Eh, ada Jaka, sudah lama?" Tanya Bapak.
Malam ini Jaka sedang berada di rumah kekasihnya. Tadinya dia ingin segera pulang, tapi sama Melati dilarang dan disuruh menyapa keluarganya dulu. Jaka seketika langsung setuju karena hal itu juga bisa menjadi kesan yang baik keluarga Melati. Apalagi Jaka memang sudah mendapat restu dari mereka.
Terlihat di sana, bapak baru pulang. Kata ibu Melati, bapak lagi pergi ke rumah tetannga yang sedang mengadakan tasyakuran.
"Nggak kok, Pak." Jawab Jaka sembari menjabat tangan calon mertuanya.
"Air minumnya mana, Mel?" Tanya Bapak pada putrinya.
"Ah iya, lupa." Jawab Melati kaget dan segera saja dia beranjak ke dapur mengambil air minum buat bapak dan Jaka.
"Calon suami ke sini kok nggak dikasih minum? sembarangan." Gerutu Bapak.
Jaka yang mendengarnya hanya senyum senyum sendiri. Hatinya juga seketika berbunga mendengar ucapan bapak yang menyebut kata calon suami.
Tak lama kemudian, Melati datang sembari membawa dua gelas air diatas nampan.
"Melati jadi main ke rumah kamu, Jak?" Tanya Bapak.
"Iya, Pak. Ini baru pulang dari rumahku, Pak." Jawab Jaka.
"Terus? Bagaimana tanggapan keluargamu?" Tanya Bapak. Terlihat sekali rasa penasarannya.
"Alhamdulillah, Pak. Keluarga saya menerima Melati. Apapun status dia." Jawab Jaka mantap.
"Ya syukurlah. Terus selanjutnya?" Tanya Bapak lagi.
"Selanjutnya?" Tanya Jaka bingung.
"Selanjutnya bagaimana? Kamu mau melamar dia atau bagaimana?" Tanya bapak dengan nada penuh penekanan dan tentu saja Jaka terkesiap di buatnya.
"Oh. Rencananya saya dan keluarga minggu depan akan ke sini, melamar anak bapak." Jawab Jaka.
"Minggu depan?" Tanya Bapak dan Jaka mengangguk.
"Kenapa nggak besok aja?"
"Astaga!"
####
Sementara di tempat lain.
"Tadi total biaya rumah sakit berapa, Mas?" Tanya seorang perempuan begitu dia duduk di salah satu bangku di dalam kios milik seorang pria.
Ya. Setelah bernegoisasi yang cukup alot dan lama, akhirnya wanita bernama Wulan menuruti apa yang di sarankan Arjuna. Karena memang tidak ada pilihan lain lagi dan mau tak mau dia harus menuruti apa yang Juna tawarkan.
Kini Wulan sudah berada di dalam kios. Matanya berkeliling memandang sekitar. Sepangjang yang dia lihat, di sana hanya ada tumpukan kasur busa sebuah meja dan beberapa kursi serta satu televisi layar datar yang menempel di dinding. Tidak ada benda khas lain lagi. Tapi entah kalau di lantai atas dan menurut yang punya kios, lantai atas memang sengaja digunakan untuk tempat tinggal.
"Hampir satu juta kurang sedikt." Ucap Juna sambil menyerahkan selembar kertas yang berisi catatan biaya rumah sakit.
"Maaf ya,nMas, jadi ngerepotin gini." Ucap Wulan tak enak.
"Nggak apa apa. Mungkin aja lain kali kamu yang akan gantian nolong aku. Kita nggak tahu kedepannya bagaimana kan?" Ucap Juna dan dia menyungnggingkan senyum terbaiknya dan tentu saja wanita di depannya sangat terpesona.
"Ini usaha sendiri atau gimana, Mas?" Tanya Wulan sambil kembali mengedarkan pandangnya. Sebenarnya dia begitu cangung berada di ruangan yang sama dengan seorang pria yang tak dia kenal. Dan pastinya dia berharap, pria yang duduk di seberang meja, bukanlah pria jahat yang memanfaatkan keadannya.
"Sebenrnya usaha keluarga. Cuma aku ingin mengembangkannya di sini." Ycap Junna dan dia juga tak berani menatap wajah Wulan dalam waktu yang lama.
Jika diperhatikan, Wulan begitu manis. Apa lagi lesung pipinya. Senyumnya membuat siapun yang melihatnya pasti terpesona. Begitu juga Juna. Melihat mahluk manis di hadapannya tentu saja dirinya terpana.
"Seneng ya, Mas. Masih muda sudah punya usaha sendiri." Puji Wulan dan kembali dia tresenyum manis membuat Juna jadi salah tingkah.
"Lumayan lah, Mba. Daripada nganggur." Jawab Juna.
"Iya bener."
"Mba Wulan sendiri gimana? kerja atau?" Tanya Juna.
"Lagi belajar usaha, Mas." Jawab Wulan. Tatapan mereka sesekali bertemu namun menoleh lagi.
"Oh, usaha apa?" Tanya Juna lagi penasaran.
"Nasi beserta teman temannya."
"Wah, dimana itu? kali aja aku bisa mampir?" Tanya Juna antusias.
"Di daerah ku aja, Mas. Ya mampir aja silahkan kalau ada waktu. Nanti aku kasih gratis." Dan keduanya tergelak sejenak.
"Maaf, Mas. Mas beneran tingal di sini sendirian?" Tanya Wulan. Dia juga penasaran.
"Iya, kenapa? Takut?" Terka Juna dan Wulan spontan mengangguk sembari tersenyum canggung.
"Hahah ... Tenang aja, aku udah jinak kok." Sambung Juna dan kedunya kembali saling tertawa renyah.
"Sebenarnya aku punya keluarga di sini." Lanjut Juna
"Punya keluarga? Kok nggak bareng?" Tanya Wulan heran.
"Males aja. Mending Pisah Lebih bebas." Jawaban Juna membuat Wulan semakin heran.
"Ntar dulu. Mas sengaja meningalkan keluarga dan memilih hidup sendiri?" Tanya Wulan memastikan. Dia merasa tak percaya dengan apa yang dia dengar.
"Uya, kenapa?" Tanya Juna yang juga menjadi heran melihat raut wajah Wulan. Dan terlihat disana, wanita itu tersenyum sinis.
"Enggak, Mas. Ternyata dimana mana laki laki sama saja. Egois." Cibir Wulan tiba tiba dan tentu saja Juna terkejut dengan apa yang dia dengar.
"Maksudnya?"
"Ya, itu, Mas punya keluarga, tapi Mas lebih memilih hidup sendiri dan meninggalkan keluarga, Mas, apa itu namanya nggak egois?" Ujar Wulan. Tentu saja perkataan Wulan membuat Juna berpikir.
"Egois gimana? Nggak salah kan? Kalau aku milih hidup sendiri daripada aku numpang dirumah Pakde, aku?" Ujar Juna.
"Apa? Pakde?" Gantian Wulan yang terkejut.
"Iya, aku tuh di sini ada keluarga Pakde. Aku juga bukan orang sini. Makanya aku milih hidup sendiri dari pada bersama Pakde." Jelas Juna. Seketika Wulan terkesiap.
"Jadi keluarga yang Mas maksud, keluarga pakde? Bukan keluargamu?" Tanya Wulan memastikan.
"Apa? Jadi kamu pikir aku sudah berkeluarga?" Astaga!" Ucap Juna terperangah.
"Hehe ... Maaf." Ucap Wulan kembali menunjukkan senyum manisnya.
"Aku masih bujang kali, Mba. belum berkeluarga. Masih free." Terang Juna.
"Iya, Maaf, aku salah tuduh." Ucap Wulan dengan kepala terdunduk. Yang pasti dia menjadi tidak enak hati.
"Sepertinya ada yang sudah pengalaman tentang keegoisan seorang pria ni? Sampai berpikiran kalau semua pria itu sama saja?" Tanya Wulan seperti sedang menyindir.
"Maaf." Cuma itu yang bisa Wulan katakan dan pastinya tetap diiringi dengan senyum.
"Emang kenpa, Mba? Pernah disakiti laki laki?" Tanya Juna. Wajah tak enak Wulan masih saja terlihat di sana.
"Ya begitulah, Mas. Yang aku rasakan sih." Ucap Wulan dan kali ini wajahnya terlihat sangat serius.
"Kenpa? Apa aku boleh tahu?" Tanya Juna penasaran. Tapi Wulan tak menjawabnya. Hanya senyum yang dia berikan.
"Emang, mba Wulan, sudah menikah atau baru pacaran?" Tanya Juna lagi.
Terlihat wajah keraguan yang Wulan tunjukkan, Namun Juna malah menatapnya tajam seakan akan membutuhkan jawaban. Dan Wulan pun akhirnya manjawab.
"Sedang proses menjadi janda, Mas"
Waduh
...@@@@@...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 144 Episodes
Comments
Retno Anggiri Milagros Excellent
wah. ketemu calon janda . 🤭😂😂😍
2023-10-15
1
HNF G
janda semakin di depan 😄😄😄😄😄
2023-10-01
0
Bandoel SarKas
janda nih bouss.... shenggooolll dong!!?? 😎
2023-07-05
0