kalau belakangan ini Bapak sudah bertobat. Bapak udah meninggalkan kemaksiatan yang Bapak lakukan di waktu muda," bela Nabila.

"Bisa jadi itu kalau di depan kita saja, Bila, di belakang kita bapakmu tetap dengan kelakuannya yang lama," Ibu masih menolak untuk percaya.

"Bila mohon Ibu jangan bersikap seperti itu. Kita harus tetap mendukung Bapak, Bu! Kalau bukan kita siapa lagi coba? Bapak hanya punya kita berdua Bu," kata Nabila mulai ikut menangis.

"Tapi Ibu udah gak bisa Bil, gak bisa! Ibu udah gak tahan lagi mendengar gunjingan tetangga tentang Bapakmu. Ibu mau pergi saja dari sini," kata Ibu.

"Memangnya Ibu mau pergi kemana? Apa Ibu tega meninggalkan Nabila sendiri?" Nabila kaget mendengar keinginan Ibunya.

"Ibu belum tau. Mungkin Ibu akan pergi ke Jakarta saja, Ibu akan mencari pekerjaan sebagai pembantu di sana. Yang jelas Ibu mau pergi ke tempat yang jauh. Tempat dimana orang-orangnya tidak ada yang mengenal bapakmu," kata Ibu dengan nada sedih.

"Terus bagaimana nasib Bila kalau Ibu pergi? Kita tidak punya siapa-siapa lagi di sini Bu. Saudara tak ada, Bapak mungkin akan di penjara. Kalau Ibu juga pergi, Nabila sama siapa Bu?" keluh Nabila sedih.

Tampaknya Ibu tidak mendengar keluhan Nabila. Ibu terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri. Mereka berdua terdiam untuk waktu yang lama. Keduanya terlarut dalam pikiran masing-masing.

*****

Sementara itu di kantor polisi, Pak Bakir meringkuk ketakutan di pojok ruang tahanannya. Sampai setua ini, baru pertama kalinya dia dimasukkan ke dalam sel tahanan kepolisian.

Memang sih, sejak dari muda Pak Bakir terkenal sebagai anak yang badung. Bahkan menginjak usia remaja, kenakalan Pak Bakir semakin bertambah.

Dari awal hanya merokok, berkembang dengan suka berjudi, mabuk minuman keras dan yang terakhir mencuri uang simpanan Mamak. Tapi semua kenakalan yang dilakukannya belum pernah berakhir di ruang tahanan polisi seperti yang dialaminya saat ini.

Pak Bakir merasa takut. Apalagi pernah mendengar bagaimana kerasnya petugas kepolisian dalam mengungkap suatu tindak kejahatan. Pasti Pak polisi punya berbagai cara untuk membuat berhasil interogasi yang mereka lakukan. Dan itu membuat Pak Bakir merasa ketakutan.

"Pak Bakir," panggil petugas polisi yang bernama Arman.

"Iya Pak, saya," jawab Pak Bakir.

"Ini jatah makanan buat Bapak," kata Pak Arman.

"Terima kasih, Pak, tau aja Bapak kalau saya sudah lapar," kata Pak Bakir sambil menerima nasi bungkus yang disodorkan Pak Arman.

Pak Arman hanya tersenyum mendengar kata Pak Bakir barusan.

"Boleh saya bertanya Pak Polisi?" tanya Pak Bakir.

"Boleh Pak, mau tanya apa?" jawab Pak Arman.

"Apakah ada peluang saya bisa bebas, Pak? Saya berani sumpah Pak, kalau saya memang gak bersalah," kata Pak Bakir sedih.

"Kalau memang Bapak yakin, pasti ada peluang untuk Bapak bisa bebas. Saat ini kan polisi juga masih menyelidiki kasus Pak Bakir. Kalau nantinya memang Bapak terbukti tidak bersalah, ya pasti Bapak bisa bebas," kata Pak Arman.

"Tapi saya takut, Pak," kata Pak Bakir.

"Takut kenapa, Pak?" Pak Arman balik bertanya.

"Takut karena....Maaf ya, Pak, kata orang polisi itu akan menyiksa para tersangka kalau mereka gak mau ngaku," kata Pak Bakir.

"Itu kan masih katanya, Pak. Jangan terlalu percaya dengan katanya," Pak Arman tertawa.

"Iya juga ya, Pak. Tapi saya tetap takut, Pak," kata Pak Bakir.

"Takut kenapa lagi, Pak Bakir?" tanya Pak Arman.

"Ya takut yang saya bilang tadi lho Pak," kata Pak Bakir.

"Sudahlah Pak jangan takut! Polisi di sini baik kok, contohnya saya ini," kata Pak Arman tertawa.

"Iya juga sih Pak. Tapi saya tetap aja takut," kata Pak Bakir.

Pak Arman semakin ngakak dengan omongan Pak Bakir yang dianggapnya lucu.

"Sekarang Bapak makan aja dulu deh. Mungkin kalau perut Bapak sudah kenyang, takutnya bakal hilang," kata Pak Arman.

"Gitu ya, Pak? Iya deh saya akan makan, sapa tau seperti kata Bapak, setelah kenyang takut saya akan hilang. Tapi saya tetap takut, Pak," kata Pak Bakir mengiba.

"Hadehh Pak Bakir ini, lucu sekali. Oke deh, saya sarankan Pak Bakir bisa bekerja sama dengan petugas. Kalau ditanya, jawab dengan jujur dan gak berbelit-belit! Pasti petugas tidak akan menyiksa Bapak seperti yang Bapak takutkan," kata Pak Arman.

"Baik, Pak, saran Bapak akan saya lakukan. Makasih ya, Pak. Tapi kok saya masih takut ya, Pak?" kata Pak Bakir.

Pak Arman tertawa melihat kekonyolan yang ditunjukkan Pak Bakir.

"Kalau begitu, Bapak berdoa saja, supaya Tuhan memberi keberanian, dan rasa takut Bapak hilang!" kata Pak Arman.

"Hem, sudah lama sih saya gak berdoa. Kira-kira Tuhan masih mendengar doa orang kayak saya gak Pak?" tanya Pak Bakir.

"Tuhan itu bukan seperti manusia yang gampang ngambek Pak. Setiap doa yang tulus dan iklhas pastilah dijawab sama Tuhan. Ya walaupun gak hari ini, besok atau lusa juga sih. Tapi saya yakin kok Pak, semua doa itu akan dijawab sama Tuhan. Kita hanya perlu tunggu waktuNya Tuhan saja," kata Pak Arman panjang lebar.

"Wah terima kasih ya, Pak. Bapak cocok banget dah jadi ustad, udah pandai berceramah," kata Pak Bakir kagum.

"Pak Bakir tidak sedang meledek saya kan, Pak?" tanya Pak Arman.

"Mana berani saya meledek Bapak. Bisa-bisa saya nanti didor sama Bapak," kata Pak Bakir.

"Ya sudah Pak, cepat makan! Katanya tadi sudah lapar," kata Pak Arman.

"Iya Pak, saya akan makan. Biar kuat menghadapi kenyataan," kata Pak Bakir.

Pak Arman cuma tertawa melihat kelakuan Pak Bakir yang menurutnya sangat lucu. Beliau menjadi tidak percaya, apakah benar orang seperti Pak Bakir ini tega menjadi seorang pembunuh yang menghilangkan nyawa orang lain dengan paksa.

Terpopuler

Comments

Adinda Ramadhanti

Adinda Ramadhanti

bagus, smoga tetep konsisten ya kak sampe akhir cerita krn aq baru nemu novel ini

2024-05-10

1

Fety Ahmad

Fety Ahmad

bagus

2024-01-18

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!