Sore harinya, di rumah Airin.
"Maaf ya, Rin. Aku udah tanya sama atasan, tapi katanya belum buka lowongan baru," ucap Sarah tidak enak hati.
"Nggak apa-apa, Sar. Mungkin emang belum rizkinya aku kerja di situ," sahut Airin pasrah sembari mengembangkan senyum terpaksa.
"Terus sekarang rencana kamu apa?" tanya Sarah.
Airin menggelengkan kepalanya, keduanya pun terdiam dengan pikiran masing-masing. Airin tampak berpikir keras, dia tidak mungkin berlama-lama menganggur, dia harus memiliki penghasilan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.
"Ehmm, aku ada ide!" seru Sarah memecah keheningan.
"Apaan?"
"Kamu buka lagi aja warung kopi peninggalan orang-tuamu dulu, nanti kamu bisa jualan makanan juga, sekalian ngembangin bakat sama hobi masak kamu. Dan juga, lokasi warung itu kan di dekat proyek, aku yakin bakalan rame." Sarah mencetuskan idenya dengan penuh semangat.
"Ah, iya, benar juga kata kamu! Kenapa aku harus repot-repot cari kerjaan, ya?" Airin terkekeh kecil.
Airin senang akhirnya mendapat secercah harapan untuk kehidupannya, memasak adalah hobi Airin sejak kecil, dia juga memiliki bakat di bidang tersebut.
"Nah, gitu dong ... semangat! Besok pulang kerja aku ke sana deh, bantu-bantuin kamu beresin warung," imbuh Sarah yang membuat Airin semakin bersemangat.
***
Butuh tiga hari bagi Airin mempersiapkan segala sesuatu untuk kebutuhan warungnya, dan selama itu pula Sarah terus membantunya.
Dan sekarang adalah hari pertama Airin berjualan. Pagi-pagi sekali dengan membawa semangat 45 Airin membuka warungnya, sambil berharap hari pertama ini warungnya akan ramai dikunjungi para pekerja proyek yang ingin sarapan.
Sayangnya, kenyataan tidak seindah ekspektasi. Pagi ini tidak ada pekerja proyek yang datang ke warung Airin untuk sarapan, mereka lebih memilih sarapan di warung lain yang tak jauh dari tempat Airin.
'Sabar, Airin ... mungkin mereka belum tahu masakan kamu aja, jadi belum ada yang mampir ke sini. Semua itu butuh proses Airin, nggak ada yang instan.' Airin bermonolog menyemangati dirinya sendiri.
Airin duduk sendiri di dalam warungnya, sekuat apa pun dia menyemangati dirinya, tetap saja kenyataan ini membuat mentalnya jatuh.
"Kopi hitamnya satu, Mbak!" Suara itu terdengar saat Airin sudah putus asa.
Airin yang saat ini sedang melamun langsung tersadar. "Iya, Mas, sebentar," sahutnya.
Mengumpulkan semangat yang masih tersisa, Airin segera bangkit untuk membuatkan pesanan pelanggan pertamanya itu.
"Ini, Mas ... kopinya." Airin meletakkan gelas yang dibawanya ke atas meja.
"Iya, Mbak, terimakasih!" Pria itu sedikit mengangkat wajah.
"Mas Alvin, ya?" tegur Airin.
Meskipun hanya sekali bertemu, tapi Airin masih ingat wajah pria yang memberinya tumpangan malam itu.
Pria bernama lengkap Alexi Alviano Rahadi itu menatap Airin penuh tanya, dia sudah tidak mengingat siapa Airin.
"Ehmm, mungkin Mas sudah lupa, saya yang malam itu Mas beri tumpangan." Airin mengingatkan.
Alexi tersenyum tipis sembari meletakkan gelas kopi yang baru saja disesapnya ke atas meja. "Oh."
"Mas sudah ingat?"
"Iya."
"Ehmm, Mas kerja di sini? Udah lama?"
"Iya, baru seminggu," jawab Alexi seperlunya.
Airin menghela napas, pelanggan pertamanya ini sangat irit bicaranya. Padahal Airin hanya bermaksud ramah pada pelanggan, agar tidak jera datang ke warung ini.
"Apa Mas sekalian ingin sarapan?" Airin bertanya lagi, berharap dagangannya akan laku.
Alexi tidak menyahut, tapi sorot matanya menatap Airin seolah menunggu perkataan selanjutnya.
"Saya punya menu lontong sayur, nasi kuning, sama gado-gado kampung." Airin menawarkan menu-menunya.
Alexi tampak berpikir sebentar. "Boleh deh, gado-gadonya satu!"
"Tunggu sebentar ya, Mas." Airin pun beranjak ke belakang untuk membuat pesanan Alexi.
Beberapa menit kemudian Airin kembali dengan sepiring gado-gado di tangannya. "Silakan, Mas."
Alexi menganguk, dia melirik seporsi gado-gado yang terlihat biasa saja. Kuahnya pun diulek manual, tidak diblender seperti yang ada di restoran.
'Ehmm, enak juga. Bahkan tekstur dan rasanya juga khas, lebih enak dari yang di restoran.' Alexi membatin setelah satu suap gado-gado tersebut lolos ke tenggorokannya..
Alexi pun menghabiskan sarapannya dengan lahap, sebelumnya dia tidak pernah berselera menyantap makanan dari warung yang ada di sekitar proyek ini, mungkin lidahnya tidak terbiasa, atau memang rasanya yang kurang enak.
"Mbak, ini uangnya," panggil Alexi seraya meletakkan selembar uang merah di atas meja.
"Uang kecil aja, Mas. Saya belum ada kembalian," ujar Airin.
Alexi menoleh sekilas. "Ya sudah, Mbak simpan aja dulu. Kembaliannya buat bayar sarapan saya besok-besok."
"Oh, gitu ya, Mas. Terimakasih!" Airin akhirnya mengambil uang tersebut.
Alexi yang sudah tidak memiliki kepentingan lagi, beranjak meninggalkan warung Airin, dia mulai berkekeling proyek.
***
Saat jam istirahat siang, Sarah datang ke warung Airin dengan membawa teman-temannya. Sarah mempromosikan warung Airin dengan mengatakan masakan Airin sangat enak.
"Gimana? Lancar?" tanya Sarah sembari membantu Airin menghidangkan makanan untuk pelanggan dibawanya.
"Sepi banget, dari pagi cuma ada satu orang yang datang. Siang ini juga nggak ada, untung aja kamu datang bawa pasukan. Kalau nggak, ya nggak ada sama sekali," jawab Airin dengan nada mengeluh.
"Sabar, Airin. Namanya juga masih baru, nanti juga bakalan rame!" ujar Sarah memberi semangat.
Tak lama kemudian tampak sosok Alexi kembali ke warung Airin untuk makan siang. Sarah yang melihat itu langsung menghampiri, sambil memperlihatkan senyuman memikatnya.
"Eh, Mas Alvin? Mau makan siang di sini juga?" tanya Sarah seramah mungkin untuk menarik perhatiannya.
"Kamu? Kenapa ada di sini?" Alexi mengernyit heran.
"Oh, ini warung teman aku. Jadi ya aku bantu-bantu dia sekalian makan siang di sini. Mas Alvin mau makan apa?"
"Oh begitu ...." Alexi mengangguk paham. "Saya pesan nasi pake ayam goreng, sama sayur lodeh aja."
"Oke, tunggu sebentar ya, Mas." Sarah lantas ke belakang untuk mengambilkan pesanan Alexi.
"Rin, Airin ... kamu lihat nggak cowok yang ngobrol sama aku tadi? Dia ganteng, kan?" cerocos Sarah sambil menepuk bahu Airin.
"Yang itu? Kamu kenal dia?" Airin menunjuk ke arah Alexi.
"Iya, tapi nggak usah ditujuk-tunjuk juga, malu kalau ketahuan!" Sarah menurunkan tangan Airin, "Namanya Alvin, dia itu mandor baru dan yang paling ganteng di proyek. Sekarang aku lagi PDKT sama dia, doain ya, Rin," imbuh Sarah dengan wajahnya yang merona merah.
"Iya, aku do'ain." Airin menyahut pelan.
Sarah pun bergegas mengambilkan pesanan untuk Alexi, dia juga mengambil makanan untuk dirinya sendiri, lalu kembali ke meja Alexi.
"Mas Alvin, aku makan di sini boleh, ya?" tanya Sarah penuh harap.
"Hah?"
"Makan bareng gitu, Mas ... masa nggak boleh sih?" Sarah memasang wajah cemberut.
"Ya udah, silakan!" sahut Alexi acuh.
Mendengar itu senyuman Sarah pun merekah, dia segera duduk di depan Alexi dengan perasaan berbunga-bunga. Sudah seminggu Alexi bekerja di sini, tapi baru kali ini Sarah bisa makan bersama dengan pria yang disukainya tersebut.
Bersambung.
Terus ikuti kelanjutannya, ya. Jangan lupa like dan komentar juga.
Terimakasih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Dwi Sasi
Saingan dong😅
2022-09-27
1
Jasmine
Ga ada dikasih jatah makan siang dr perusahaan tsb..kasihan bgt ya hrs keluar biaya makan dan tdk efisien waktu jika para pekerja cari makan di luar
2022-06-19
2
Sutiah
hadeeh 🤦
Sarah bikin malu aja sih kamu,agresif bener yak 😁
2022-06-09
1