.
.
Stevan kembali ke kelasnya untuk mengambil tas ransel yang ia tinggalkan. Kelasnya sudah sepi, hanya ada satu orang disana, duduk di kursi Stevan, dia bahkan bukan penghuni kelas ini.
Stevan mendekati sosok itu, yang terus fokus mengutak-atik rubik kubus di tangannya, namun saat mendengar Stevan mendekat, dia mendongak lalu tersenyum.
Senyum manis yang dapat meluluhkan siapapun karena terlihat begitu polos dan naif.
Namun Stevan sangat mengenalnya, dia ....
Sarah, tidak senaif itu.
“Oh? Sudah selesai?” tanya Sarah, bukannya menjawab, Stevan malah meraih rubik di tangan Sarah “Kalau kau tidak bisa menyelesaikan ini kenapa diotak-atik terus sih?”
Sarah kembali tersenyum “Hmm ... Kalau begitu coba selesaikan”
Tidak butuh banyak waktu, hanya tiga puluh detik, rubik yang sebelumnya acak-acakan itu kini telah selesai, Stevan mengembalikannya pada Sarah.
“Ini sangat mudah bagiku, kenapa kau kesusahan padahal aku sudah lelah mengajarimu” gumam Stevan sambil meraih ranselnya.
Sarah ikut berdiri lalu berjalan di samping Stevan, keluar dari ruang kelas itu.
“Bagaimana dengan Yua? Tidak berhasil?” tanya Sarah
Stevan mengangguk dengan memasang wajah datarnya “hmm ... seperti perkiraan, dia tidak mudah percaya, tapi ini semua salah Chris. Aku menyesal memiliki hubungan rumit dengannya, dia sangat bodoh dan mudah terpancing emosi ... dia pikir bisa menyelesaikan semuanya hanya dengan otot saja. Kenapa pula harus Yua yang ‘dia’ dekati. Lalu, tadi tiba-tiba Yua datang dan mengatakan jika dia mempercayai Chris, jelas sekali pasti Yua hanya disuruh oleh ‘dia’ tapi Chris sangat bodoh”
Sarah menaikkan alisnya bingung “dia ini ... Rivez?”
“Tentu saja Rivez ... maksudku, jika Rivez tidak tertarik dengan Yua, Yua tidak akan dalam bahaya ... dia terlalu polos untuk terlibat dalam semua ini”
Sarah mengangguki semua ucapan Stevan, dan mendengarkannya dengan baik, lalu terkekeh setelah Stevan selesai.
“Kenapa tertawa? Ada yang lucu?” Stevan berhenti, menatap Sarah tidak mengerti.
Sarah mengangguk “Iya, ada yang lucu ... karena kau melewatkan sesuatu”
Stevan mengerutkan dahinya “Aku? Melewatkan sesuatu?” tidak mungkin bukan? Stevan memiliki otak yang cerdas dan tidak mungkin salah menafsirkan keadaan di sekitarnya, dia tidak mungkin melupakan sesuatu bukan?
Sarah kembali mengangguk, lalu senyuman polos itu hilang, berganti dengan seringaian “Apa kau ... benar-benar berpikir dia mendekati Yua karena tertarik padanya? Maksudku ... serius, Stevan?”
“Sarah, jangan bertele-tele! Apa maksudmu?!” Stevan sudah tidak sabaran, dia tidak suka jika Sarah atau siapapun lebih ‘mengetahui sesuatu’ dari pada dirinya.
Sarah mendekat pada Stevan, lalu berbisik di telinganya “Menurutmu kenapa dari sekian banyak siswa-siswi yang ada disini, ‘dia’ mendekati Yua sampai segitunya? Yang ku dengar dari desas-desus yang beredar, pewaris Rivez itu memiliki hati yang beku seperti es dan dia sangat kejam ... pasti dia sudah tau jika salah satu pewaris keluarga Geordo dan Brama yang terhormat memiliki ketertarikan dengan si kecil Yuanna yang bukan siapa-siapa”
SRET
Stevan menjauhkan diri dari Sarah, matanya kemudian berkeliling ke sekitarnya, memastikan hanya ada mereka berdua di sekitar sana. Setelah ia yakin hanya ada dia dan Sarah, dia meraih kedua bahu Sarah.
“Maksudmu ... Si Rivez pimpinan mafia dari Australia itu... mengincar keluarga Geordo dan Brama? Tapi kenapa?” bisik Stevan.
Sarah menatap Stevan datar “Bukankah kau yang tidak ingin ikut campur urusan keluargamu? Aku bahkan mengikutimu untuk lepas dari cengkraman keluarga Narendra yang juga berpihak pada keluarga Geordo ... kau pikir kenapa aku melakukannya hah? Aku bukan kau yang ingin membuktikan bahwa kau bisa berdiri sendiri tanpa keluarga Brama”
Stevan melepaskan tangannya dari Sarah, namun Sarah masih melanjutkan.
“Kau pikir mudah lepas dari urusan urusan keluarga Geordo apa? Keluargamu itu turut campur semua urusan di dalamnya ... dan tidak mungkin musuh kalian melepas kalian begitu saja, dia akan menggunakan peluang sekecil apapun untuk –”
Sarah berhenti mengoceh saat Stevan menangkup kedua pipinya, menatapnya dengan tatapan tajam yang selalu ia rindukan. Namun ... semakin dia sadar jika dia menginginkan tatapan itu, semakin sakit hatinya.
Kenapa pula dia harus jatuh pada pesona orang yang paling tidak peka di dunia? Orang yang hanya bisa jatuh cinta pada bocah yang tidak tau apa-apa dan bodoh bernama Yuanna.
“Harusnya kau katakan lebih awal Sarah ... ku pikir kau selalu berada di pihakku”
Tangan Sarah terangkat, naik menuju belakang kepala Stevan, mencengkram rambut kecoklatan Stevan yang terasa halus di antara jemari tangannya.
“Aku selalu berada di pihakmu, bodoh ... kau tidak bisa sendirian jika ingin melawan Rivez, kau hanya punya otak cerdas tanpa kepekaan terhadap sekitar dan cenderung cuek dengan apapun ... manusia itu makhluk sosial, mereka membutuhkan satu sama lain untuk bertahan hidup”
Sarah menekan kepala Stevan mendekat, hingga kedua dahi mereka bersentuhan ... Sarah bisa merasakan deru nafas mereka menimpa kulit masing-masing.
“Stevan ... sebenarnya apa yang kau inginkan?”
“Aku – tidak tau ... sepertinya aku tersesat”
“Kau menginginkan Yua?”
Stevan terdiam, tidak tau harus menjawab apa, yang ia lakukan selanjutnya adalah menarik wajah Sarah mendekat, dan menempelkan kedua bibir mereka.
Menciumnya perlahan dan penuh perasaan.
Tentu saja Sarah akan membalasnya, karena Sarah mencintainya. Meski Sarah tau, perasaan Stevan tidak pernah ada padanya.
Stevan melepas ciuman itu, lalu kembali menatap tepat pada kedua manik mata Sarah, mata yang indah ... dan terlihat polos.
“Jika aku menginginkan Yua, apa kau akan membantuku Sarah?”
SRET
Sarah mendorong dada Stevan menjauh darinya “Kau menganggapku bodoh karena suatu alasan bukan? Jawabannya, iya ... karena aku bodoh”
Lalu Sarah kembali berjalan menjauh, namun tak berapa lama kemudian Stevan melangkahkan kaki jenjangnya dan kembali berjalan beriringan dengan Sarah. Menautkan jari-jari mereka dan menggenggamnya erat.
‘Jangan berdebar Sarah ... dia tidak menyukaimu, kau idiot karena terus memilih bersamanya’
Sarah semakin mengeratkan genggaman tangan mereka.
Sepertinya, dia tidak masalah menjadi idiot.
***
Yua berteriak sekencang-kencangnya setelah sampai di apartemennya sendiri, dia sudah sendirian tidak ada siapapun jadi dia bebas berteriak.
Yua sudah masuk kamarnya, membaringkan tubuhnya di atas ranjang, kemudian menendang-nendangkan kakinya ke segala arah.
Dia juga mengacak-acak rambutnya hingga kusut tak berbentuk, kemudian berteriak lagi.
[Kau sudah gila?]
“Menurutmu?! Tentu saja aku sudah gila!!”
[Ayolah, kau juga menikmati ciuman itu bukan?]
“DIAM!! Aku bilang diam ... hiks, ciuman pertamaku!! HUWAAAAAAAAAAA”
[Berisik, yang penting kau sudah mendapat banyak koin]
[sudah ada sekitar 500 koin terkumpul hari ini, penyumbang terbesar adalah Chris]
“DIAM!! Aku tidak ingin mengetahuinya” Yua meraih bantal dan memeluknya erat, memalingkan wajahnya dari layar sistem, tapi itu tidak dapat dia lakukan.
Yua ingin sore ini sampai malam nanti terus menangis dan meratapi nasib, tapi kemudian terdengar bel apartemennya berbunyi.
Siapa itu? Felix? Mungkin Felix, Yua yang bersemangat berpikir itu Felix segera berlari untuk membuka pintu.
Ternyata Rea, dia sudah ganti baju dengan gaun santai dan penampilannya sangat rapi, jauh berbeda dari Yua yang malah sudah berantakan.
“Yua? Kau habis ngapain sampai berantakan begini, ya ampun rambutmu” Rea buru-buru masuk dan merapihkan rambut Yua. Untungnya Yua memakai shampoo perawatan yang diberi sistemnya, shampoo itu Selain membantu rambut Yua agar sehat, halus dan lembut, juga membantu agar rambut Yua mudah diatur. Adi setelah Rea merapihkannya sebentar, rambut itu sudah kembali cantik seperti sediakala.
Meski Yua memiliki luka yang buruk di wajahnya, tapi rambut tetaplah mahkota seorang wanita, Yua sangat menyukai rambut panjang. Jadi dia memiliki rambut sang panjang dan indah.
“Kenapa Rea kemari dengan berpakaian serapih ini?” tanya Yua.
“Oh iya, sampai lupa – maafkan aku Yua, tapi aku lihat seragammu ini sudah jelek, aku ingin mengajakmu pergi membeli seragam baru, sekalian aku juga akan membeli kaos olah raga untukku dan Henry karena kami ternyata belum punya, kita juga bisa membeli baju-baju yang bagus untukmu” kata Rea.
Mendengar itu Yua kembali bersemangat “Kebetulan sekali semua bajuku juga jelek, bukan cuma seragam ini”
“Bagus! Henry akan mengantar kita berbelanja, pertama-tama kita ke butuik dulu untuk membeli seragam”
Yua mengangguk-angguk antusias “Oke oke, aku akan ganti baju dulu ya!”
“Tunggu! Biar aku pilihkan baju yang bagus untukmu, takutnya kau tidak bisa memilih baju” kata Rea.
“Hehe, maaf, aku tidak terlalu mengerti fashion”
“Tidak masalah Yua, itulah gunanya teman, aku akan membantumu, ayo kita pilih baju untukmu”
Setelah mengobrak-abrik baju-baju Yua yang sebenarnya tidak banyak, akhirnya Rea memilih untuk meminjamkan bajunya untuk sementara pada Yua. Rea sengaja memilih baju yang ukurannya paling besar agar muat pada Yua.
Meski Yua bertubuh kurus dan kecil, namun Yua memiliki dada yang cukup berisi, jadi Rea memilihkan baju yang lebih besar agar bisa muat.
Rea memilihkan sweater warna pink yang cantik untuk Yua, bawahannya adalah rok lipit warna putih. Rea juga menata rambut Yua sedemikian rupa menggunakan catokan agar lebih rapi, memakaikan bando putih juga membantu mengaplikasikan make up, make upnya adalah make up milik Yua sendiri.
Rea sangat terkejut melihat hasil dari make up itu, karena hasilnya sangat sempurna, sampai luka bakar Yua juga tertutup sempurna.
“Ini make up merek apa? Bagus sekali, pasti mahal” kata Rea.
“Itu hanya hadiah kok, tidak sebagus itu juga, mudah luntur terkena air” sahut Yua.
“Ah, sayang sekali tidak waterproof ya”
Yua mengangguk pelan, ingatannya kembali pada tadi siang saat Nia dan Laura menyiramnya dengan air mineral hingga make upnya luntur.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Putri Minwa
semangat
2023-03-19
0
Syhr Syhr
👍👍
2022-04-01
0
Bawang
Thor jgn kau siksa sarah thor 🥲🥲
2022-02-27
4